8

71 4 2
                                    

Masa lalu itu memang sulit untuk dilupakan apalagi jika orang yang ada di masa lalu tersebut adalah seseorang yang selalu ditunggu kehadirannya oleh diri sendiri.

Brylian terlihat begitu senang, sedari tadi dia senyum-senyum sendiri sembari memainkan handphonenya.

"Woy! Cengar-cengir mulu. Mikirin apaan? Jangan bilang lagi mikirin yang jorok." celetuk Zico.

"Enak aja lu ngomong! kagaklah. Gue lagi seneng. Mau tau nggak kenapa?" tanya Brylian yang membuat Zico penasaran.

"Kenapa?"

"Hari ini Dinda pulang dari Batam. Dan dia mau nemuin gue di stadion pas nanti kita latihan."

"Sore ini?"

"Heem."

"Si Dinda yang buat lo galau mulu?"

"Gue nggak galau ya!"

"Gue nggak suka sama tuh anak."

"Bodo amat. Itu kan elo bukan gue."

"Yee gue mah cuma mau ngingetin aja kalau dia-"

"Tudududu." ucap Brylian melengos ke luar kamar tanpa memperdulikan perkataan Zico.

----
"Aku antar pulang ya, Del." pinta Adam ketika melihat Della keluar dari kelasnya.

"Nggak usah. Aku bisa pulang sendiri."

"Adam! Mmm aku pulang bareng kamu ya." ucap Zahra sembari mendekati Adam.

"Duluan ya, Dam." ucap Della yang setelahnya melengos pergi.

"Heh bocah." langkah Della terhenti ketika seseorang mencekal tangannya.

"Yahh ini lagi. Lepas!"

"Enggak ya. Kali ini kamu nggak akan bisa ke mana-mana. Zahra nih anak udah minta maaf?" --Zahra mendatangiku bersama Adam.

"Boro-boro kak, yang ada dia malah merasa nggak punya salah!"

"Heh Zahra! aku emang nggak pernah punya salah sama kamu. Justru kamu yang buat masalah duluan. Nih tangan aku jadi gini gara-gara kamu!"
ucap Della sembari menunjukan luka di tangannya yang masih berbekas.

"Bener, Zahra?" tanya Andy.

"Mmm enggak. Dia bohong."

"Terserah mau percaya atau enggak. Yang jelas aku ataupun Nissa, kita nggak akan pernah minta maaf sama Zahra!" Della menarik tangannya yang tadi dicekal oleh Andy.

"Del, tunggu." teriak Adam menyusul Della.

"Aku anterin ya plisss."

Della menghela napas panjang.

"Kenapa sih, Dam kamu maksa aku buat mau dianter sama kamu?" tanya Della ketika sudah berada di mobil Adam.

"Nggak apa-apa. Aku cuma senang aja bisa anter kamu pulang."

"Oh ya gimana pertandingan yang waktu itu?"

"Cuma bisa jadi juara ketiga, Del." ucap Adam kecewa.

"Kok cuma? Itu bagus lho. Kamu harus bangga sama pencapaian kamu selama ini." --Adam menoleh ke Della dan tersenyum tentunya dengan senyuman yang bikin diabetes.

"Aku kangen kamu ikut latihan lagi."

Seketika lengang.

"Aku turun di sini ya."

"Lho rumah kamu kan masih harus ke depan sana?"

"Kalau kamu antar aku sampai rumah yang ada kamu bakal susah buat putar baliknya. Jalanan depan rumah sempit. Aku pulang ya. Makasih." Della melepas seat belt dan segera keluar dari mobil.

Garis Terdepan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang