4

12 2 0
                                    

Prev

Langit kembali menatap kosong pantulan dirinya. "Angkasa, dia tidak sekuat ucapan dan barier yang di buat sebagai pelindung nya. Jauh didalam, dia gadis yang rapuh"

.

.


Di tengah jalan raya mati, dibalik semilir angin musim semi yang lembut, di antara pepohonan yang tengah memekarkan bunga dan menumbuhkan kembali dedaunan nya, sebuah mobil pickup keluaran 2058 berwarna hitam dengan bak belakang bagian atas nya di lindungi oleh baja yang dimodifikasi oleh sang montir, Deltha, mobil itu melaju dengan cepat. Melaju ke arah Utara, menuju camp di tengah hutan yang minim dari mayat hidup bodoh haus akan berkembang biak dengan memakan manusia. Cahaya bulan menyinari setiap bagian dari mobil itu, membiarkan besi tajam di beberapa bagian nya mengkilap, membawa kesan mematikan. Entah sudah berapa banyak tubuh mayat hidup yang pernah tersangkut disana. Perlahan, laju mobil itu melambat. 12 meter didepan, sudah terlihat camp sederhana, dengan dinding terbuat dari kayu dikelilingi oleh pagar kawat—yang lagi-lagi sudah dimodifikasi dengan aliran listrik—di depan pintu terlihat 3 orang gadis dengan membawa senapan laras panjang di masing-masing tangan nya dan seorang laki-laki tinggi.

"Kita sampai" Abraham memarkirkan mobil nya, dan segera turun membawa supply-supply yang berhasil mereka dapat tadi, diikuti yang lain. "Langit!" seruan dari gadis berambut coklat kemerahan dengan bola mata berwarna russy brown dengan semangat, gadis itu melompat turun—tanpa melewati tangga yang tersedia—dan berlari menghampiri laki-laki bermata onyx itu. Sedikit berjinjit, gadis itu mengacak rambut nya dan merangkul leher laki-laki itu—dengan sedikit tidak berperikemanusiaan—"Hey,Ang. Ow! Hey! Stop that" Langit tersenyum tipis, lalu sepersekian detik senyuman nya hilang, digantikan oleh bibirnya yang melengkung kebawah.Dia tak suka diperlakukan seperti anak kecil, katanya.

"Dunia serasa milik berdua,cuy! Yang lain ngontrak!"Ucap gadis mungil bermata hitam kelam yang mengenakan hijab, Piona. Ledakan tawa menyusul setelahnya. Angkasa mendengus dan membantu Bintang membawa beberapa barang nya. "Dapat banyak hari ini Del?" Vean bertanya, Deltha mengangguk sebagai balasan dengan sedikit dehaman "Ya, bahkan mayat hidup nya bertambah banyak" Deltha menghembuskan nafas berat. Vean mematung "Dunia semakin gila"

"Sungguh, siapapun penyebab ledakan ini dan pembuat virus nya, kuharap mereka menderita" Ucap seorang laki-laki bertubuh tinggi, dengan mata hitam kelam, Sam. "Bahkan aku tak yakin kalau mereka masih hidup" Bintang terkekeh. "Dan mungkin, mereka sudah mati tertembak. Aku ingat ada beberapa zombie yang kutembaki sedang mengenakan setelan jas mahal. Aku yakin salah satunya dari mereka" Angkasa tersenyum miring, dia menjatuhkan tubuh nya keatas sofa sembari menenggak air mineral yang didapat.

"Sarkasm as always. Kurangi itu Angkasa, kadang kau bisa menyinggung perasaan seseorang" Angkasa meletakkan tangan kanan nya di pelipis, memberi gerakan hormat atas apa yang telah diucapkan Abraham "Copy that, sir" gadis itu terkekeh setelah nya.

Langit berjalan santai kearah balkon, menjauhi gerombolan teman-teman nya yang tertawa, yang menikmati seakan dunia masih sama seperti dulu, yang membedakan hanya jumlah manusia yang masih bisa disebut 'manusia' semakin berkurang. "Kita masih beruntung komplotan yang disebut Darker tidak menjamah tempat ini" Ucapan Sam menarik asistensi Langit yang belum mencapai balkon, dia menghentikan langkah nya dan berbalik, bersandar di dinding kayu berjarak 2 meter dari teman-teman nya.

"Darker?"Piona mengerutkan dahinya mendengar nama aneh itu. "Ya, Darker. Kabarnya merekasering menjamah tempat perlindungan seperti ini, merampas persediaan. Takjarang mereka mengajak penghuni nya bergabung dengan mereka. Bila penghuni itumenolak, mereka tak segan untuk membunuh nya". ". "Mengerikan" Vean bergidik, bahkan manusia yang masih disebut 'manusia' sifatnya lebih mengerikan dibanding mayat-mayat busuk ini.

We Must SurviveWhere stories live. Discover now