2. Eja's Daily

2.3K 243 61
                                    

Warning! 4000+ words you might get bored:')

Kalau bicara keseharian Eja saat ada Acha atau tidak, sebenarnya sama saja. Bedanya, hanya di pagi hari dia harus bangun paling lambat pukul enam pagi karena harus mengurus bayi besarnya itu ke sekolah. Sebenarnya jarak dari apartemen mereka ke sekolah Acha tidak jauh, sekitar lima belas menit kalau naik motor tapi Eja selalu menyempatkan diri membuat sarapan untuk mereka berdua, syukur-syukur membekali Acha sekotak bento sederhana (kalau sedang rajin, toh cuma menggoreng tempura atau nugget, atau terkadang mengikuti resep di internet tapi seringnya sih gagal) karena bagaimanapun, orangtua Acha sudah menitipkan anak semata wayangnya pada Eja. Maka, Eja bertanggung jawab penuh terhadap Acha di sini. Toh, dia tidak keberatan sama sekali.

(Mami-Papi hanya tidak tahu, tanpa perlu kata, "Kami titip Acha ya, Ja. Tolong jaga dia.", Eja sudah pasti menjaga remaja itu dengan segenap jiwa dan raganya.)

Kebiasaan bangun pagi ini cukup menyehatkan, kalau boleh dibilang. Biasanya, Eja bangun nyerempet masuk kuliah, sekitar jam tujuh. Kelas terpaginya ada di jam setengah delapan. Malah, semester kemarin ia sama sekali tidak mengambil kelas pagi, paling pagi kelas jam sepuluh. Itupun biasanya sehabis begadang, entah karena mengejar deadline tugas, rapat himpunan, atau sekadar nongkrong dengan teman-temannya. Bangun pagi ternyata menyegarkan. Udara masih bersih karena lalu lalang kendaraan masih sepi. Syahdu suasananya. Kadang Eja menyeruput kopi di balkon sambil menunggu Acha selesai mandi. Duh, Eja berasa seperti bintang film dimana dia sebagai cowo kota kaya raya yang sedang menikmati pagi di ibu kota. Kekinian banget deh.

Dan lagi, karena perlu meyakinkan Acha selalu sarapan dan memenuhi asupan gizinya, Eja jadi ketularan kebiasaan sarapan yang mana dulu mah boro-boro sarapan, berangkat ke kampus gak telat aja udah syukur. Lalu, ia jadi suka mencoba-coba masak untuk makan mereka, yang mana mengasah skill masaknya yang ternyata yaaa tidak buruk-buruk amat untuk ukuran bujangan. Yang paling terasa sih, jam tidurnya itu. Sekarang Eja nyaris tidak pernah tidur diatas pukul sebelas malam. Pokoknya ia selalu meyakinkan bahwa Acha tidur berkualitas, tidak ada begadang yang tidak perlu.

(Kalau ini sih, mungkin karena Eja masih libur semester ya. Kalau sudah masuk sih mana mungkin bisa tidur cepat, deadline tugas dan proker setumpuk gak bakalan selesai kalau dia tidak begadang.)

Terus, yang paling paling paling senang tuh, saat mengantar Acha sekolah. Kadang, Acha memeluknya selama perjalanan ke sekolah. Mungkin karena dinginnya pagi makanya ia suka sekali mengeratkan tubuh ke yang lebih tua. Atau, kalau sedang beruntung suka dapat cium pipi bonus dari Acha. Memang, Acha kalau mood paginya lagi baik, suka jadi clingy. Makin mau memiliki aja si Eja.

Eh lupa, kan memang sudah milik Eja. Hehe.

Seperti sekarang, mereka baru sampai di depan gerbang SMAN 101. Jam di gerbang masih menunjukkan pukul setengah tujuh, mereka berangkat terlalu pagi. Sekolah masih agak sepi, Acha memberikan helmnya pada Eja sambil melirik sekeliling. Setelah dirasa aman, ia melayangkan aksinya. Mencium kilat pipi Eja yang masih terbalut helm. Setelahnya Acha menunduk malu.

"Makasih bang udah dianter, makasih juga bekelnya. Aku sekolah ya,"

Suara Acha bergumam lirih tapi Eja masih dapat mendengarnya dibalik helm. Eja yang gemas menggusak rambut pacarnya dan menjawab meski suaranya teredam.

"Iya, baik-baik di sekolah yaa,"

Acha mengangguk dan berlalu menuju kelas. Eja masih diam di tempat sampai punggung Acha menghilang dari pandangan. Masih jam enam lewat tiga puluh enam menit. Mungkin dia akan lanjut tidur sehabis itu main PS di apartemen, mengingat bajunya juga sudah ia masukan ke binatu kemarin. Tidak ada yang ia perlu lakukan hari ini jadi ia bisa berleha-leha sambil menunggu waktu Acha pulang sekolah. Belum sempat ia menancap gas motornya, ponsel di saku trainingnya bergetar. Ada pesan masuk. Biasanya Eja membisukan notifikasi yang tidak penting, kecuali sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Karena Eja merasa ini mungkin substansial, maka ia menyempatkan diri mengecek pesan itu terlebih dahulu.

BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang