"Hati-hati dengan ego mu! Jika tidak, kamu akan hancur karenanya."
Telinga berfungsi untuk mendengar.
Maka mendengar adalah kata yang tepat untuk Felix saat ini. Ia mendengar semua, seluruh, segala yang mereka ucapkan.Setelah Lisa pergi begitu saja meninggalkan Felix di kamar yang akan menjadi miliknya itu, Felix hanya menyimpan koper dan barang-barang lainnya lalu ikut turun ke lantai bawah. Tidak enak jika harus diam di kamar sementara yang lain berkumpul.
Tapi rasa tidak enaknya berganti
"Eomma, kenapa mengijinkan orang asing tinggal disini? "
"Apa urusannya sama kita? Dia udah besar bisa mengatasi semuanya sendiri."
Menjadi rasa menyesal. Menyesal karena mengikuti kata ibunya, menyesal karena datang ke rumah ini, menyesal karena harus menangis di sungai Han dan bertemu gadis plester yang dengan cepatnya berubah atau memang ini sifat aslinya, Felix tidak tahu.
Terlalu banyak penyesalan dalam hidupnya. Jika harus di katakan mungkin butuh waktu yang lama untuk menguraikan semuanya.
Matanya kembali memburam seperti saat ia di sungai Han, keseimbangannya mendadak hilang dan tidak ada satupun benda disekitar untuk membantunya bertahan berdiri.
"K.. Kenapa ini, " gumamnya.
Tangannya terus menggosok kedua mata dan satu tangan lainnya berusaha mencari pegangan untuk berdiri.
"Ten.. "
" Hei! Felix.."
Felix terhenyak saat mendengar suara seseorang memanggilnya lalu tangannya yang dingin itu merasa hangat saat sebuah tangan lain menggenggamnya dengan lembut, nafasnya naik turun seakan baru saja keluar dari dasar kolam yang sangat dalam. Penglihatannya perlahan kembali menajam.
Felix mengedipkan matanya memastikan bahwa penglihatannya sudah benar-benar kembali.
Tepat dihadapannya ia melihat gadis bersurai coklat itu lagi, hatinya tidak merasakan lega seperti saat ia melihatnya kali pertama. Saat ini ia merasa sesak, sampai-sampai jemarinya harus meremat dadanya untuk menghilangkan rasa sakit. Matanya hampir saja menumpahkan cairan bening jika ia tidak menahannya.
Pergi dari gadis di hadapannya mungkin akan lebih baik.
"Felix.. Kamu gak apa-apa? "
Felix tidak menghiraukannya, ia berdiri lalu berjalan gontai menuju ruangan yang akan menjadi kamar sementaranya.———
Matahari sudah kembali ke peraduannya, senjapun menguraikan warna hingga perlahan memudar, mengundang bulan untuk mengambil alih langit sepanjang malam.
Semenjak Lisa menemukan Felix yang terduduk di depan tangga menuju lantai dua, Felix tidak menampakkan batang hidungnya sampai sekarang. Lisa sedikit heran apa yang terjadi dengannya, ia sempat menatap kedua manik mata Felix yang berbalut air bening itu.
Apa Felix sakit?
Tidak, untuk apa ia memikirkan orang asing itu.
" Lisa, bisa tolong panggilkan Felix untuk makan malam," tanya Jongin yang lebih merujuk untuk menyuruh Lisa memanggil pemuda bernama Felix itu.
Lisa tidak menolak juga tidak meng-iya-kan, ia pergi meninggalkan ruang makan menuruti perintah appa-nya.
Tok.. Tok..
Tidak ada jawaban. Lisa membuka pintu begitu saja dan mendapatkan Felix yang sedang menulis di buku polos tak bergaris.
29 Juni.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE
FanfictionKebanyakan orang menginginkan mimpinya terwujud. Tapi tidak untuk Felix. Kenapa? Karena Felix tidak ingin orang yang ia sayangi pergi untuk kedua kalinya. ××16.06.19××