Suara bentakan Alex yang menggelegar dan mengagetkan itu sontak saja membuat Lea langsung menganggukan kepalanya.
"Apa yang Abangnya Lea bilang itu bener, Sean?" Tanya Maharani yang tak kalah kagetnya dengan Miranda.
"Ya enggak, lah, Bun! Ngapain Sean nidurin dia!" Jawab Sean cepat karena merasa tak melakukan apa pun.
"Jaga ya, cara bicara lo! Mana ada maling yang mau ngaku!" Alex berjalan menghampiri Sean, ingin melemparkan sebuah bogem mentah. Miranda yang melihat putra sulungnya itu hendak melakukan sesuatu segera berlari dan menahan tubuh Alex.
"Bang, kita bicarain baik-baik, ya?" Ujar Miranda membujuk Alex, takut jika putranya itu akan memperkeruh keadaan.
"Gimana Alex bisa kayak gitu, Mi, kalo cara bicara dia aja udah enggak enak!" Alex menatap tajam Sean, "Kalo lo emang enggak suka sama Lea, kenapa lo pacarin Adek gue?! Gue udah perhatiin dari pertama kali gue ketemu sama lo dan tiap Nyokap lo ngomongin Adek gue, lo keliatan banget enggak sukanya! Lo enggak suka karena apa, hah?! Karena Adek gue ngandung anak lo?! Ngomong, sialan!" Alex menendang meja kaca dihadapannya hingga meja itu terbalik dan pecah.
Sesungguhnya Alex tidak ingin melakukan hal berlebihan seperti ini. Namun ia merasa harga diri adiknya sudah terinjak-injak oleh cara Sean berbicara tentang adiknya. Yang ada di pikiran Alex cuma satu, saat Lea terluka, ia lebih terluka lagi.
Lea hanya menangis. Perempuan itu terus saja menangisi nasibnya. Sean bahkan mengatakan jika pemuda itu tidak menidurinya. Apa Sean tidak mengingat betapa eratnya ia memeluk Lea pagi itu? Atau jangan-jangan....Sean juga sama mabuknya dengan Lea? Gadis itu hanya bisa menangis memikirkan semua kemungkinannya.
Sementara itu Sean hanya diam, ia tak bisa menjawab pertanyaan Alex. Sean mungkin saja bisa mengatakan semuanya, pemuda itu benar-benar sudah tak perduli dengan perasaan Lea. Namun ia sudah berjanji pada seseorang untuk menjaga rahasia ini.
"Enggak bisa jawab kan, lo?!" Bentak Alex lagi.
Kini Miranda menghampiri Lea, wanita itu menangis sambil memeluk putrinya. Ia sungguh kecewa pada putri bungsunya itu, namun mendengar apa yang Alex katakan, Miranda malah merasa begitu sedih untuk putrinya. Bagaimana bisa Sean yang ia percaya melakukan ini pada putrinya?
"Jangan nangis, Lea. Jangan. Mami enggak marah. Lea jangan nangis lagi, ya?" Meski berat untuk mengatakannya karena tak sesuai dengan hatinya yang merasa begitu kecewa, Miranda tetap berusaha menghentikan tangisan putrinya.
"Lo jangan diem aja, Le! Ngomong kalo gue bukan pelakunya?!" Bentak Sean sambil menyugar rambutnya frustasi, tak menyangka akan ada kekacauan sebesar ini.
"Diem, bangsat! Jangan berani-beraninya lo bentak Adek gue!" Alex lagi-lagi hendak memukul Sean, namun kali ini Maharani yang menahannya.
"Coba kita tanya Lea aja. Saya yakin Lea pasti jawab dengan jujur." Ujar Maharani sambil menahan tubuh Alex.
Setelah memastikan Alex tidak akan memukul anaknya, Maharani pun menghampiri Lea yang tak sedetik pun menghentikan tangisannya.
"Lea Sayang, Bunda enggak mau ada kesalahpahaman disini. Lea tolong jawab dengan jujur, ya? Apa bener Sean yang udah hamilin Lea?" Tanya Maharani pelan sambil mengusap lengan Lea.
Lea tidak ingin menjawab iya, namun batinnya menolak. Meskipun jika pada akhirnya Sean ternyata bukan lah orang yang menghamilinya, setidaknya di Akta Kelahiran anaknya nanti, nama Sean akan tertulis disana sebagai ayahnya.
Dengan tubuh yang kaku untuk digerakan, Lea menganggukan kepalanya, membuat Maharani yang dari tadi berusaha untuk tenang kini malah menangis sejadi-jadinya. Wanita itu tak menyangka jika putranya akan sekejam itu pada perempuan.
Sean menatap Lea tajam. Sungguh perempuan itu adalah segala sumber ke kacauan untuk hidup Sean yang semulanya tenang.
"Tiga hari lagi kalian nikah. Bunda enggak mau tau!" Putus Maharani disela-sela tangisnya.
Sean sungguh ingin menyanggah jawaban dari Lea. Namun ia tidak ingin ibunya semakin kecewa. Sean menyayangi ibunya lebih dari apa pun.
🌊🌊🌊
Sesuai dengan apa yang diputuskan tiga hari yang lalu, kini Lea dan Sean sudah berdiri di hadapan pendeta untuk melangsungkan pernikahannya.
Tidak ada sorot lampu yang menyorot Lea yang berjalan menuju altar bersama ayahnya. Tidak juga ada senyum atau tawa bahagia pada hari itu. Bahkan setelah mereka selesai mengucapkan janji pernikahan, tidak ada riuh tepuk tangan dari para tamu yang datang.
Sesuai dengan syarat yang Sean berikan untuk menikahi Lea, pernikahan mereka harus dirahasiakan karena Sean akan mulai berkuliah sebentar lagi. Tamu yang hanya terdiri dari keluarga dekat mereka itu hanya bisa ikut menangis melihat Miranda dan Maharani yang terus saja menangis sejak acara pernikahan itu dimulai.
Kini Lea dan Sean sudah resmi menjadi pasangan suami istri.
"Leandra, kamu mau kemana?" Tanya Miranda datar saat Lea menghampiri mobilnya yang hendak pulang ke rumah.
Sungguh Miranda tidak bermaksud untuk melukai hati putrinya dengan kata-katanya, namun orang tua mana yang tak akan kecewa jika putrinya mencoreng mukanya sedalam itu.
"I..ikut" jawab Lea sedikit tergagap karena ia tahu ibunya pasti kecewa padanya sejak kemarin.
"Kan udah sepakat, kamu dan Sean tinggal di apartment yang udah kami siapin" ujar Miranda.
Memang sudah menjadi keputusan para orang tua sebagai ganti syarat yang Sean berikan. Sean akan menikahi Lea dengan syarat pernikahan mereka harus ditutupi. Sebagai gantinya, Sean dan Lea yang dinilai hubungannya sedang tidak baik itu harus tinggal berdua dalam satu atap agar hubungan mereka kembali seperti sedia kala. Tanpa mereka semua ketahui jika sejak awal hubungan yang terjalin diantara Sean dan Lea memang suatu kesalahan.
Lea hanya menganggukan kepalanya lalu berjalan pergi meninggalkan mobil yang berisi anggota keluarganya itu dan menghampiri mobil Sean, dimana pemuda itu telah duduk didalam mobilnya menunggu kedatangan Lea.
Sejujurnya Sean ingin sekali pergi meninggalkan Lea untuk pulang sendiri. Namun Maharani yang memantau putra dan menantunya itu tidak akan meninggalkan tempat pernikahan Sean dan Lea sebelum melihat mereka pulang bersama.
Dengan tangan gemetar, Lea membuka pintu mobil Sean dan masuk. Setelah perempuan itu masuk ke dalam mobilnya, mulanya Sean menjalankan mobilnya pelan, namun setelah memastikan mobil mereka telah hilang dari pengawasan Maharani, tiba-tiba saja Sean menginjak penuh pedal gas mobilnya.
Lea hanya bisa memejamkan matanya dan berpegangan erat pada seatbelt yang ia pakai. Perempuan itu tidak merapalkan doa di dalam hatinya seperti orang kebanyakan, karena di kepala Lea masih terselip satu buah pemikiran, jika mati adalah jalan yang lebih baik dari pada hidup seperti sekarang.
🌊🌊🌊
Aku udah gatel mau up ini dari tadi tapi aku sibuk banget di tempat kerja hehe
Btw gimana part ini? Feelnya dapet gak?
JANGAN LUPA VOTE, COMMENT, DAN SHARE CERITA INI YA.
LAVV!❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT DALAM✓ [NAIK CETAK]
Romance📢 SEBAGIAN CERITA SUDAH DI HAPUS📢 #1 HATI (06/09/2019) #1 PATAHHATI (26/08/2019) #1 JAHAT (26/08/2019) #1 GETARAN (31/08/2019) #2 SAKITHATI (26/08/2019) #2 FIKSIREMAJA (27/12/2019) #1 ROMANSA (20/01/2020) ⛔ MENGANDUNG UNSUR DEWASA⛔ 🌊 Harap sedia...