Bahagia itu tidak melulu harus berupa materi, berupa seseorang yang dicintai menyapa kemudian tersenyum manis itu udah cukup buat bahagia.
Della sudah tidak sabar membuka isi kertas pemberian dari Brylian. Sampai saat ini ia masih memeluk kertas itu, tentunya dengan senyum-senyum sendiri. Jantungnya juga berdetak begitu kencang. Sampai tangannya gemeteran. Seseneng itu ya kalau bisa bertemu, saling senyum, menyapa, dan diberikan hadiah berupa tanda tangan?
Della membuka gulungan kertas itu perlahan baru juga beberapa bagian yang berhasil terlihat, Della sudah dikejutkan dengan bunyi handphone miliknya yang menandakan ada yang menelepon.
"Siapa sih? Ganggu!" Dilihatnya layar handphone yang bertuliskan nomor tidak dikenal.
"Masih musim ya nipu orang dengan cara telepon gini. Entar paling juga bilang, 'anak kamu sedang di kantor polisi' terus minta kiriman uang katanya 'aku nggak bisa pulang' Halah udah tau aku belum punya anak. Nggak akan ketipulah sekarang mah." ucap Della kepada dirinya sendiri sembari mematikan panggilan telepon.
Della kembali membuka kertas itu.
Terdapat satu tanda tangan berukuran besar disertai tulisan di bawahnya. 'Terima kasih sudah mau mendukungku. Bagaimana tangannya? sudah sembuh? semoga saja sudah. -Brylian.'"IBUUUUU." teriak Della bahagia.
"Ada apa?" Ibu Della sudah berada di depan pintu. Terkejut anaknya memanggil dengan suara yang keras.
"Eh... enggak Bu, tadi... tadi ada.. ada cicak lewat, Della kira buaya." ucap Della sembari menyengir.
"Della, Della cicak kok jadi buaya. Cepet tidur, kecapean tuh butuh istirahat."
"Hehe, maaf ya, Bu udah ngagetin Ibu."
Ibu Della sudah kembali ke kamarnya. Meninggalkan Della yang masih dengan ekspresi bahagianya. Dan masih memeluk kertas itu.
"Brylian kamu buat aku makin lope lope."
--------
Setelah Nissa melapor ke polisi mengenai motornya yang tadi dicuri, Nissa segera memberitahu Papanya, menjelaskan semuanya dan apa jawaban dari Papanya?"Dikasih motor biasa aja bisa sampai kemalingan, apa lagi kalau dikasih mobil mewah? Urus saja motor kamu yang hilang itu sama Bi Iyoh." ucap Papa Nissa dengan penuh kemarahan. Membuat Nissa diam dan meneteskan air matanya.
"Iya Pah, nanti Nissa urus semuanya sama Bi Iyoh. Kan orang tua Nissa Bi Iyoh. Iya kan? Apa-apa Bi Iyoh selalu ada buat Nissa. Masakin Nissa, urus Nissa, bahkan ngambil rapot pun Bi Iyoh." ucap Nissa mengeluarkan unek-uneknya.
plak
Sebuah tamparan mengenai pipi Nissa. Membuat tangannya dengan refleks menyentuh pipi yang sekarang sudah merah ini.
"Maaf... maaf, Nissa Papa nggak sengaja." ucap Papa Nissa sembari menyentuh pundak putrinya.
"Nissa benci Papa!" Nissa pergi meninggalkan Papanya. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah Della. Rumah sebenarnya yang sekarang ini Nissa butuhkan untuk sekadar pulang pada rumah yang benar-benar rumah.
Nissa sudah sampai di rumah Della dengan diantar supir Papanya. Tak lupa Nissa meminta supir tersebut untuk tidak memberitahukan kepada Papanya bahwa ia pergi ke rumah Della. Dan supir mengangguk mengiyakan.
Nissa mengetuk rumah Della. Tiga kali ketukan belum ada yang membukakan pintu, dan sampai diketukan ke lima, pintu itu terbuka dengan wajah Ibu Della yang benar-benar terlihat sosok Ibu yang Nissa rindukan.
"Nissa?" Ibu Della terkejut dengan kedatangan sahabat anaknya ini. Nissa memeluk Ibu Della. Menangis dalam pelukan seorang Ibu.
"Kamu kenapa? Kita masuk dulu ya." Ibu Della menuntun Nissa masuk ke dalam rumah.
"Della?" panggil Ibu. Untung saja perintah Ibu yang menyuruh Della segera tidur belum dilaksanakan. Jadi Della masih sadar kalau Ibunya memanggil.
"Baik-baik di sini ya kertas, Della mau samperin Bu boss dulu." ucap Della kepada kertas pemberian Brylian.
"Apa, Bu? Nissa?" Della terkejut melihat Nissa yang sedang menangis di dalam pelukan Ibu.
"Dellaaa. Hiks."
"Kenapa?" Della mendekati Nissa mengubah posisi memeluk Ibunya berubah memeluk Della.
"Papa jahat, Del. Papa jahat." ucap Nissa yang masih menangis. Della menatap Ibunya. Saling bertanya ada apa?
-----
Di hotel yang begitu nyaman untuk dipakai istirahat. Masih ada salah satu pemain timnas yang masih betah berdiam di luar. Duduk sembari melihat langit. Tapi pandangan matanya ke langit tidak diam, lantas berkelana pada satu orang."Bry! Ngapain lo di sini?" tanya Amanar yang melihat Brylian belum tidur.
"Eh elo. Enggak, nggak apa-apa. Belum ngantuk aja."
"Kalau lo ada masalah, bisalah lo cerita sama gue. Dijamin aman terkendali lah." ucap Amanar so meyakinkan.
"Nggak ada apa-apa kok."
Amanar sudah menguap.
"Ya udah, gue tidur duluan ya. Lo juga tidur. Besok kita masih harus latihan yang ekstra."
"Iya siap."
Brylian masih betah di luar. Sekarang yang dilakukannya adalah menatap roomchat di handphone miliknya.
Hanya ada satu nama yang tertera di sana. Orang yang membuat ia menjadi seperti ini. Menjadi kurang bersemangat, dan terus dirundung rasa rindu.***
HALLO✨
Masih suka kah anda membaca cerita ini?
Kali ini dua sejoli sedang tidak berbahagia bersama. Yang satu senang yang satu sedih:( Ada yang mau hibur Nissa ga?Btw kalau kalian dapat kertas yang isinya kaya Della gitu bakal seneng ga? Jadi mau:( pasti bakal dilaminating biar awet *iye da makanan awet. #yamaap:(
Brylian lagi mikirin siapa sih? yang buat dia ga bisa move on?
TEMUKAN JAWABANNYA DI KELANJUTAN CERITA INI YA
Terima kasih sudah mau mampir lalu membaca cerita ini🌻
Jangan lupa vote, comment and share biar ngehalunya ga sendirian😲
MAKASIH
PELUK JAUH❤
DAN
SALAM KHAYAL😌
#nungguslientreadermuncul
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Terdepan
FanfictionGaris Terdepan merupakan salah satu lagu Fiersa Besari. Ada lirik yang kalimatnya seperti ini 'Bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung, pasti kau temukan aku di garis terdepan bertepuk dengan sebelah tangan' nah...