Selasa| 07- Gossip

71 14 5
                                    

"Syaratnya lo harus jadi pacar gue sekarang juga."

Mulut Selasa tertegun. Terkatup rapat. Sekarang ia semakin yakin bahwa Sean itu gila. Selasa menggeleng-nggelengkan kepala berulang kali, memastikan fungsi indra pendengarannya masih baik atau tidak. Tapi, masa, sih? Ia salah dengar? Selasa ingat ia tidak pernah punya riwayat masalah dengan pendengarannya.

"Maksud lo?"

Sean berdecak sebal, ingin mengumpat. "Lo udah bodoh, budeg lagi. Komplit."

Mata Selasa memelotot tak terima. Kalau tidak ingat Sean adalah seniornya maka tak segan ia melayangkan tangannya untuk menggaruk wajah sok angkuh dan menyebalkan Sean. Ia mencoba merapal kata sabar, menarik napas panjang kemudian menatap Sean dengan sinis. Seenak jidat, sombong, menyebalkan, brengsek!

"Lo hobi banget ya ngehina orang, " kata Selasa penuh penekanan. "Dasar hitler!"

Sean memasukkan kedua tangannya dalam saku, berjalan mendekat lalu mengikis jarak antara dia dan Selasa. "Lo paham maksud gue atau nggak?" tanyanya datar.

"Nggak!"

"Lo harus jadi pacar gue. Sekarang."

Bola mata Selasa kembali melebar, mencoba menahan amarah yang mungkin akan meledak detik ini juga. Selasa mengepalkan tangan, meremas rok lipitnya. Dia memejamkan mata, mengontrol dan menetralkan pikiran. Dikira omongan Sean seperti minum kopi di pagi hari? Dasar gila!

"Lo sarap ya?"

"Itu syarat gue."

"Lo kira beli martabak telor apa! Lo gila tau nggak!" pekik Selasa geram setengah mati.

"Itu jalan keluar supaya gosip ini kelar," ucap Sean tenang. "Lo terima atau nggak?"

Gemas, Selasa ingin mencabik-cabik Sean. "UNTUNGNYA APA JULKIDINNN??!!"

Semisal ada parang, Selasa ingin melemparnya di depan wajah Sean. Frustasi, Selasa menjambak rambutnya kasar. Selasa jadi juga ingin memakan Sean sekarang juga.

"Setelah mereka tahu kalau lo jadi pacar gue, mereka akan maklum. Mereka semua akan mundur secara perlahan dan menutup akses gosip ini. Yang mereka lakuin ke lo itu bentuk rasa iri karena lo itu cuman murid baru, nggak kenal sama gue tapi ya lo tau sendiri.. " jeda Sean sebelum melanjutkan.

"Lo nggak sengaja ciuman sama gue. Jadi, lo paham?" lanjutnya.

Selasa tetap bersungut-sungut sebal dan menyumpah serapahi Sean. "Darimana lo tahu kalo ini bakal berhasil?"

"Kalau lo jadi pacar gue, mereka nggak akan lagi musuhin lo. Karena pasti juga mereka nggak bakal bisa ganti posisi lo."

"Ogah gue!" Tolak Selasa cepat.

"Gue yang maksa." Sean berkata gamblang. "Gue mau bersihin nama gue. Lo mau gosip ini di denger KepSek kalo semua pada ngompor?"

Selasa langsung kembali berpikir dengan perasaan berkecamuk. Seniornya yang satu ini juga benar, bagaimana jika Kepala Sekolah sampai tahu gosip ini? Dia kan murid baru! Papa dan Mamanya pasti juga akan memarahi Selasa. Membayangkan saja sudah membuatnya bergidik ngeri, ia kembali menarik napas. Semoga keputusannya tidak salah.

"Gue terima syarat lo."

****
Sean kembali ke kelas dengan perasaan yang sedikit tidak tenang. Cowok itu berusaha menetralkan wajahnya se-cool mungkin. Keputusannya benar, bukan?

Lagipula Sean juga risih, mendengar dan melihat namanya menjadi gosip teratas bahasan sekolah. Kalau Kepala Sekolah langsung mendengar gosip gila itu, citranya pasti akan hancur. Bukan semata-mata pansos seperti temannya—Senin. Sean itu menjaga betul image-nya.

Masalahnya gosip itu bukan gosip biasa, melainkan gosip gila tentang kekonyolan yang mungkin akan Sean rutuki hingga sekarang.

"Sean!"

Saat hendak berbelok di koridor, Sean menemukan seseorang yang membuat mood-nya bertambah hancur. Sultan berada satu meter dari tempat ia berdiri sekarang.

"Lo diajak Bella ngobrol," ujar Sultan. "Dia pengen nyelesain semuanya."

Salah satu alis Sean mengerut tak suka. "Gue sama dia udah selesai dari dulu."

"Tapi lo masih suka 'kan sama dia?"

Sean berdecih. "Sok tahu lo."

"Bukannya sok tahu. Kalo gini lo malah kelihatan menjauh bro," tukas Sultan.

"Nggak usah sok jadi jagoan lo." Rahang Sean mengeras, tangannya terkepal erat. Entah kenapa, setiap melihat Sultan, emosinya selalu tidak bisa terkendali.

"Gue tahu di sini Bella salah. Gue minta maaf karena gara-gara gue hubungan kita bertiga hancur. Dan gue pikir setelah hampir setahun, lo bisa maafin gue dan Bella." Sultan menghela napas. "Jujur gue nggak bisa kayak gini lagi, bro. Kita temen, sampek kapan lo kuat dalam keadaan yang kayak gini?"

"Lo harus buang anggapan konyol itu sekarang." Sean tersenyum kotak. "Gue udah lupain semuanya."

"Maksud lo?" Sultan sama sekali tak paham.

"Gue udah punya pengganti," kata Sean terlampau datar. Sedatar papan tripleks.

"Lo..? Udah punya pengganti?" Sultan masih belum mengerti. Kadang ia suka heran, meskipu  Sean adalah sahabatnya sejak kecil, cowok itu tidak pernah bisa menebak jalan pikiran Sean.

"Ya. Gue udah punya pengganti."

Perlahan, Sultan paham. Lantas, matanya menatap gerak-gerik Sean. Tak bisa dipungkiri ada keterkejutan yang mendominasu mengingat bagaimana cintanya cowok itu dengan Bella. Sultan mengerutkan kening dalam, seolah bertanya siapa?

"Lo nggak lagi bohong?"

"Lo pernah denger gue bohong soal ginian?"

Sultan terdiam sejenak. "Siapa yang bisa gantiin posisi Bella di hati lo?"

Sean menatap tajam Sultan, kemudian terkekeh sarkas. "Kenapa? Lo mau rebut dia sama seperti lo rebut Bella?"

Sultan tersenyum simpul, merasa salah melontarkan pertanyaan. "Gue harap lo bahagia."

"Ya."

"Dan lo pasti mau untuk nemuin Bella, bukan? Karena lo juga udah punya pengganti dia."

Hening seperkian detik, menanti jawaban yang akan keluar dari mulut Sean.

"Bilang ke dia, cafe Milano pulang sekolah."

****

Author's Note:

Hellowww huhuuu jumpa lagi di hari Selasa:)

Masih ada yang tetep stay atau pindah kapal, nih?

Tanggapan kalian tentang:

#SelasaSean

#SelasaSultan

#BellaSean

#BellaSultan

Komen, plus kasih alasan ya! <3

Komen, plus kasih alasan ya! <3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bella:)

SelasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang