Aku memerhatikan kerumunan ramai di sisi lain jalan. Aku berdiri dengan sebuah payung yang sedang kugunakan untuk melindungi kepalaku dari salju yang tengah turun malam ini. Disana ada seseorang tengah memakai kostum Santa Claus tengah membagikan permen kepada setiap anak yang berkumpul disana.
Tanpa sadar aku tersenyum, hanya dengan melihatnya saja sudah membuatku merasa bahagia. Semua itu secara tak langsung membawaku kepada sebuah kenangan yang lagi-lagi tidak ingin kulupakan begitu saja.
Setahun yang lalu, menjelang malam natal. Aku tidak ingat dengan jelas apa yang terjadi di antara kami saat itu tetapi aku hanya mengingat bahwa aku benar-benar marah kepadanya—Jongin. Aku bahkan tidak ingin menemuinya sama sekali, hingga pada akhirnya kemarahanku berakhir karena dengan cara yang sangat mengejutkan dia memasuki apartemenku, bertingkah konyol dengan kostum Santa Claus yang dia kenakan. Tidak lupa dengan perut buncit—buatannya—berhasil membuat tawaku meledak. Dia tahu bagaimana caranya agar aku bisa tertawa, dia tahu bagaimana cara agar aku tidak lagi marah kepadanya, dan dia tahu bagaimana cara agar membuatku kembali jatuh cinta kepadanya untuk kesekian kalinya.
Aku mengingat itu semua sebagai salah satu kisah yang paling berharga di dalam hidupku. Jongin adalah tokoh utama yang paling berharga dari semua kisah hidupku selama ini. Aku tidak ingin benar-benar melupakannya—jika saatnya itu datang—namun untuk kesekian kalinya perasaan takut itu datang tanpa aku inginkan. Kenangan itu tiba-tiba menghilang digantikan dengan sebuah ingatan pahit yang membuatku sadar semua ini tidak akan bertahan untuk selamanya.
"Anda mengidap Alzheimer."
Aku merasa runtuh seketika. Aku menyandarkan tubuhku pada sebuah dinding toko yang berada di belakangku. Sekelebat ingatan muncul di dalam pikiranku. Sebuah ruangan hampa, mesin CT-scan, bagian otakku.
"Bagian terkecil otak anda mulai menyusut. Disini, adalah bagian otak besar anda yang sampai sekarang masih terlihat normal akan tetapi di bagian ini," lelaki berjubah putih itu menunjuk sebuah lingkaran hitam kecil di sudut otaknya. "Terdapat darah beku di bagian ini. Apa anda pernah mengalami sebuah kecelakaan sebelumnya? Jika memang benar, kemungkinan penyebab munculnya penyakit ini karena sebuah guncangan yang terjadi hingga melukai bagian otak besar anda."
Sebuah hantaman mobil. Darah, tangisan, suara ambulans yang memekakan telinga. Malam itu—ketika Jongin datang dengan pakaian kostum Santa Claus-nya—malam dimana aku baru kembali dari rumah sakit akibat kecelakaan tunggal yang kualami. Kecelakaan yang terjadi karena aku tidak bisa mengendalikan emosiku saat aku bertengkar dengan Jongin satu tahun yang lalu.
"Meskipun ada jalan operasi, saya tidak menyarankan hal itu kepada anda. Hanya dua puluh persen kemungkinan operasi itu akan berhasil."
Aku mulai menangis. Sekilas bayangan itu semakin membuatku merasa takut. Setengah berdiri aku mencoba menatap sekeliling. Aku ingin meminta bantuan. Mencari siapapun yang bisa membantuku agar tetap bisa berpikiran dengan jernih. Akan tetapi semakin aku mencoba mencari, sebaliknya aku malah merasa asing dengan tempat aku berdiri saat ini.
Aku berdiri dengan setengah panik berjalan tidak tentu arah. Dimana aku sekarang? Kenapa aku bisa ada disini? Benakku terus bertanya-tanya namun tidak satupun dari pertanyaan itu membuahkan sebuah jawaban. Pada akhirnya aku hanya bisa menatap kosong bayanganku sendiri pada sebuah etalase kaca toko dan menatap sosok diriku sendiri yang teramat berantakan.
Rambutku yang acak-acakan, mataku yang memerah karena tangisan dan pakaianku yang sudah tidak lagi rapih seperti sebelumnya. Siapa pria ini? Bahkan dia begitu sangat menyedihkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alchehaimeo | 알츠하이머
Fanfiction🍀 Re-post dari @KFF2K19 🍀 Aku ingin mengatakannya secara langsung, tanpa merujuk pada sebuah kebohongan. Mengatakan kepadanya bahwa; Kau tidak seharusnya terus bersamaku, kau boleh meninggalkanku karena pada akhirnya juga aku akan meninggalkanmu...