Chapter 04 : Kerajaan Dragonia

135 46 0
                                    

🌹🌹🌹


[EMILIA POV]

Aku tidak tau apa yang sedang terjadi, siapa lelaki yang berada di depanku ini? Jujur jika dilihat ia cukup tampan, tidak, dia sangat tampan. Apalagi dengan rahang yang terlihat tegas, hidung mancung, rambut dan kulitnya yang seputih salju, mata hijau zamrudnya yang bercahaya memantulkan bayanganku, serta badannya tidak terlalu besar tapi aku yakin dia mempunyai otot-otot yang cukup kuat untuk mengangkat pedang itu.

"Permisi?" ucapnya yang membuatku terhentak sadar. Kuanggukkan kepalaku dan kutatap ia dengan ragu. "Bagaimana keadaan gadis yang lain?" tanyaku agak ragu.

"Maaf, aku tidak yakin jika masih ada yang lain," ujarnya. Mendengarnya hatiku sangat berkecamuk, tanganku kembali bergetar, tak sadar air mata mengalir dari pipiku. Tiba-tiba kehangatan muncul, lelaki itu mengusap air mata yang mengalir dari pipiku, ditambah dengan senyum manisnya ia menatapku. Aku yakin sekarang wajahku semerah tomat.

"Jangan menangis, aku akan melindungimu."

Deg...

Oh Tuhan, jika ini malaikat yang engkau kirimkan untuk menolongku aku sangat berterimakasih. Tapi haruskah malaikatnya setampan ini? Dia sangat bercahaya sampai sampai aku dibuat silau olehnya.

"Jika Nona berkenan, maukah ikut bersamaku?" tanyanya sambil mengulurkan tangan. Aku menatap tangannya, tangan yang terlihat dua kali lebih besar dari tanganku, tangan yang terlihat tak mulus akibat memegang pedang dan sering digunakan untuk bertarung. Hanya melihatnya saja aku bisa tau.

"Kemana kau membawaku?" tanyaku, dia masih saja mengulurkan tangannya kepadaku.

"Ketempat di mana aku bisa melindunginmu," balasnya dengan senyum manis yang terukir di wajahnya yang tampan.

Deg...

Lagi lagi aku terpana, mata hijau zamrudnya seakan akan menyihirku lebih dalam. Aku mengangguk dan menerima ulurannya tanpa sadar. Aku terjatuh, kakiku ternyata masih lemah karena syok. Lelaki itu memegang bahuku dan menuntutku perlahan.

"Nyaman sekali," pikirku.

"Siapa nama panjang Nona?" tanyanya, kutolehkan kepalaku ke atas agar bisa melihatnya, lalu kupalingkan lagi. Ternyata aku masih belum bisa menatap matanya yang indah itu.

"Emilia Chrishabel, Tuan?" tanyaku balik.

"Saya Zidan-" Dia terhenti. "Hanya Zidan," lanjutnya dengan senyum hangat. Sungguh keindahan yang tidak bisa dilewatkan.

Oo~oO

"Apa yang membuatmu risau, Nona?" tanya Zidan kepadaku, aku menggeleng dan kembali menunduk. Kereta yang ku naiki sekarang berbeda. Ini adalah kereta milik Zidan. Sekarang kepalaku tidak akan saling berbenturan dengan kepala lain lagi karena tempat ini lumayan luas dan hanya ditempati olehku dan Zidan saja.

"Kenapa tidak antarkan aku pulang saja. Aku rindu dengan Ayahku," kataku dengan memelas berharap dia akan menuruti kata-kataku, karena aku pikir dia bukanlah lelaki brengsek yang akan menjualku sebagai budak atau wanita penghibur di kerajaan lain.

"Tidak bisa," ucapnya datar. Matanya kini berubah menjadi sangat tajam.

"Sial," umpatku dalam hati. Kutarik kembali kata-kataku. Aku merinding, sangat merinding...saat dia mengucapkan dua kata itu sembari menatapku tajam. Aku menelan ludah mengambil ancang-ancang untuk kembali berbicara.

"Kenapa?" kataku gugup.

kenapa! kenapa hanya kata itu yang bisa kuucapkan! Padahal ada banyak kalimat yang terlintas di otakku. Kenapa hanya kata itu yang keluar, apalagi aku mengucapnya dengan suara serak dan bergetar. Pasti saat ini wajahku terlihat sangat ketakutan.

Kuberanian diri untuk menoleh ke arahnya. Betapa terkejutnya diriku saat mendapati ia tersenyum padaku lembut. "Saya akan menjelaskannya nanti setelah kita sampai, ya Nona?" katanya, aku mengangguk.

Sekarang hanya keheningan yang menemani perjalanan kami hingga kereta berhenti di sebuah tempat. Aku mengeluarkan kepalaku dari jendela. "Wuah!" kagumku saat melihat istana yang super megah dengan warna dominan emas tersebut. Tanpa ku sadari Zidan sudah terlebih dahulu keluar dari kereta, lalu ia membukakan pintu untukku.

"Mari," ucapnya dengan mengulurkan tangan. Kuterima uluran tangan itu. Layaknya seperti Putri Raja, aku berjalan menuruni tiga anak tangga kereta.

Sebenarnya aku berat hati menerima ini semua, karena aku hanyalah seorang warga biasa. Naik kereta sebagus ini saja sudah menjadi suatu kebanggaan tersendiri untukku, apalagi jika ada orang yang mengulurkan tangan kepadaku. Aku yakin Zidan bukanlah dari golongan biasa. Terlihat dari pakaiannya yang sangat mewah ini mungkin saja dia adalah seorang ksatria kelas atas atau seorang bangsawan? aku tidak tau, kita lihat saja nanti.

Aku mengikutinya dari belakang, terlihat beberapa pelayan membungkukkan badan mereka. Bahkan tidak hanya para pelayan, para ksatria berzirah ikut menundukkan badan mereka. Melihat hal itu tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak, tidak mungkin kan jika hanya ksatria, mereka akan menundukkan badan mereka seperti ini. Pastilah Zidan berada di level yang lebih tinggi.

"Kita akan menemui Raja dan Ratu jadi jaga sikapmu nanti, ya Nona?"

Deg...

"Tunggu, kau bilang Raja dan Ratu!" ucapku agak lantang. Orang-orang di sekitar kami menatapku dengan wajah terkejut tak percaya. Ada apa dengan mereka? Apa aku melakukan kesalahan?

"Iya," katanya sembari tersenyum.

Aku pikir ini hanyalah rumah seorang bangsawan kaya yang mirip dengan istana. Tetapi tidak aku sangka ini memanglah istana.

"Istana mana? kerajaan mana?" Tiba-tiba pikiranku penuh dengan pertanyaan itu.

Aku kembali berjalan mengikuti Zidan yang sudah sedikit jauh dariku. Ia mendorong pintu besar yang dihiasi dengan permata itu dengan kuat

"Apa! Dia bodoh ya?! bukankah dia bilang orang yang akan kita temui adalah Raja dan Ratu. Tetapi, kenapa dia bersikap kasar seperti itu!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZIDAN : Curse in DragoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang