2

18 5 0
                                    

"Langit! Cepat!" Langit mendengus dan segera mengambil senapan laras panjang nya, menyusul teman-teman nya. "Diary Angkasa masih ada?" Joan bertanya "masih" Langit mengangguk kecil—yang bahkan tak bisa di artikan sebagai anggukan—"Sabar man, sebentar lagi kita akan bertemu dengan yang lain nya. Dan semuanya akan kembali seperti semula" "Berhenti mengoceh Joan,dan fokus kedepan. Ugh, daging busuk ini menjijikkan" Deltha menggeram.

"Guys! Kami sudah dapat!" di ambang pintu besi yang terbuka di belakang mereka, Abraham melambai, di kanan kirinya ada Bintang dan Grus. "Kita mundur! Jangan buang peluru nya sia-sia! Lari secepat mungkin, dan jangan pernah melihat kebelakang!" komando Langit. "copy that" Joan segara menurunkan senapan nya. Ketiga nya segera berlari menghampiri Abraham, "See you Bastard!" Teriak Deltha seraya mengacungkan jari tengah nya ke arah 'segerombolan daging busuk' sebelum pintu besi itu benar-benar ditutup dengan rapat.

"hah... akhirnya bisa meninggalkan tempat terkutuk itu" Joan menghela nafas nya dengan sedikit menunduk, rasanya melelahkan. "Dapat apa saja,Ab?" Langit menghampiri Abraham dengan ransel yang tampak kepenuhan. "Makanan kaleng, minuman dan obat-obatan juga perban" "Kita beruntung stok air masih banyak, lumayan untuk disimpan. Lalu, Ab! Pindahkan sebagian obat-obatan ke ransel ku" Langit mengangguk-angguk sembari menatap Abraham yang memindahkan obat-obatan ke ransel Bintang.

"Sebaik nya kalian makan dan minum dulu, kalian sudah berusaha keras melawan zombie-zombie itu" Grus melemparkan biskuit dan air "Thanks,buddy" Grus mengangguk membalas ucapan Langit. Keheningan segera melanda ke enam orang itu yang tengah sibuk dengan makanan masing-masing. Mereka terlihat sangat lapar. "Aku ingin segera sampai ke camp" gumam Langit "Hm?" Abraham mendongak dengan mulut penuh biskuit "Ah~ Langit ingin segera bertemu Angkasa?" Joan menaik-turunkan alisnya. Langit membuang muka dengan sedikit mendengus.

"Malu heh?" ejek Deltha seraya terkekeh "Jangan khawatir, mereka baik-baik saja. Angkasa itu gadis yang kuat,dia dibesarkan di dalam dunia militer yang keras" ujar Bintang. Tatapan mata Langit menerawang "Dibesarkan di lingkungan keras bukan berarti membentuk pribadinya sekuat baja". Hening sesaat, kecanggungan melanda ruangan besar dan dingin itu. "Ah, ahaha. Tampak nya Langit benar-benar khawatir soal Angkasa ya?" Joan tertawa canggung.

BRAK! Grrh. Grrrahh.

Geraman dan hantaman kuat pada pintu besi dibelakang mereka membuat tubuh mereka berjengit. "Ayo, kita bergegas! Disini mulai tak aman" Grus mengambil ransel nya diikuti yang lain yang segera berdiri dan mengambil barang bawaan mereka. "Joan!Deltha! amunisi kalian masih cukup?" "untuk 10 km kedepan tampak nya cukup" "Kita butuh senjata yang bukan senjata api untuk berjaga-jaga" Joan melihat kesekeliling nya, dia menyeringai "Well, aku rasa kita punya". "Guys! Get your self protection weapon!" Komando Deltha.

1 Sabit, 2 pemukul kasti, 2 kapak, dan 1 linggis. Mereka mengambil satu senjata per orang. Ada satu yang menarik perhatian Langit, sebuah Crossbow di dalam lemari kaca dan barnecel. 'Benda yang sangat pas bila digunakan oleh Angkasa' pikirnya, dia membuka lemari kaca yang tidak dikunci itu dan mengambil crossbow beserta anak panahnya—yang beruntung, terhitung banyak—"Bagus! Ada peluru!" seru Abraham senang.

BRAK! BRAK!

"Oh tidak. Guys! Sebaik nya kalian bergegas!" Grus menatap panik ke arah pintu besi yang sudah penyok disana-sini. "We're done!" Deltha berteriak dan segera membawa teman nya menyusul. "Gila! Sekuat apa tenaga mereka hingga pintu besi itu penyok!?" Geram Bintang. "Bukan kuat, mereka bodoh! Menabrakkan tubuh mereka ke pintu besi" balas Grus. Kaki mereka membawa mereka berlari secepat mungkin, menghindari zombie-zombie bodoh yang kelaparan itu. 'Jangan melihat ke belakang, kalau tidak mau mati.' perkataan Angkasa segera terlintas di otak Langit. Mungkin, yang lain juga akan begitu. Memang sarkas, tapi sarkasme itu yang membuat nya terpacu untuk menjadi lebih baik. Mungkin ini, yang membuat gadis itu sedikit unik bagi Langit.

"Dimana kau pakirkan mobil kita Ab!?" teriak Joan mulai tak sabaran, dia kelelahan. "Tidak jauh! Sebentar lagi sampai" "Ya ku harap itu benar, karena aku rasa mereka sudah mulai mengejar kita" Suara Deltha terdengar bergetar ketakutan bercampur lelah. "Kau melihat kebelakang!?" Langit membelalakkan matanya ke arah Deltha, seakan emosi nya memuncak. "Tidak! Aku mendengar geraman dan langkah kaki mereka bodoh! Au masih meiliki pendengaran yang normal" Balas Deltha tak kalah sengit.

Langit lagi-lagi mendengus. "Kita sampai!" Abraham segera duduk dikursi pengemudi dengan bintang di samping nya, mereka menjaga supply. Sedangkan Joan,Grus,Langit dan Deltha duduk di bak belakang. Ab menjalankan mobil pickup—yang sudah di modivikasi oleh Deltha—dengan tak santai. "Grus!awas!" BUK! Joan berhasil memukul zombie yang nyaris menerkam Grus dengan kapak nya. "Thanks" "Anytime. Wow aku suka kapak ini" gumam Joan. "Hey kalian oke?" "yeah, we're all fine"

Deltha menerawang ke arah jalan yang mereka lewati, "6 bulan kita menjalani hidup seperti ini. Tak disangka zombie yang kita habisi sudah banyak" "Ya bung, jalanan ini saat pertama kali kita lewati dipenuhi oleh mayat hidup itu. Bak laut" kekeh Joan. "Dengan waktu selama itu, jangan lupa dengan teman-teman kita yang gugur" ucap Langit, tatapan nya kosong ke arah jalanan.

"Ya, tentu saja aku tak lupa" senyum miris terpatri di wajah Joan dan tatapan sedih Deltha seakan menusuk langit kemerahan sore itu.

Mereka masih ingat betul, bagaimana hari pertama mereka masuk sekolah harus nya menyenangkan, malah jadi berantakan karena kericuhan gas pabrik yang meledak. Saat itu, mereka belum mengenal satu sama lain. Saat itu pula Langit menatap mata russet brown hangat milik Angkasa yang mematung menatap nya. Juga saat mereka mulai dibentuk kelompok, saat itu sudah 2065, kemunculan zombie bukan sesuatu yang harus dipikir dengan akal panjang bak di film-fiilm klasik. Film yang menceritakan tentang zombie dan ciri-ciri nya sudah banyak, dengan karakteristik yang serupa. Sekali mereka melihat salah satu teman dari kelas lain bertingkah aneh, mereka tau bahwa anak itu terkena virus zombie tersebut.

Dan itu terjadi didepan matamu, benar-benar di dunia nyata, Bung! Bukan lagi di dalam film yang sering kau tonton bersama teman-teman akrab mu, dan bersembunyi di balik bantal apabila adegan zombie nya mengagetkanmu. Bak sedang di uji, kamu di uji untuk menjadi mandiri, tidak terlalu tergantung dan mengandalkan orang lain. Di dunia yang sudah kacau seperti ini, kamu tidak akan mudah percaya pada orang asing. Bahkan, apabila teman dekatmu melakukan salah satu kesalahan yang tidak terlalu fatal, kepercayaan mu kepadanya akan dengan mudah sirna.

Namun, bertahan hidup bukan lah hal yang mudah bagi mereka, tak semudah tokoh utama dalam film tersebut yang biasa nya kebal akan virus, mereka tidak tau dan tidak mau bersuka rela membiarkan zombie menggigit mereka untuk sekadar tau mereka kebal atau tidak. Mereka memang tokoh utama di dalam cerita hidup masing-masing, tapi bukan tokoh utama untuk semua orang.

Saat virus itu menjalar, pikiran mereka berkecamuk, soal keluarga, dan kerabat yang lain nya. Apa mereka selamat? Untung nya mereka mendengar ada Dome yang dibangun cukup jauh dari sana. Mereka tidak tau pastinya, tapi dari berita yang beredar, kebanyakan orang tua berhasil diselamatkan kedalam Dome. Berita itu diperkuat dengan daftar list nama yang tertera. Mencari Dome itu bukan lah mudah, memkan waktu yang mungkin akan sangat lama, tapi setidak nya mereka tau, keluarga mereka selamat. Itu sedikit mengurangi rasa cemas bagi mereka. Yang perlu di pikirkan adalah, bagaimana caranya agar kamu tetap hidup, sebagai seorang manusia, bukan makhluk bertubuh manusia yang busuk dan menjijikkan dengan liur yang menetes dari sudut bibir.

#tbc

Oh ya, sedikit penjelasan. Cerita ini terbagi 2 fokus, diary angkasa dan kejadian saat ini. Diary angkasa menceritakan flashback mereka.

We Must SurviveWhere stories live. Discover now