PART 2

6 0 0
                                    

Aku memang orangnya ansos (anti sosial/tdk mau bergaul) jd aku agak risih jika lelaki yg bernama Dika itu didekatku. Dan yg menyebalkan, Rifa juga selalu mengajakku pulang bersama. Aku merasa dia sok kenal dan sok dekat. Aku ingin menjauhinya, namun aku kasihan.

Pagi ini, jadwal kuliahku pukul 10 pagi. Duh, terpaksa aku ada di rumah lebih lama dari biasanya. Aku lebih suka di kampus untuk belajar tentunya, atau sekedar nongkrong di pendopo kampus sambil memainkan laptop atau handphone.

Aku menuruni tangga menuju ruang keluarga untuk sarapan. Ya, kamarku memang berada di lantai atas. Aku betah berjam-jam disana, hehe.

Kakak perempuanku yg bernama Cerly menyambutku dgn senyuman yg hangat. Aku membalasnya dengan senyuman lebar.

"Eh Luna, ayo sarapan, nih kakak buatin sandwich." Ujarnya sambil menuang susu ke dua buah gelas.

"Lain kali, coba dong kamu sekali-kali masak. Masa cewek ga bisa masak."

"Itu urusan gampang." Jawabku meremehkan. "Lagian masih lama juga untuk berumah tangga."

"Terserah kamu aja, deh. Btw jam berapa ke kampus?"

"Jam 10. Huh aku males lama-lama di rumah bobrok ini." Ucapku sambil mengunyah sandwich

"Kamu kok gitu, sih? Padahal rumah kita kan, lumayan besar." Kata Kak Cerly agak kaget.

"Yaelah kak, kayak ga tau aja." Jawabku ketus.

Tak lama, kedua orang tuaku muncul dari kamarnya. Jangan heran, mereka memang malas. Seperti tidak niat merawat anak-anaknya. Makanya aku pun lebih menyayangi Kak Cerly, walau dia suka menjadi teman debatku, hehehe.

"Lun, ga berangkat?" Tanya Papa dgn suara tertahan.

"Nanti pukul 10."

"Sebaiknya sekarang aja lah." Kata Mama sambil menuang susu.

Dia sepertinya mengusirku. Tanpa menjawab, aku langsung melesat ke kamarku. Memang tak sopan, tapi toh mereka tidak peduli. Sesampai di kamar, aku hanya memainkan handphone tanpa ada tujuan. Rupanya ada whatsapp dari Dika.

Dika: Lun, abis dari kampus kita makan siang, yuk. Hari ini kelasku pulang jam 1 siang.

Luna: Yee itu kelas lo kan. Kita beda kelas. Ga mau ah lo aja sendiri.

Dika: Hm kayaknya kelas kamu 2 siang, deh.

Read.

Aku membanting handphone ke kasur, lalu merebahkan diri dan menatap langit-langit kamar. Masih subuh gini, udh ngechat. Ganggu aja. Gumamku. Tak lama..

Aku tertidur!

"Gawat, jam berapa ini?" Kataku saat bangun. Aku melirik jam dinding yg terpasang di kamarku. Rupanya pukul 9. Yah, setidaknya masih ada kesempatan.

Aku segera mandi dan memakai baju terusan rok berlengan panjang berwarna pink-putih. Lalu aku mengepang rambutku. Selesai!

"Kak Cerlyyy!! Anter aku dong udh mau telat nihhh." Teriakku sambil menuruni tangga.

Tak ada jawaban. Rupanya rumah kosong. Sepertinya Kak Cerly sudah pergi menuju butiknya. Papa dan Mama bekerja. Akhirnya aku terpaksa memesan ojek online. Namun, aku tak kunjung mendapat driver. Jam menunjukkan pukul 09.45. Sebentar lagi pukul 10!

"Aduh gimana nih, apa gua coba telepon Dika, ya." Gumamku, aku tidak tau kenapa dia yg terlintas di kepalaku.

"Ah telepon aja lah, daripada telat gini." Ucapku tergesa-gesa.

"Halo, Dik? Lo udh berangkat ke kampus, belom?"

"Belom, nih mau otw. Emg kenapa?"

"Jemput gw dong.. pliss ga ada yg nganter. Mana ga ada ojek."

"Becek, ga ada ojek?" Goda Dika.

"Bacot lah Dik, udah ah ga usah."

"Eh jgn dong, cuma canda serius dah, iya tunggu aja aku kesana." Ucapnya, membuatku lega. Tak lama Dika datang dengan mobilnya. Memang, rumahku agak dekat dengannya.

"Masuk, Tuan Putri." Goda Dika dgn cengirannya.

"Dih, lo itu dulu cowok cupu skrg dh bisa gombal ya." Kataku sambil naik mobil, dan dia agak tersipu.

Sebelumnya, aku mengunci pintu dan menaruh kunci di dalam vas bunga yang ada di teras, supaya orang rumah dapat masuk ke rumah jika sudah pulang.

"Emang km ga bisa bawa mobil?" Tanya Dika memulai pembicaraan. Pdhl, spertinya dia tahu kalau aku anaknya tidak suka diajak ngobrol.

"Mobilnya aja ga ada, gimana mau bawa."

"Ga dibeliin gitu?"

"Enggak."

"Tapi bisa kan, bawanya?"

"Ya."

Aku mencoba untuk menjawab sesingkat mungkin. Menurut penelitianku, orang biasanya akan malas dengan orang yg berkata singkat, karena mereka menganggap orang itu pasif dalam berbicara. Namun, sepertinya hal itu tidak berlaku pada Dika, dia selalu ada saja pertanyaan yg dilontarkan mulutnya. Rasanya ingin ku jontor, tapi aku ingat aku menumpang pada mobilnya.

"Udah sampe nih." Kata Dika.

"Ya."

"Pulang nanti mau bareng lagi ga?"

"Ga usah, makasih ya btw."

"Jutek amat daritadi."

Aku mengabaikan Dika, lalu ngacir masuk ke kelas. Aku tidak melihat ekspresi wajahnya saat aku tidak sopan meninggalkannya begitu saja.

🦄🦄🦄

Ternyata, perkataan Dika benar, pukul 2 siang kelasku dipulangkan. Aku segera ngacir pulang. Karena pulang itu santai, jadi aku hanya jalan kaki saja. Tiba-tiba, ada yg menepuk bahuku. Rupanya Rifa.

"Hoi! Pulang, ya?" Teriaknya, berusaha mengagetkanku. Alih-alih kaget, aku hanya memasang wajah datar.

"Iyalah, pake nanya." Ucapku lalu mempercepat langkah kaki. Tahu-tahu saja aku sampai di rumahku yg bagaikan sangkar burung itu. Bukan wujudnya, tapi.. aku belum bisa cerita sekarang.

"Eh Luna, udh makan siang?" Tanya Kak Cerly.

"Iya." Jawabku berbohong. Pdhl perutku rasanya lapar sekali.

"Owh, ya udah deh kalo gitu." Ujar Kak Cerly lalu menonton televisi.

Aku segera menyusuri tangga, lalu saat hendak masuk ke kamar, aku mendengar Papa dan Mama bertengkar lagi. Letak kamar mereka memang di atas jg, di sebelah kamar kakakku.

Aku segera masuk kamar lalu memasang earphone di telingaku. Tak lama aku membongkar laciku, dan  menemukan obat maag rasa mint lalu meminumnya. Aku sering begini jika sedang tidak mau makan. Keluargaku tidak ada yg mengetahuinya.

🦄🦄🦄

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lika-Liku Hidup LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang