Chapter 02 : Kedatangan Zidan

178 54 20
                                    

Seorang lelaki melangkah menuju gerbang utama sebuah istana. Dengan langkah sigap dan sedikit murka ia menatap sekelilingnya jengkel. Hawa-hawa ketakutan dapat ia rasakan dari seluruh pelayan yang menyambut kedatangannya.

"Pangeran, kau tidak apa-apa?! Kau tau kami mencarimu kemana-mana." Panik seorang lelaki yang mengenakan jas berwarna putih tersebut. Nampak dari raut wajahnya ia terlihat sangat senang begitu juga ketakutan. Segera ia mengisyaratkan kepada pelayan istana yang tidak jauh dari tempatnya berada untuk segera memberitahu sang Raja dan Ratu.

"Aku diserang saat dalam perjalanan ke Exlosia. Kurasa merekalah yang menyebabkan ini semua," jelas Zidan. Sorot matanya terlihat lesu sepertinya ia sangat kelelahan. Kedua kakinya bergetar hebat dan sudah tidak mampu lagi untuk menahan badannya hingga ia terjatuh. Tetapi sebelum itu terjadi Leonard ksatria istana sekaligus teman dekat Zidan segera menangkapnya.

"Tidak apa Leo, aku hanya kelelahan."

Zidan kembali menyeimbangkan tubuhnya dan berjalan pelan sembari memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing.

"Maafkan saya Pangeran. Andai saja saya menolak tawaran Yang Mulia untuk pergi ke Crusia dan tetap menemani Pangeran ini tidak mungkin terjadi," sesal Leonard.

"Aku sudah katakan tak apa. Sekarang aku hanya perlu istirahat."

"ANAKKU!" Terlihat seorang wanita berlari menghampiri Zidan dengan mata berkaca-kaca dan langsung memeluknya. "Syukurlah kau kembali anakku. Kau tau betapa sedihnya ibu saat kau tidak ada."

"Ibu, aku lelah." Zidan segera melepaskan pelukan ibunya dan mengembuskan napas pelan. Tak jauh dari belakang dilihatnya seorang lelaki tua yang terlihat sangat amat berkharisma. Siapa lagi jika bukan ayahnya, Grissham Enz Dragonia. Tiba-tiba ia menjadi sangat malas dan ingin cepat-cepat pergi ke kamarnya untuk istirahat.

"Zidan, apa yang terjadi. Kau diserang oleh bawahan Kerajaan Crusia lagi?" tanya sang Raja. Zidan hanya mengangguk masam. Raut wajah sang Raja nampak tak senang melihat tingkah anaknya yang acuh tak acuh tersebut.

"Tatap mata ayah Zidan! Jelaskan semuanya-"

"Sudah cukup suamiku, Zidan perlu istirahat sekarang. Ia terlihat sangat lelah," ujar Victoria, istrinya.

"Tidak bisa, aku tau Zidan bukanlah anak yang lemah. Aku ingin tau kenapa anak ini hampir seminggu tidak pulang ke istana."

Zidan tidak tahan dengan semua ocehan mereka. Karena dipikirannya sekarang ini adalah tidur tidur dan tidur. Akhirnya ia membuka mulut. Tetapi sebelum itu ia sudah mengisyaratkan kepada semua pelayan terkecuali Leonard untuk pergi dari tempatnya berada. "Aku terluka parah, aku tidak bisa meregenerasi karena mereka menembakkan panah yang sudah dioleskan racun penghambat kepadaku," jelas Zidan.

Mereka terdiam. "Dan karena hal itu kekuatanku tak terkontrol dan aku berubah menjadi rubah. Sulit bagiku untuk kembali ke wujud manusia dalam keadaan seperti itu. Apalagi-" ucapan Zidan terpotong karena ia ingat akan sesuatu.

"Apalagi?" Tanya balik Victoria.

Zidan merasa sedikit kesal saat teringat saat-saat dimana ia dirawat oleh dua orang warga Exlosia sewaktu masih dalam wujud siluman rubahnya. dimana mereka mamaksa Zidan untuk memakan tikus mati dan serangga-serangga hidup yang lumayan besar dan menggeliat. Mengingat hal tersebut ia menjadi mual dan ingin muntah. Sontak saja hal tersebut membuat Victoria menjadi khawatir.

"Sudah kukatakan Zidan perlu istirahat, suamiku. Biarkan ia menjelaskan semuanya sesudah keadaannya membaik." Bujuk Victoria.

"Bu-bukan-"

"Diamlah Zidan!" Potong Victoria. Ia lalu menatap mata suaminya itu dengan membara dan penuh keyakinan. Mau tak mau Grissham mengikuti apa yang diminta istrinya.

"Baik, kau istirahatlah. Saat keadaanmu mulai membaik ceritakan semuanya padaku." Jelas Grissham lalu pergi. Melihat hal tersebut Zidan hanya geleng-geleng kepala. Kadang ia dibuat kebingungan terhadap ayahnya. Ia ragu apakah sebenarnya ayahnya itu menyanyangi dirinya atau tidak.

"Istirahatlah Zidan." Suruh Victoria.

"Terimakasih," balas Zidan. Lalu berjalan menuju kamarnya.

🌹🌹🌹

"Kau tau kabarnya?" Suara lelaki tak jauh dari tempatnya berada menarik perhatiannya.

"Kerajaan Crusia kembali berulah. Mereka akan mengambil beberapa gadis Exlosia," lanjut lelaki itu. Emilia yang mendengarnya menjadi terkejut.

"Crusia?" Bisiknya.

"Tidak mungkin, kebijakan itu kan sudah lama tidak dilakukan." Sahut teman sebelahnya.

"Aku mendengarnya dari para prajurit Exlosia saat membeli buah di pasar-"

"Ada ada saja," umpat gadis berambut pirang tersebut seraya beranjak dari duduknya. Ia kembali teringat saat 10 tahun yang lalu. Dimana anggota kerajaan Crusia memerintahkan prajuritnya untuk menahan gadis gadis muda untuk dibawa ke kerajaan mereka. Dan salah satu diantaranya adalah saudari ibunya atau bisa dibilang bibi Emilia.

Emilia sangat menyayangi bibinya sama halnya seperti ia menyayangi kedua orang tuanya. Tapi, Yola, bibi Emilia adalah salah satu orang tersial karena menjadi orang pilihan mereka. Menurut kabar yang beredar, gadis-gadis itu akan dibawa untuk dijadikan budak ataupun pelayan. Tetapi, hingga saat ini gadis yang dibawa ke Crusia tidak pernah kembali lagi. Raja Exlosia tidak bisa berbuat apa-apa karena status dari Kerajaan Crusia lebih tinggi derajatnya. Anggapannya Kerajaan Crusia saat ini tengah menjajah Kerajaan Exlosia.

Tetapi, ada satu hal yang membuat Emilia kebingungan. Selama sepuluh tahun terakhir, Kerajaan Crusia tidak pernah mengambil gadis-gadis muda dari Kerajaan Exlosia. Jika memang benar yang dikatakan orang tadi, mengapa? Mengapa mereka kembali menjalankan kebijakan tersebut. Hal ini membuat Emilia penasaran.

"Emilia," panggil seorang wanita tua dari belakang. Sontak gadis berambut pirang tersebut menoleh kebelakang. Matanya mendapati bibi Vio yang tengah kesusahan dengan barang bawaannya yang banyak dan anaknya yang terus-terusan menangis karena ingin dibelikan permen.

"Bibi Vio? Eh-" ucapan Emilia terpotong. Ia lalu berjongkok lalu mengelus kepala Yordan lembut. "Ada apa Yordan, kenapa menangis?"

"Ah, dia ingin dibelikan permen. Tapi aku tidak punya waktu untuk kembali ke pasar." Jawab bibi Vio. Emilia menoleh sejenak lalu kembali menatap Yordan, anak berumur 7 tahun yang masih terus terusan merengek.

Emilia tersenyum. "Begini saja, bagaimana jika aku dan Yordan pergi ke pasar untuk membeli permen yang ia mau. Setelah itu aku akan membawanya kembali kepada Bibi. Bagaimana?" Tawar Emilia.

"Bisa saja. Tapi apa tidak merepotkanmu Emilia?"

Gadis itu menggeleng. "Tak apa." Jawabnya.

"Yasudah kalau begitu. Bibi titip Yordan kepadamu ya. Dan Yordan-" Bibi Vio menoleh kepada anaknya dengan tatapan yang sedikit garang. "Jangan nakal dengan Emilia."

Yordan mengangguk. "Baik Ibu!"

ZIDAN : Curse in DragoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang