Chapter 03 : Tertangkap

130 51 4
                                    

"Pernah aku berpikir untuk menghilang dari dunia. Tetapi, kau memegang tanganku erat membuatku merasa menjadi orang yang paling beruntung di dunia."

🌹🌹🌹

"Kau sudah puas sekarang?" tanya
Emilia dengan senyum manis terukir di wajahnya sembari menatap senang Yordan yang sedang ia gandeng tangannya. Anak kecil itu mengangguk gembira tak lepas mulutnya menghisap permen lollipop yang ia pegang seperti hartanya yang paling berharga.

"Aku sudah puas!" teriaknya gembira, ia meloncat-loncat membuat gadis berambut pirang disebelahnya menjadi gemas. Emilia mengelus kepala Yordan pelan. "Aduh jangan loncat-loncat begitu haha..."

Kini mata gadis itu terfokus kepada para ksatria berzirah yang berada tidak jauh di depannya. Langkahnya terhenti diikuti dengan langkah Yordan. Matanya menatap tak percaya, jantungnya berdetak cepat membuat napas gadis itu menjadi tak karuan. Emilia tau betul apa yang ia lihat, lambang kalejengking yang terukir di jubah para ksatria yang sibuk menggedor-gedor pintu rumah setiap orang dan menarik paksa para gadis untuk mengikuti mereka.

Emilia lekas menggendong Yordan dan berlari menjauh dari sana. Yordan menangis karena permen lollipopnya terjatuh ke tanah. Sembari ia berlari yang ada dipikirannya sekarang ini adalah jangan sampai terlihat oleh mereka jika tidak ia akan bernasib sama seperti bibinya dulu. Ternyata hal yang ia dengar di taman bukanlah omong kosong belaka.

Emilia menurunkan Yordan, kini mereka sedang berada di tengah hutan yang lumayan jauh dari para ksatria Crusia, tetapi hal itu tidak dapat membuat ia tenang, Emilia masih was was karena Yordan terus terusan saja menangis.

"Yordan berhentilah menangis," tenang Emilia, ia memegang kedua tangan Yordan. Gadis itu sangat panik tetapi pertama-tama ia harus memenangkan Yordan terlebih dulu, tapi apa daya, anak ini tidak mau diam. "Aku mau permenku!" tangis Yordan semakin menjadi, Emilia menepuk jidatnya.

"Kakak akan belikan lagi nanti, aku janji," ujarnya sembari mengulurkan jari kelingking menghadap Yordan. "Belikan sekarang aku tidak mau tau!" kesalnya. "Kakak akan belikan permen yang banyak asal kau berhenti menangis, ya?" pinta Emilia, Yordan mengangguk dan berhenti menangis. Gadis itu kini dapat bernapas dengan lega.

"Kemari ada satu disini!" Teriak seorang laki-laki. Emilia yang mendengarnya sangat terkejut, ia menoleh kebelakang dan ya dia melihat ksatria dengan lambang kelejengking di jubahnya sedang menatapnya tajam sembari mengulurkan pedang kearahnya.

🌹🌹🌹

[EMILIA POV]

Jika ada yang bertanya bagaimana kondisiku sekarang aku tidak baik baik saja, atau bahkan lebih buruk dari itu. Sejak hari itu sudah tiga hari berlalu, aku tidak tau bagaimana keadaan Yordan, apakah ia dipulangkan ke ibunya? kuharap mereka tidak tegaan meninggalkan anak kecil sendirian di hutan, aku harap begitu. "Aduh," ucapku lagi, sudah berapa kali aku mengucapkan kata itu saat kereta yang aku tumpangi melewati jalan berlubang dan membuat kepala kami saling berbenturan.

"Dengarkan aku! Satu orang satu," ujarnya, sembari membagikan sebungkus roti. dengan cepat kami memberikannya bergilir ke orang yang ada di sebelah kami. Kubuka bungkus roti tersebut dan lagi lagi aku dibuat kecewa. Kenapa jatahku selalu coklat? aku tidak suka itu, tapi yasudahlah daripada mati kelaparan. Kumakan roti itu dengan lahap tiba-tiba aku merasa kesedihan yang amat mendalam. Bagaimana keadaan ayah disana? apa dia sudah makan? Luke pasti sangat marah jika ia mengetahui aku di bawa oleh para Ksatria Crusia.

"Argh!" ringisku saat kereta berhenti mendadak. Tempat ini sempit berbanding terbalik dengan orangnya. jadi jika ada sedikit saja guncangan maka kepala kamilah yang jadi korban. "Maaf," ujarku dengan orang sebelah. "Bukan salahmu," ujarnya. Kami tersenyum lalu ku palingkan lagi kearah depan. Tiba-tiba suara ribut menguasai di luar. Apa yang sedang terjadi? kenapa mereka ribut sekali disana?

🌹🌹🌹

[ZIDAN POV]

"Serang!" teriakku kepada para ksatria. Mereka langsung menyerbu dua kereta dengan lambang kelejengking di benderanya. Aku tersenyum puas, inilah akibatnya jika kau berani bermain-main dengan Pangeran dari Dragonia. Kuda-kuda yang menarik kereta tersebut sangat ketakutan, aku yakin sekali jika orang yang ada di dalam terguncang karena kereta mulai tidak stabil.

"Oh?" Ucapku ketika mendapati banyak sekali Ksatria Crusia keluar dari kereta. Baiklah kini giliranku untuk turun tangan. Kulepas pedang dari sarungnya. Ini adalah pedang turun temurun anggota kerajaan Dragonia, aku bersumpah tidak akan mengecewakan para leluhur yang sudah tiada. Lekas aku turun kebawah, meloncat dan menyerbu para Ksatria Crusia yang menghalang di depanku. Kini sorot mataku tertuju kepada segerombolan gadis yang berlari keluar dari kereta dengan tergesa-gesa.

"Apa yang mereka lakukan?" Kataku entah kepada siapa saat melihat para Ksatria Crusia menusukkan pedang mereka dan membuat para gadis itu tewas bercucuran darah. Tempat ini menjadi bising sekali saat ditambah teriakan para gadis yang sangat melengking. Aku terhenti ketika mataku melihat seseorang yang sedikit familiar.

Rambut pirang panjang yang bercahaya karena terkena sinar matahari pagi, kulit putihnya yang sedikit kemerahan dan kotor terkena debu, serta mata sebiru laut yang kini sedikit meredup karena ketakutan.

"Bukankah itu gadis yang merawatku selama aku masih menjadi rubah?" Kini kubelalakan mataku dan segera menghampirinya. Kutangkis pedang dari Ksatria Crusia yang ingin menyakiti gadis tersebut dan dengan cepat kutancapkan pedangku ke dadanya yang membuatnya memuntahkan darah kepadaku. "Lagi lagi aku jadi kotor," pikirku.

Kini kupalingkan tatapanku kepadanya, manik matanya bergetar hebat menatapku dengan penuh ketakutan. Tatapan ini sangat berbeda dari gadis yang merawatku kemarin. Kutarik tangannya hingga ia berada dipelukanku, nampak ia sangat terkejut. Kutangkis kembali pedang Ksatria Crusia yang ingin menyakitinya. Aku menghembus napas pendek, tubuhnya sangat panas, demam kah?

Kubawa ia menjauh dari sana. Ia terduduk lemas tak berdaya. Kuambil sebotol air dan kuberikan kepadanya. Awalnya ia nampak ragu, tetapi kuyakinkan dia bahwa aku berada dipihaknya.

"Kau tidak apa Emilia?" Mulutku berkata sembarangan. Nampak ia sangat bingung dan bertanya bagaimana aku tau namanya.

"Karena kau cantik seperti Dewi Emilia dari kerajaan kami," sial pikirku, mulut ini tidak bisa diam. Kenapa aku menjadi sangat bodoh di dekatnya. Nampak wajahnya memerah dan itu membuatku sedikit senang.

ZIDAN : Curse in DragoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang