Bagian 3 : Convince Myself

11 2 0
                                    

Seminggu kemudian gua mencoba menemui orang tuanya Melissa bersama Frank. Dan gua bener-bener dapet pencerahan disitu. Mereka sudah cerita dengan jelas dan meyakinkan gue akan kematian Melissa, walau sebenarnya gua masih belum percaya. Bahkan mereka sampai menceritakan kronologi kematian Melissa menurut pihak kepolisian dan menunjukkan bukti otopsi dari pihak rumah sakit.

"lu masih pakek acara perasaan dan gak percayaan. Yang masukin dia ke dalam liang lahat gua! Pakek tangan gua sendiri! Gak minjem tangan orang lain." Tegas Frank.

"ya elah lu tong, ini kan firasat dan perasaan gua doang frank!" jawabku

"halah alesan lu, gua tau lu sedih, terima ajalah kenyataan. Sabar bro." Bantah Frank.

"kami juga paham mas Ardi, kesedihanmu karena kehilangan kekasihmu. Tapi ini sudah takdir yang maha kuasa, tak bisa dipungkiri bahwa Melissa telah tiada. Mungkin ada makna dan maksud tuhan dibalik itu semua, mohon bersabar saja ya nak. Takdir berkata lain." Kata ibundanya Melissa. Ibunya seakan menganggapku sebagai putra sendiri, berbeda dengan ayahnya yang baru ikut duduk bersama kita, yang agak sinis ketika menghadapiku. Beliau hanya duduk sebentar ketika hari ini aku bersama Frank datang kerumahnya untuk berbela sungkawa.

"ada apa ini mas?" tanya ayahnya Melissa

"nganu pak, yah Cuma mau ngucapin bela sungkawa aja" jawabku

"mas... mas. Udah lewat 23 hari mah udah gak laku bela sungkawanya mas" ujarnya sinis

"biarlah pak, namanya juga pacar." Istrinya menengahi.

" saya juga tau pak dah telat, sayanya sibuk banget sih, kalau enggak mah saya sudah pasti kesini" jawabku sambil terkekeh.

" ya sudahlah mas Ardi, saya ke kamar dulu. ngobrol sama ibu aja." Ujar ayahnya sambil beranjak pergi dan masuk ke kamar, kemudian membanting pintu.

"maaf ya mas, maklum beliau lagi pusing. Anak satu-satunya meninggal. Kan Melissa dicalonkan untuk meneruskan perusahaannya beliau."

"ah elah, dah biasa buk! Saya kan udah berapa kali kesini, dah kenal saya sama wataknya beliau." Jawabku.

"wah, syukurlah kalau gitu, jadi gak enak ibu. Yaudah, mau minum apa?"

"waduh buk, gak usah repot-repot buk, es capucinno aja buk." Jawabku lugas, sementara ibunya Melissa tertawa kecil.

"hush kamu ini, Di!" tegur Frank

"yelah Prenk! Dah biasa gua! ya nggak buk?" jawabku enteng

"iya... iya." Timpal ibunya melissa sambil memanggil pembantunya

"itu buk, kalau punya saya gak usah pakai es." Tambah frank.

"oh iya. Gak usah pakai es mbak yang satu" pesan ibunya melissa

"yee, elu prenk! Sama aja, kagak ada bedanya!" celetukku.

"wah, batuk gua Di kalo minum es."

"biasa aja mas Ardi, mas Frank, gapapa kok" ujar ibunya sambil tersenyum manis, gua jamin gak ada yang gak tergoda liat tante-tante badai bener kaya maknya Melissa.

"sebenarmya saya tau buk, bapak dah sering ngelarang Melissa untuk hubungan lagi sama saya. saya sih udah sering ngingetin, cuman Melissanya aja masih bandel."

"wah saya jadi inget, dulu emang bapak sama Melissa sering tengkar masalah kamu, bapak dari dulu emang hobi tengkar. Sama siapa aja pasti bertengkar. Tapi sekarang Melissanya udah nggak ada, padahal ibu setuju banget kalau nanti melissa bisa nikah sama kamu. Moga-moga diberi pengganti yang lebih baik nantinya ya."

"makasih buk atas doanya, cuman masalah tadi kayanya si Frank deh yang agak shock liat bapak kayak gitu." Ujarku sambil menyikut Frank

"dih apa-apaan sih lu! nggak bu, itu udah biasa. Saya udah biasa kaya gitu sama ibu kos" timpal Frank

"oh, sampeyan ngekos toh?" tanya ibunya Melissa

"nggak buk, saya kebetulan tinggal sebelah kos-kosan, tapi karena saya sering main gitar, brisik, jadi berantem mulu sama ibu kos." Terang Frank

"oalah gitu toh, yaudah silakan diminum." Jawab ibunya sambil mempersilahkan kami minum. Setelah minum dan ngobrol sebentar sambil menunjukkan hasil otopsi dan laporan kepolisian, kamipun pamit untuk pulang.

Selama perjalanan kami hanya diam saja, suasana hening. Sampai pada akhirnya Frank melontarkan pertanyaan kepada gue.

"bro, gua ada yang ngganjel dihati gua nih."

"utarakan aja bro, jangan diselatankan."

"gua bingung dah sama lu."

"emangnya kenapa coeg?"

"dari semenjak gua ngabarin kematiannya Melissa sampai sekarang, lu kayanya enjoy-enjoy aja dah? Lu sebenernya sedih nggak sih pacar lu dibunuh?" tanya Frank gelisah.

"pinggirin motor lu. Turunin gua disini." Perintahku

"denger ya..., sebenarnya gua juga ngerasa kehilangan. Tapi gua ngerasa ada sesuatu yang janggal pada musibah ini. Dan gua masih merasa Melissa hidup dan ada di sekitar gua. Jadi nggak ada kekhawatiran atau kegalauan dalam hati gua. Entahlah." jawabku lugas.

"trus, ngapain lu gaya-gayaan kaya film sinetron cinta-cintaan, nyuruh-nyuruh pinggirin motor trus nyuruh gua nurunin lu disini? Jijik tau."

"eh bego, ini gang ke kos-kosan gua panjul, lupa lu ya? pikun dipiara! Gede siapa yang mau nyekolahin?"

"masa sih dah sampai di kos-kosan lu?"

"iya kojul! Liat noh! Jalan sari! Gua tinggal masuk kedalem doang! Hee, panjul!"

"oh, yaudah, Gua balik dulu dah. Tapi gua kasian dah sama lu, mungkin lu saking merasa kehilangannya sampai berhalusinasi." Ucap Frank sambil ngegas motornya, melaju ke rumah.

"et, sue lu!" teriakku. Akupun lantas kembali ke kosan.

"kalau gini ceritanya, kayanya gua harus konsultasi sama temen gua dah"

Sure She's Died?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang