Sudah lima belas menit yang lalu Kak Andy pulang dari rumahku. Tadi Ibu sempat curiga mengapa aku berjalan dan menatap orang atau benda yang ibu suruh untuk aku ambilkan agak berbeda, seperti harus mengamati beberapa detik baru benar-benar kuraih dan kuberikan kepada Ibu.
"Gapapa, Bu. Della takut salah ambil aja, entar Ibu suruh ambil garam malah Della bawain gula," begitulah aku menjawab kecurigaan ibu.
Sejak hadirnya Kak Andy⚊sejak tadi siang aku disuruh Ibu untuk membantunya masak di dapur. Sebetulnya aku sudah menolak dengan alasan aku sedang banyak tugas tetapi Ibu tetap memaksa. Yang kusebalkan di sini bukan karena Ibu yang menyuruhku, tetapi aku sebal harus ikut memasak untuk makan bersama dengan Kak Andy. Ya, Ibu masak untuk dihidangkan di meja makan dengan Kak Andy yang kata Ibu, "kamu harus cobain masakannya Della," jelas-jelas yang memasak Ibu, sedangkan aku tiap kali di dapur cuma mengambil barang atau bumbu yang itu pun karena Ibu menyuruhnya atau memotong sayuran. Kalau tidak ya sudah paling cuma liatin aja.
Kak Andy diperlakukan baik seperti itu bukan tanpa sebab. Di sela-sela kesibukan Ibu memasak tadi, Ibu cerita kalau Kak Andy sudah menolong Ibu sewaktu kecopetan di jalan. Dan ini bentuk wujud rasa terima kasih Ibu untuk Kak Andy.
Sebenarnya aku tidak masalah dengan ini semua, yang jadi masalahnya aku kesal dengan sepupunya itu. Zahra. Gara-gara dia mataku jadi seperti ini. Jujur hingga sekarang mataku belum menunjukan perubahan sedikit pun. Masih tetap buram.
Entah apakah Ibu masih akan sebaik ini atau tidak kepada Kak Andy jika Ibu mengetahui semuanya.
Setelah makan aku memutuskan untuk masuk ke kamar, tanpa menggubris pertanyaan Kak Andy yang menanyakan mengenai sepupu kesayangannya itu. Boro-boro mau jawab, dengar namanya disebut aja udah gedek.
Terserah aku akan dinilai seperti apa olehnya. Mungkin dinilai anak yang tidak sopan? Bodo amat! Kali ini aku benar-benar sedang kesal.
------
Tok Tok Tok
"Del? Tuh di depan ada... siapa itu yang kamu suka? Brylian?"
Della yang sedang asik rebahan seketika bangun dengan ekspresi terkejut.
"Brylian? Di mana? Di rumah kita?"
Bukannya menjawab Ibu malah mengedikan bahu dan setelah itu Ibu keluar dari kamar.Tak mau berlama-lama diam, Della segera menetralkan perasaannya. Della berjalan keluar menemui Brylian yang kata Ibu dia sedang berada di depan.
"Tapi, masa sih ada Brylian, tau dari mana coba rumah aku," meskipun ragu Della tetap meneruskan langkahnya ke depan rumah untuk memastikan.
Dan hasilnya waw, tidak ada siapa-siapa di luar.
"Ibuuuu... kok isengin Della sih?!" Della menemui Ibu yang sedang menonton televisi sembari menahan tawa.
"Ya abisnya dari tadi kamu di kamar terus, nggak keluar-keluar. Giliran dibilang ada Brylian baru deh mau keluar kamar."
"Cie anak Ibu ngambek nih?"
Tok Tok Tok
"Nah itu kali Brylian? sana kamu liat, Del."
Della kembali berdiri dan berjalan untuk membuka pintu.
"Adam?"
"Hei."
"Ada apa ke sini?"
"Tamunya suruh masuk Della," teriak Ibu dari dalam.
"Masuk dulu."
"Ini itu, Nak Adam ya?" tanya Ibu memastikan.
"Iya tante," Adam menyalami tangan Ibu.
"Ya sudah kalian ngobrol aja di sini, Ibu ke kamar ya, mau istirahat. Della nanti buatkan minum buat Nak Adamnya ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Terdepan
FanfictionGaris Terdepan merupakan salah satu lagu Fiersa Besari. Ada lirik yang kalimatnya seperti ini 'Bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung, pasti kau temukan aku di garis terdepan bertepuk dengan sebelah tangan' nah...