Rendra tidak tahu bagaimana ia memulai ini semua. Yang jelas intensitas obrolan mereka akhir-akhir ini cukup intens. Ia bahkan heran pada dirinya, kenapa bisa seperti ini. Padahal tidak pernah melihat sosok yang berjarak puluhan kilometer jauh dari posisinya saat ini. Namun cewek itu sudah mengambil sebagian waktu Rendra.
Seperti sore ini di hari Sabtu. Rendra duduk tenang di bawah pohon yang ada di belakang gedung kelasnya. Cowok itu jadi berdebar sendiri. Entah kenapa ia mendadak menciut.
"Ayo, Rendra bisa," katanya menghela napas.
Berdering. Panggilan itu tersambung. Namun belum ada tanda-tanda diangkat oleh pemiliknya.
[Halo?]
"Astagfirullah." Latah Rendra.
[Ya Allah, lo liat gue langsung istighfar? 😢]
"Ngga gitu. Gue cuma kaget mbak." Bagaimana Rendra tidak kaget jika yang muncul dilayar seberang adalah bidadari. Anggaplah Rendra berlebihan tapi benar adanya.
[Lo anak Kartika ya?]
"Kok tau?" balas Rendra bingung. Padahal ia tak pernah memberitahu identitasnya.
[Pohon yang ada di belakang lo, itu pohon di belakang kelas sebelas IPA 4.]
"Wuih, Mbak Cenayang ya?"
[Gue alumni Kartika kali.]
"Lah, iya masa? Tapi keren dah Mbak, lo tau liat pohon doang."
[Iyalah gue anak IPA4 juga dulu. Lo Jangan-jangan junior gue lagi, wah parah.]
"Angkatan berapa Mbak?"
[98. Lo?]
"00 njir. Berarti lo kelas 3 gua kelas 1 dong Mbak?"
[wee iya.]
"Sempit amat dah ini dunia, udah pake aplikasi jodoh nemunya orang sini juga."
[Ahahahaha... Bener. Lo ga balik? Udah sore 'kan?]
"Bentar lagi, gua baru beres latian bola."
[Siapa kapten bola sekarang?]
"Dika, anak angkatan gue. Lo ga akan kenal."
[Dih kenapa lo, sewot gitu. Gue cuma nanya.]
"Siapa yang sewot, gue cuma nanya. Lo mau kemana deh Mbak?"
[Nada lo ngegas ya, Yan. Gue mau ke dapur, cari makanan.]
"Bisa masak lo emang? Modelannya sih lo manja Mbak."
[Meremehkan gue ya lo Yan. Masak apasih bisa gua.]
"Sombong bener si Mbak."
[Bentar gue mau masak air dulu.]
"Hana i want that too."
"Hm... Wait. I just boiled the water. Gonna call you later if it's done."
"Who's on the phone with you? Your brother?"
"My friend, Clai, don't dare to look."
"Ahahaha... Okay My Honey Hana."
[sorry-sorry, gue laper pen masak indomie.]
"Makan mah nasi Mbak, malah indomie."
[Anak kosan Yan.]
"Haanaaa."
"What's again Claire?"
"Nothing."
"Claire."
"I'm thirsty Hana. Okay i'm not going to bothering you anymore. "
[Reseh bener temen gua. Maap ya.]
"Selo Mbak. Dah sana makan dulu, gue mau pulang. Nanti gue telpon lagi."
[How a good boy you are Aryan. Penuh pengertian. Ahaha.]
Rendra tertawa. Baru kali ini ada cewek yang mengatakan hal langsung seperti itu padanya.
"Lo udah laper banget tuh keliatannya."
[Iya. Ahaha.. Ya udah hati-hati pulangnya. Assalamualaikum.]
"Waalaikumsalam. Yang kenyang."
Cewek itu tertawa dan mengangguk sebelum memutus panggilannya. Rendra tak berbohong, rasanya wajah itu tak asing tapi juga tak begitu akrab. Entahlah.
Suasana sekolahan sudah sepi hanya beberapa berlalu lalang, yang sepertinya anak basket. Benar, di sana ada Davin dan Arana. Terlalu enggan untuk berteriak sebab jarak mereka yang cukup jauh, Rendra memilih untuk segera pulang membersihkan dirinya dari peluh yang mulai mengering. Rasanya lengket dan ia tak suka.
Berdebu sekali workku ini... 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We Are AWESOME - Pelabuhan
Short StoryBiarlah aku yang berhak penuh atas penentuanku.