2

16 3 0
                                    


Star menggumam pelan dalam tidurnya karena kedinginan. Sontak tangannya turun menuju lutut. Ah, ini dia! Selagi selimut ia naikkan ke pinggang, gerakan gadis ini langsung terhenti di udara. Mengapa selimutnya terasa lembut daripada biasanya? Batin Star. Samar-samar ia mencium wangi vanili. Mungkinkah Mom baru mencuci selimut kesayangannya dengan deterjen vanili keluaran terbaru? Ah, mustahil! Mom tahu persis Star tak suka wangi vanili.

Bak dikejar trol Ferguso, bola mata Star langsung terbuka. Degup jantungnya bertalu-talu dua kali lipat saat apa yang dilihatnya hanya kegelapan pekat. Ini bukan selimutnya. Ini bukan kamarnya. Napasnya memburu karena panik.

Tenang, Star. Tenang. Kendalikan dirimu. Sekarang pikirkan mengapa kau bisa ada di tempat ini? Bisik suara kecilnya.

Star mengernyitkan dahi. Pelipis dan tengkuknya menggelenyar selagi ia memikirkan mengapa ia bisa diselimuti kegelapan. Ia, Mom, dan Dad merayakan Hari Penamaannya ke-17 di ruang makan. Minus Theon, kakaknya yang pulang terlambat dari pabrik. Semuanya berjalan lancar sebelum Dad menanyakan sekolahnya, lalu berlanjut ke Sando dan Myra. Kemudian, karena kesal, ia memutuskan naik ke kamarnya lebih awal tanpa menghabiskan makan malam atau mencicipi tart wortel buatan Mom. Di dasar tangga, sebuah hantaman membekukan sendi-sendinya. Dan terakhir yang ia lihat adalah pintu kamar sapu yang menggelap dan mengabur perlahan dari matanya.

Star menepuk jidatnya gusar. Ini pasti "hadiah" dari Si Jail Theon! PASTI. Ia pernah bergurau akan memindahkan Star ke tempat yang tak dikenalnya. Alih-alih membuatnya bahagia, hadiah Hari Penamaan dari Theon selalu membuat Star jengkel. Tahun lalu, Theon menghadiahi Star satu kantong penuh kecoak yang ia masukkan diam-diam di ransel Star. Akibatnya ia ditertawakan teman-teman sekelasnya karena kecoak berhamburan keluar di jam pelajaran Aljabar.

Star menggeleng! Tidak! Ini bukan waktu yang tepat mengenang kejailan Theon yang lalu-lalu. Yang paling terpenting adalah Star harus menemukan sumber cahaya sebelum menjitak puncak kepala Theon dengan gemas.

Star memberanikan diri meraba-raba sekitar, mencoba berkenalan dalam gelap atau setidaknya menemukan saklar lampu di sekitar tempat tidur. Nihil. Ia akhirnya memutuskan meluncur turun dari tempat tidur dan merangkak. Ya, pasti saklarnya berada di seberang ruangan. Awas, kau, Theon! Tunggu pembalasanku!

Baru seperempat tertatih-tatih merangkak, tangan kirinya menyentuh sesuatu. Star bertumpu pada lututnya, mengelus permukaanya pelan. Keras, kasar, dan hei, apa ini! Ia cepat-cepat menarik tangannya ketika menyentuh sesuatu yang basah. Star menelan gumpalan ludahnya. Ia tidak sendiri.

"Mom..." ia merintih, meminta pertolongan Mom. Bersamaan dengan itu, pendar cahaya berebut memasuki retinanya. Star langsung menutup matanya dengan tangan kanan dan melompat menjauh hingga punggungnya membentur kaki tempat tidur.

"AW!" Raungan keras bergema di ruangan, memekakkan gendang telinga Star. Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk bagi mata Star beradaptasi dengan cahaya yang datang tiba-tiba. Setelah dirasa siap dengan apa yang akan dilihatnya, Star menyibak untaian ikal merahnya dan menurunkan tangan. Alih-alih tubuh seseorang, di hadapannya berdiri satu kotak besar hitam kotor dan berselimut lendir kehijauan. Star cepat-cepat mengibaskan tangan kirinya sambil berjengit jijik.

Ew, Kali ini ulah Theon benar-benar keterlaluan!

"Theon!" Star membentuk corong dengan kedua tangan di depan mulutnya. Menunggu Theon muncul dari tempat persembunyiannya dan terkekeh nyaring seraya mengibaskan poninya.

Semenit. Dua menit. Star mengigit bibirnya karena tak ada respons apa pun dari sudut manapun di ruangan yang asing, kelam, dingin, dan parahnya sempit. Dada Star langsung sesak, keringat dingin sebesar biji jagung meluncur turun di pelipis dan membasahi kerah kausnya. Star takut tempat sempit, apalagi jika tak berjendela sama sekali.

Supaya pikirannya tak hanya berpusat pada betapa sempitnya ruangan, Star memilih menguliti ruangan lebih cermat. Dalam ruangan berukuran sekitar 10x10, ada satu tempat tidur besar dan satu lemari kecil. Dinding dan pintunya terbuat dari besi tetapi Star tak perlu kerepotan mengipasi tubuhnya karena tersedia penyejuk ruangan. Di dekat tempat tidur, ada pintu berwarna putih terkuak. Perlahan Star berdiri, menegakkan tubuhnya agar bisa melihatnya lebih jelas. Dari luar terlihat satu pancuran dan satu wastafel dengan cermin buram. Di pojok wastafel handuk putih tertumpuk dan terlipat rapi.

"Theon!" Star berpegangan bingkai pintu untuk melongok lebih dalam. Kosong. Tak ada siapa pun.

Jadi ini di mana?

Selagi pikiran Star menerka-nerka di mana ia persisnya, pintu besi tiba-tiba bergeser terbuka. 

The CubeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang