1. Is He Your Sugar Daddy or....?

3.3K 295 113
                                    

WARN! it'll be long chapter! (3000+ words)

"Makasih bang udah dianterin, aku berangkat sekolah dulu ya. Dadah!"

Buru-buru Acha turun dari mobil. Sebelum ia berhasil menutup pintu, ucapan Eja menginterupsinya.

"Nanti sore nunggunya di pos satpam aja ya, biar langsung jalan. Aku mau sekalian ngasih proposal ke kontrakan angkatanku."

Acha segera mengacungkan jempol lalu menutup pintu mobil. Eja menatap kepergian pacar kecilnya (secara umur, Acha memang masih kecil. Tapi kalau badan, malah tingginya sekarang sudah melewati Eja). Pemuda itu tersenyum kecil. Setelah meyakinkan kekasihnya sampai kelas dengan selamat (iya, Eja memang suka menunggu Acha sampai masuk kelas dulu dari dalam mobil. Bucin kebangetan), Eja memutar stirnya, dan mobil Porsche hitam itu melenggang meninggalkan parkiran SMAN 101.
.
.
.
.
.
Sekarang jam 9.30, waktunya istirahat di SMAN 101. Kelas 10 IPA 2 yang tadinya hening karena sedang berlangsung kelas matematika peminatan (gurunya galak, makanya kelasnya bisa sepi) seketika riuh setelah mendengar bel istirahat berbunyi. Guru mereka berpamitan meninggalkan kelas, diikuti serombongan siswa yang kelaparan menuju kantin. Terkecuali Acha.

"Sya, gak ngantin?"

Itu Alvin, teman sekelas Acha. Laki-laki itu menghampiri Acha yang masih terduduk di bangkunya bersama Andra, teman sebangku Acha. Yang ditanya hanya menggeleng, lalu mulai mengeluarkan PSP dari tasnya. Tanpa menatap kedua temannya, ia berujar. "Enggak, aku ngantinnya istirahat kedua aja. Males banget kalo sekarang, pasti rame."

Alvin menarik kursi dari meja sebelah kemudian duduk di samping Acha. Ia menatap Andra, mencoba telepati untuk mengajak Acha ke kantin, namun lelaki manis itu hanya menggeleng dan mengangkat bahu. Alvin menghela napas pelan, akhirnya ia memutuskan untuk ikut mengintip PSP yang Acha mainkan di tangannya.

"Aku ke kantin dulu ya. Vin, Sya, kalian mau nitip sesuatu gak?" Andra bangkit dari kursinya menatap dua temannya yang masih terfokus pada layar persegi di genggaman Acha. Yang paling bongsor hanya menggumam dan menggeleng sekali tanpa mengalihkan perhatiannya. Mau tak mau, Alvin yang jadi juru bicara.

"Gak usah, Dra. Nanti kita berdua nyusul aja kalo mau. Makasih ya udah nawarin,"

Andra mengangguk, kemudian ia berlalu meninggalkan dua sejoli yang masih betah di kelas. Alvin kembali menaruh atensinya pada Acha. Ia menatap sepatu Acha yang terlihat baru.

"Wih, sepatu baru, Sya? Nike Air Zoom Freak 1 yang punya Giannis Antetokounmpo gak sih?"

Jawaban yang Alvin dapat hanya gumaman yang terdengar tak acuh. Memang Acha begitu, di kelas dia jarang berinteraksi aktif. Seringnya sibuk dengan PSP dan HP-nya. Tapi Alvin dan Andra tetap getol mendekatinya. Terutama Alvin. Hampir sebulan dan rutinitas mereka tetap sama, Acha sering mengacuhkan mereka berdua tapi entah mengapa mereka tetap bertahan di samping Acha.

Alvin tidak menyerah. Dia tidak suka diacuhkan, maka ia berusaha membangun konversasi baru dengan Acha.

"Sya, kan katanya kamu bukan orang sini, terus kamu di sini tinggal sama siapa?"

Jemari Acha berhenti sepersekian detikㅡAlvin menyadari ituㅡ dan ia menjawab, "Sama abang."

"Di biodata kamu nulis kamu anak tunggal loh, abang yang mana?"

Acha mem-pause permainannya. Sudut bibir Alvin terangkat sedikit. Hampir sebulan ini, ia mempelajari gerik temannya ini. Tiap disinggung soal ia tinggal di mana di kota ini, pasti seperti ada yang menyengatnya. Seperti ada sesuatu yang ditutupi.

Maka dari itu, Alvin tetap bertahan di sisinya meski teman-teman sekelas lainnya telah sungkan mendekati Acha yang seperti menarik diri. Ia suka sisi Acha yang penuh misteri.

BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang