BAB 3

284 53 2
                                    

"Kue kering, kita membutuhkan kue kering untuk disimpan di bawah pohon natal."


"Oh ya, kita apa kau? Untuk apa menyimpan kue kering di bawah pohon natal? Sebelum malam natal datang, aku yakin kue itu akan habis kau makan. Kembalikan itu!" titahku. Aku mendorong troli yang sudah hampir penuh—lebih banyak milik Jongin—dan meninggalkan dia begitu saja dengan wajah memberenggutnya.

Aku mengakui bahwa Jongin telah banyak berubah sejak ia lulus dan mulai bekerja. Terkadang aku merasa bahwa Jongin lah yang lebih tua dariku. Dia memiliki pemikiran yang sederhana dengan wawasan yang luas. Tetapi disaat-saat tertentu, dia akan berubah menjadi sosok Jongin yang kekanak-kanakan. Entah berapa kali aku harus melarangnya untuk tidak membeli barang-barang yang tidak penting tetapi yah begitulah.. dia tetaplah Jongin yang akan meminta banyak hal sebelum aku benar-benar mengijinkannya.

Ketika aku mulai berada di dalam antrian menuju kasir, Jongin kembali berdiri di sampingku masih dengan wajah memberenggutnya. Aku hanya tersenyum mengejek dan dia malah mendengus sebagai jawaban.

"Pelit sekali," bisiknya yang lantas memicuku untuk menyikut pinggangnya cukup keras.

"Natal masih lama, kita bisa membelinya lain kali."

Jongin tidak lagi berkomentar ketika aku mulai selangkah demi selangkah maju dalam antrian. Jongin masih tetap diam dan aku merasa gemas hanya dengan melihat tingkahnnya saat ini. Bukannya rasa kesal yang ada melainkan aku malah ingin semakin menggodanya. Aku mencoba mengajaknya untuk bercanda, bahkan aku menceritakan kisah-kisah lucu akan tetapi tanggapannya begitu sangat biasa. Dia hanya berdeham seolah tak tertarik dan hal itu malah membuatku terasa konyol.

Jongin memang pintar memainkan perasaan orang lain. Nah, sekarang lihatlah bagaimana dia bisa membuatku merasa sangat bersalah hanya karena tidak mengijinkannya membeli kue kering. Benar-benar.

"Baiklah-baiklah, nanti kau bisa membeli apapun yang kau mau tapi jangan sekarang. Aku tidak memiliki uang saat ini."

Ia menoleh lantas menaikkan satu alisnya. Bertingkah seolah dia tidak butuh dengan bujukanku membuatku ingin sekali memukul belakang kepalanya saat ini juga. Tetapi aku hanya bisa menunjukkan senyum bodohku di hadapannya dan kembali memasang wajah setengah sebal karena sikap tak menyenangkannya kali ini.

Kami hanya saling terdiam ketika menunggu di dalam antrian. Meskipun Jongin sama sekali tidak bicara tetapi hal itu tidak mempengaruhiku untuk merasa bersalah. Antrian yang cukup panjang kini membuatku yakin bahwa Jongin mulai bosan untuk menunggu. Akhirnya Jongin kembali bicara meskipun itu hanya untuk mengungkapkan keluhan tentang betapa lamanya orang-orang dalam antrian ini untuk maju. Aku hanya memaklumi itu semua dengan jawaban bahwa pada akhir pekan supermarket memang biasanya ramai.

Kami kembali menunggu dalam sebuah keheningan, namun itu tak lama berlangsung karena kali ini Jongin membuka suaranya untuk memulai kembali percakapan di antara kami.

"Apa hari natal nanti kau akan pulang ke Goyang?"

Aku mendongak menatapnya dan sedikit mengernyit mendapati cara bicaranya yang terdengar ragu. "Kenapa?"

"Tidak, hmm.. ya.. hanya saja apa kau ingin ikut denganku ke Sucheon?"

Mendengar kota kelahiran Jongin membuatku tiba-tiba teringat akan satu hal. "Keluargamu?" tanyaku dengan hati-hati lantas ia menjawabnya dengan sebuah anggukan.

Alchehaimeo | 알츠하이머Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang