01 - DREAMED

41 4 0
                                    

"Mimpi ku berbeda dari mimpi lainnya. Dan aku berharap itu hanya mimpi."



Seorang wanita melangkah berniat pergi meninggalkan sang pria namun pria itu menahan lengannya dan membuat pinggang si wanita terbentur besi pembatas jalan.

Ia meringis kesakitan lalu memegang pinggangnya.

Pria itu terkejut dengan apa yang ia lakukan. "Ma.. Maaf, " ucapnya sembari menyentuh bahu si wanita.

"Lepas. " Ia berusaha berdiri dengan berpegangan pada pagar pembatas, badannya sedikit limbung menahan rasa sakit pada pinggangnya.

"Kamu ma.. "

" Argghh. " Tangannya  tidak bisa menahan badannya sendiri.

BYURR.

Ia terjatuh ke sungai yang tepat berada di bawah jalan itu.



" JENNIE..! "

" MOM! "

" Felix! "

" Mom. " Matanya mengerjap mencari sinar yang akan menjawab bahwa semua ini hanyalah bunga tidur.

" Mimpi buruk, humm? " tanya seorang wanita yang menyadarkannya bahwa ini benar, hanya bunga tidur.

Felix tidak menjawab, bersyukur bahwa sang ibu masih ada dihadapannya. Ia memperhatikan Ibunya yang sudah rapi dengan mantel coklat dan

sebuah koper.

"Mom, kau mau kemana?"

"Ada janji dengan teman, kamu jaga rumah ya." Jennie membelai surai coklat Felix dengan lembut, senyumnya yang teduh menghilangkan sedikit rasa khawatir dari diri Felix.

"Kalau ada seorang pria kesini, kamu harus ikut orang itu. Mom yang menyuruhnya menjemput mu, " lanjutnya.

" Kenapa aku tidak ikut bersama mu saja? " Felix masih tidak bisa untuk tidak memperhatikan ibunya yang sangat berbeda dari biasanya.

"Kamu harus ikut bersamanya."

"Aku ikut bersama Mom saja karena aku sudah berjanji akan selalu menjaga mu." Felix bangkit dari tidurnya hendak berganti baju.

"Mom akan baik-baik saja, sayang. Kamu harus ikuti apa kata Mom. "

Felix mendengus. Ia melangkah mendekat kembali pada ibunya, lalu menggenggam tangan sang ibu. Menatap lekat pada manik coklat yang delapan belas tahun hidupnya ini menatapnya penuh kasih.

"Mom sebenarnya akan pergi kemana?"

"Suatu tempat. "

" Dengan siapa? "

" Teman. "

" Teman yang mana? "

"Kim Jongin."

"Dimana? "

"Sungai Han, mungkin. "

Entah mengapa Jennie selalu menjawab apapun pertanyaan sang anak dengan jujur jika dirinya ditatap seperti itu. Baginya Felix yang seperti ini sangat istimewa, inilah alasan ia tidak sanggup untuk meninggalkan anaknya sendiri.

Selama delapan belas tahun lamanya sifat Felixlah yang membuatnya merasa bertanggung jawab untuk hal yang sangat ia sesali.

"Jangan berdiri dekat jembatan, Mom. "

"Pasti mimpi mu,"  tebak Jennie.

Felix hanya mengangguk.

"Itu hanya mim—"

"Itu pasti bukan mimpi biasa, Mom. Perasaan ku tidak enak," potongnya.

Jennie merasa bersalah melihat raut wajah Felix yang terlihat sangat khawatir padanya, seharusnya ia meng-iya-kan saja apa kata anaknya tadi. "Iya, mom tidak akan mendekati jembatan."

"Jembatan apapun itu Mom harus menghindarinya, " pantangnya.

Jennie mengangguk tidak lupa melukiskan senyum diwajahnya. "Iya, sayang. Jadi kamu ijinkan mom pergi 'kan? "

"Aku akan mengingat nama teman mu, Mom," ucapnya yang secara tidak langsung memberikan ijin untuk Jennie pergi.

"Mom juga akan selalu mengingat mu Felix, anak kesayangan Mom."

—————

5 Juli 2019

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang