Jika memang dirimu masih mau menanggungnya, maka tanggunglah
Jika kau ingin melepas, lepaskanlah
Tidak pernah ada orang yang memaksamu karena hatimu hanya milikmu
***
"Eh?"
Shira menggeleng berlebihan menjawab ujaran Renda yang terlihat bete itu. Melihat itu sontak kedua pria yang ada disana membelalakan mata mereka kaget.
"Hati-hati nanti patah tulang leher" Ardo akhirnya terkekeh pelan sambil ikut menggelengkan kepala dua kali melihat tingkah Shira itu.
Semburat semerah tomat tentu kembali mewarnai kedua pipi Shira yang chuby apalagi dengan kondisi rambutnya yang dicepol rapi. Melihat itu, Rendra juga ikut terkekeh pelan karena gadis dihadapannya yang sempat membuatnya kecewa beberapa detik lalu ini begitu lucu.
"Shira ikut Akang kok Kang Rendra. Saya kan juga baru sampai dan harus menyimpan barang-barang. Pembicaraan dengan dokter Ardo bisa dilanjutkan nanti" jelas Shira setelah mengontrol dirinya lagi.
Mendengar panggilan Shira untuknya membuat Ardo mengernyit. Darimana gadis ini tahu panggilan akrabnya. Biasanya orang baru dan tidak terlalu dekat dengannya memanggil Ardo dengan panggilan Dirga yang merupakan nama depannya.
Rendra mengangguk singkat, melirik Ardo yang sekarang jadi mengeryit dengan pandangan nanar menatap belakang kepala Shira. Rendra tidak bisa mengartikan tatapan itu, tapi dia mempunyai firasat bahwa itu bukan tatapan biasa yang dikeluarkan seorang kakak tingkat kepada adik tingkatnya.
"Oke kalo gitu, ayo Shira akang antar" Rendra mengalihkan pandangannya pada Shira kembali dan menunjukan tatapan menenangkannya.
"Shira pamit duluan ya. Sampai bertemu di acara besok" Shira pamit dengan canggung. Sedikit tidak rela harus mengakhiri obrolan ceria dengan Ardo tapi sebagian dirinya juga lega. Minimal dia bisa mulai melindungi hatinya sendiri dengan membatasi komunikasi dengan pria tinggi itu.
***
Suasana rumah sederhana yang menjadi tempat tinggal sementaranya selama di Bandung kini semakin acak-acakan. Selain karena Shira memang belum membereskan barang bawaannya, keberadaan Rima sahabatnya menjadikan rumah ini dua kali lipat lebih berantakan dari sebelumnya.
Bagaimana tidak, Rima datang membawa sekotak pizza dan sebotol besar Fanta untuk makan malam mereka. Rima juga membawa bantal dan guling karena takut Shira lupa membawanya atau rumah tinggalnya tidak menyediakan. Tidak lupa dia mengganti kipas angin yang dititipkan ibunya untuk Shira dengan selimut berbahan lembut yang jelas lebih dibutuhkan temannya itu dibanding kipas angin.
Rima tau Shira bahkan tidak akan membutuhkan kipas angin di Bandung karena gadis itu terlalu sensitif dengan dingin. Oleh karena itu sebagai gantinya ia membawakan Shira selimut untuk digunakan gadis itu jika selimut yang ia bawa kotor. Peralatan dapur yang tidak pernah sekalipun Shira pinta juga Rima bawa untuk keperluan makan temannya itu.
Walau Rima tau Shira sama sekali tidak bisa masak tapi dia tetap membawa untuk kebutuhan dirinya sendiri ketika menginap di rumah Shira atau mungkin untuk menimbulkan mukjizat supaya temannya yang sama sekali tidak pernah menyentuh dapur ini sadar dan mulai belajar memasak.
Setelah merasa lelah sendiri dengan kondisi rumah yang seperti kapal pecah itu, Shira mendudukan dirinya di sofa ruang TV lalu tersenyum girang mengingat kembali kejadian mengagetkan yang terjadi di kantor tadi. Rima yang melihat tingkah aneh sahabatnya itupun menghampiri Shira dengan bantal digenggamannya.
Bug!, tanpa butuh waktu lama kepala Shira sudah tersungkur ke bawah.
"WAH GILA! MAKSUD LU APA HAH?" tanpa bisa ditahan lagi Shira langsung berteriak sambil mengaduh karena pukulan Rima itu.
YOU ARE READING
My Passion
RomanceKetika Shira harus kembali mengingat keinginan terbesarnya pada saat kuliah dulu, itu membuatnya semakin sakit untuk melepasnya begitu saja. "Apa bertemu dengan kamu lagi seperti bertemu dengan mimpi yang telah lama terkubur?" Bisik Shira pada dirin...