001

20 6 6
                                    

[BAGIAN SATU]

"Woi, lu kenapa sih dari tadi diem aja?" tanya Jane penasaran. Pasalnya semenjak kembali dari ruang OSIS, Bulan diam saja dengan pandangan horor. Wajahnya pucat dan bergumam tidak jelas sambil gigit-gigit tutup Tupperware punya Bundanya.

"Butuh di rukyah ni bocah," ujar Zerra ikut-ikutan. "Lu kenapa sih, kayak abis ketemu sama setan aja."

"Heh, lu belum bicara apapun tentang Kak Baskar. Gimana tadi?" Jane masih penasaran rupanya perihal sahabatnya ini.

Dengan raut ngeri dan perlahan, Bulan menengok ke arah Jane dan Zerra yang duduk dikursi depannya. Dengan sedikit drama dan peragaan yang menjiwai, Bulan menceritakan kesialan apa yang dialaminya tadi siang. Kedua sahabatnya melihatnya prihatin sekaligus menahan tawa.

"Aduh, kasian banget sih lo. Sabar ya kawan," ungkap Jane dengan raut prihatin.

Sedangkan Zerra hanya menenangkan dengan sedikit ejekan. "Alah gak usah khawatirlah. Paling Kak Garong cuma bohongan. Lagian, lu ogeb sih, gak liat-liat dulu."

"Ya manalah aku tau kalau tiba-tiba si Garong yang ada di dalam. Kalau lah aku tahu, mana sudi aku bertemu dengan dia." ucap Bulan dengan dialek khas Medan. Ia memijit-mijit pelipis sama seperti Ibu-ibu yang banyak hutang, frustasi.

TING!

+6285768xxxxx
Hai gmbul, inget ntar gua jmput depan gerbang. Lu tau kn siapa gua. Awas kalo lu kabur!

"What the hell!"

"Oh ahh, oh ahh."

Oke, itu Jane yang teriak. Bulan sudah hampir mangap tapi keduluan Jane. Dan yang desah-panik-gak jelas itu adalah Zerra. Bulan jadi bingung, bukannya dia yang dikirimi pesan kematian ini, kok malah mereka berdua yang heboh?

×××

"Heh, lu pikir gua tukang ojek apa cuman pegangan di pundak gua!" teriak Gara keras.

Yang di belakang hanya bersungut-sungut menahan dongkol. "Ye lah ye lah."

Dibawah langit sore dengan sinar surya lembut, terlihat sepasang insan tidak serasi yang sedang berboncengan. Mereka adalah Bulan dan Gara.

Gara yang sedang mengendarai motor vespanya melirik dari kaca spion, memperhatikan Bulan. Merasa diperhatikan, Bulan balik menatap Gara. Hal itu terjadi beberapa menit, sampai teriakan melengking ibu-ibu menyadarkan mereka.

"Woi awas mobil, awas mobil."

Gara yang sadar lebih dulu, langsung banting stang ke trotoar sampai melewati depan emperan Toko Sembako. Engkong yang sedang jaga toko pun kaget dan hampir melempari Gara dan Bulan dengan minyak seplastik.

"Maaf kong!" teriak Gara sambil ngakak.

Bulan juga ikutan teriak, "Heh, kalo mau mati jangan ngajak ngajak dong!"

"Iya Nenek Lampir! Aduh gua laper, kita makan dulu ya." itu keputusan mutlak dari Gara tanpa bisa dibantah. Bulan hanya diam saja, sebenernya karena dia juga lapar sih.

xxx

Mereka sampai di warung makan kecil dengan spanduk besar bertuliskan "Warung Emak Jaleha". Bulan agak tidak menyangka, ternyata Gara orang yang cukup sederhana. Mungkin Gara enggak sejahat kelihatannya.

"Kenapa liat liat mulu, lu ga suka kita makan disini?" tanya Gara dengan sunggingan senyum jahatnya.

"Suka kok, cuma gak nyangka aja." jawab Bulan dengan menunduk.

"Yaudah ayo masuk." Gara berujar dengan menarik lengan baju Bulan. "Mak, kayak biasanya ya! Lu mau pesen apa Mbul?"

Tempat nya bersih, nyaman juga adem karena belakang warung terdapat banyak pematang sawah. Itu penilaian Bulan, setidaknya warung ini cukup higienis.

"Woi Mbul, malah ngelamun."

"Apa? Apa?" Bulan gelagapan dan panik.

"Emak tanya, lu mau makan apaan?" jawab Gara mengendikan bahu, "Malah ngelamun lagi."

"Sorry, sama kayak kamu ajalah pesenannya." ujar Bulan malu-malu.

"Yakin nih?" tantang Gara menaik-naikkan alisnya.

"Iyalah."

Hati Bulan mulai berkecamuk lagi, mimpi apa ya semalam kok bisa makan bareng orang super ganteng gini, meski nakal tapi lumayan sih. Mungkin dia orangnya baik, melihat interaksi antara Gara dan Emak Jaleha yang terlihat akrab.

"Nih den pesanannya."

Bulan memperhatikan dengan melongo makanan yang ada di depannya, kemudian menatap Gara, menatap makanan lagi dan Gara lagi. Gara yang memperhatikan ekspresi itu, menahan tawanya mati-matian.

"Yaudah dimakan, ngapain diliatin terus." ucap Gara dengan datar.

"Eh oh iya ya." Bulan diam-diam mengelus perutnya perlahan, 'Mampus, bisa mencret ini besok. Sial!' batinnya mendadak bisa meramal masa depan.

Baru beberapa suapan, Bulan sudah habis 3 gelas air putih yang gratis isi ulang. Mukanya sudah merah, bibirnya megap-megap, keringat meluncur deras dari pelipisnya. Tampak sekali ia kepedesan.

"Gila gila, ini sih sambelnya lebih pedes dari seblak Warung Bang Jo." gumam Bulan dengan gigi bergemeletuk.

Tawa dari orang di depannya pun meledak. Kalau gak sadar tempat, mungkin Gara sudah gulung gulung di tanah saking lucunya. "Mampus, tadi kan elu sendiri yang minta sama kayak gua."

Ternyata dia beneran iblis, Bulan seketika menarik kata-katanya yang mengira Gara itu agak Baik. Dan memandangi Gara penuh permusuhan.

"Apa? Lu berani sama gua?" tiba tiba saja Gara menghentikan tawanya dan mengganti suaranya dengan nada dingin. Bulan langsung geleng-geleng kepala dan menunduk.

"Good girl, abisin makanan lu. Biar gua yang bayar, ga ada bantahan!" seru Gara. Dengan sangat terpaksa Bulan menghabiskan sayur pare dengan sambel teri yang super pedas.

×××

Gara mengantar Bulan di depan rumahnya. Rumah kecil yang asri ini sungguh sangat nyaman dilihat dan kelihatan hidup. Pasti keluarga yang tinggal didalamnya bahagia. Gara memandang rumah itu dengan sedikit iri.

"Mas Gara, makasih ya udah anterin sampai rumah." ucap Bulan dengan sedikit canggung dan menunduk.

Gara sedikit terkejut dengan panggilan "Mas" dari Bulan. Seumur hidupnya, baru kali ini ia dipanggil dengan panggilan aneh tapi nyaman itu.

"Uh oke, gua pamit ya." ujar Gara agak kikuk dan langsung menstarter Athlas--nama motor kesayangan Gara-- dan meninggalkan Bulan.

"Hati hati dijalan ya Mas." teriak Bulan.

Aneh ya, Bulan kan suka dengan Baskara, kenapa jantungnya berdebar gak karuan ketika bersama Gara? Apa mungkin dia takut? Atau ada hal lainnya?

×××

Blurry FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang