"Jaehyun."
Pria berambut coklat yang tengah menerawang jauh itu menolehkan kepalanya, "Ya, Papa?"
"Terima kasih..."
"—Terima kasih sudah berjuang."
Jimmy menatap putranya lamat-lamat. Pasti pikiran anaknya itu kini sedang keruh. Terbaca dari air mukanya yang tampak kusut. Namun ia masih bisa bertingkah seolah-olah semuanya baik-baik saja.
"Ketahui hal ini, Nak. Sekesal-kesalnya kamu pada calon istrimu kelak, jangan pernah sekalipun menyakitinya. Baik secara fisik maupun psikis. Jangan pernah," ujarnya lalu melipat kacamata bacanya dan meletakannya di meja.
"... Zea tampak begitu kuat di luar, tetapi sesungguhnya hati dia sangat rapuh. Papa salut dengannya. Tidaklah mudah mengendalikan dan menyembunyikan emosi, apalagi di saat-saat kritis. Tumbuh tanpa figur kedua orangtua pasti sulit."
Jaehyun menarik nafasnya panjang, "Pa... Tolong yakini aku bahwa pernikahan kali ini akan berjalan mulus dan sempurna."
"Sejatinya tidak pernah ada pernikahan yang sempurna, Jaehyun. Tapi menurut Papa definisi sempurna itu relatif. Kamu dan Zea yang akan menjalani nantinya, kalian juga yang akan mencari arti sempurna itu sendiri."
***
"Winwin..."
Wanita itu meremas bahu lelaki di hadapannya dengan kuat sambil mencoba menatap kedua manik matanya.
"Winwin—"
"—Sebentar... Tolong... Aku butuh waktu..."
Lelaki bertubuh semampai itu terduduk di sofa sambil menopang kepala dengan kedua lengannya. Ia menghembuskan nafas panjang yang terdengar begitu lelah. Relung hatinya serasa dihujam pisau.
"Zea bahagia..." ucap wanita tersebut lirih. Sungguh, ia tidak tega melihat Winwin seperti ini. Seumur hidupnya merawat lelaki itu, baru kali ini ia melihatnya begitu kecewa. Baru kali ini... Winwin merasa cintanya dirampas.
Demi Tuhan, ia itu tidak menyangka bahwa Zea akan benar-benar dinikahi oleh pria kaya raya dari Seoul itu. Bukan masalah harta ataupun rupanya yang ia permasalahkan, melainkan kisah cinta Zea dan lelaki itu di masa lalu yang pernah masam. Apakah Zea senaif itu untuk memaafkan? Apakah ini yang dinamakan dibutakan oleh cinta?
Dadanya naik turun mengatur nafas yang sedari tadi tak stabil. Kecewa, marah, sedih, kini ia rasakan. Namun apa yang bisa ia perbuat? Menyatakan perasaannya pada Zea? Sudah terlambat. Pernikahan gadis itu akan dilaksanakan di Seoul minggu depan. Lagipula, dirinya tak sebanding dengan pria bernama Jung Jaehyun yang kaya raya, tampan, dan rupawan itu. Buat apa berjuang kalau tahu akan sia-sia?
Winwin menghembuskan nafasnya dengan tenang, lantas menatap manik mata Riley dalam.
"Apa yang bisa aku perbuat? Hanya merelakan, bukan?"
Riley hanya diam seribu bahasa. Ia tahu lelaki itu mungkin tidak akan pernah bisa merelakan hal ini.
"Silakan. Silakan Zea hidup bahagia dan tinggal bersama pengusaha kaya raya itu. Tetapi ketahuilah bahwa sekalinya bajingan, akan terus seperti bajingan."
"... Dan aku tak akan tinggal diam bila kejadian seperti yang lalu terulang kembali."
***
A/N :
Hai semua! Kembali lagi bersama Jaehyun, Jake, dan Zea.....
juga author val-baby :D
semoga penulisan Sequel : Metronome ini lancar sampai selesai yaaa. Seperti My Melody, aku bakalan buat beberapa chapter awal sedikit. Untuk update ga janji tiap minggu tapi diusahain banget kalo sempet yaa :( Have fun reading, semuanya!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Melody : Metronome
Fiksi Penggemar[ Sequel of My Melody ] "... Let the universe destined where we belong."