"Rendraaaaaaa!" suara melengking Sonya menggelegar di kelas sebelas IPA empat itu.
"Apa Nya apa?" balas Rendra.
"Gue mau curhat sama lo," kata Sonya. Rendra menatap Jingga, Kevin dan Davin memohon pertolongan, tapi percuma. Ketiga temannya itu malah kompak membuang muka dan pura-pura mengobrol.
"Ih Rendra, lo ga mau ya?" rengek Sonya.
"Ayo, ayo, mau curhat di mana," ujar Rendra akhirnya. Sadar betul tiga temannya sedang kompak menertawainya. Bahkan Rendra sempat mengacungkan tinju sebelum benar-benar pergi dan dibalas gelak tawa. Sialan, pikir Rendra.
Di sinilah mereka sekarang, duduk di teras depan kelas berdua dengan lalu lalang murid yang baru sampai di sekolah. Bel masuk masih cukup lama dan itu yang membuat Rendra kesal. Cowok itu juga meruntuki kenapa ia harus datang ke sekolah pagi-pagi. O, salahkan Seshia yang merengek karena harus piket dan memaksa Rendra berangkat pukul 6 lebih 20 menit.
"Gue udah jadian sama Dika," kata Sonya berbinar.
Rendra memaksakan senyumnya. "Ciye, traktiran dong."
"Lo kemaren kok nggak ada di lapangan, padahal kemaren ditraktir semua tau sama Dika," keluh Sonya.
Rendra tahu. Bagaimana tidak malam hari setelah drama di lapangan itu di grup club sepakbolanya ramai membicarakan hal itu hingga tengah malam.
"Ya sorry, kemaren gue sama Anne ada keperluan jadi balik duluan," balas Rendra, berbohong.
"Yaaah, ya udah deh nanti gue traktir di kantin," putus Sonya.
"Awas ya lo ngibul," kata Rendra.
Sonya tertawa lalu memukul lengan Rendra. "Ga lah. Masa gue ngibul, kuy masuk. Bentar lagi bel."
Sonya beranjak lebih dahulu meninggalkan Rendra yang menghela napas dalam. Lagi-lagi ia hanya bisa meringis, menertawai kebodohannya.
🍀🍀🍀
Bel istirahat berbunyi, Rendra terlalu mager untuk beranjak jadi ia memilih mengeluarkan ponselnya dari saku. Menyandarkan tubuh di sandaran kursi. Sibuk sendiri.
"Ren, ayo," ajak Sonya.
Rendra baru ingat ucapan Sonya tadi pagi, traktiran. "A-"
"Nya, ada Dika nih." suara Rike membuat Rendra menelan kembali kalimatnya. Sonya menatap Rendra dengan sorot penyesalan.
"Udah sana," usir Rendra mau tak mau. Wajah Sonya kembali cerah dan Rendra mendesah untuk kesekiankalinya.
Wajah Rendra serius menatap layar ponselnya, sesekali mengerutkan dahi atau menggaruk dahinya. Bukan karena gatal tapi bingung.
Tambahkan Cursing QueenFullsun : hi
Cursing Queen : hello
Fullsun : where you come from?
Cursing Queen : Bloomsbury. How bout you?
Fullsun : Yogyakarta. So, how should call you? Queen?
Cursing Queen : Really? I used to live there too before moved to Bloomsbury. Just call me Dhania, and should i call you Full or Sun?
Fullsun : So it's okay if we just used Bahasa, right? Call me Aryan.
Cursing Queen : Hahaha... Oke. Salam kenal Aryan.
Fullsun : Salam kenal juga, Dhania. Jadi kenapa pindah ke Bloomsbury?
Cursing Queen : Pendidikan brought me here. Ga nyangka eui ketemu orang indo di aplikasi ini, padahal mah iseng doang.
Fullsun : Oalah sekolah. Apalagi aku. Seriusan ini iseng banget, dan kamu orang pertama yang chatting sama aku.
Cursing Queen : Wow! Anyway, Aryan. Aku off dulu ya, i have a class this morning. Jadi mau tidur dulu sebentar. Bye bye.
Fullsun : Have a good night Ms. Dhania.
Rendra tertawa. Tak menyangka akan menginstall aplikasi jodoh yang ditemukannya iseng barusan. Cowok itu terkikik geli sendiri. Lantas menyimpan ponselnya ke saku tepat ketika bel masuk berbunyi.
"Kenapa lo ketawa-ketawa sendiri?" selidik Davin. "Kesambet lo ya? Makanya jangan mojok sendirian di kelas."
"Apasih lo. Kagak, sehat nih gua sehat," amuk Rendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We Are AWESOME - Pelabuhan
Short StoryBiarlah aku yang berhak penuh atas penentuanku.