Suara di Jendela - A

22 0 0
                                    


Malam ini gulita. Pemadaman listrik karena hujan deras memang sering terjadi, padahal hujan sudah reda dari se-jam yang lalu, tapi lampu di kamarku yang sengaja ku atur posisi on belum juga menyala.

Sunyi menyergap tubuh, hanya deru nafasku yang memenuhi telinga. Kupejamkan mata rapat-rapat tak berani melihati sekitar. Kamarku yang kecil terasa dingin. Aku sendirian di rumah, orangtuaku sedang menghadiri nikahan saudara di luar kota.

Selimut yang kutarik menutup hingga leher tak mampu memberi hangat yang kuinginkan. Dingin, sangat dingin. Seperti ada sesuatu yang dingin membungkus kulitku. Suara "tek tek tek" yang teratur terdengar di kamarku. Aku yakin, itu adalah suara detik jarum jam yang berputar. Merasa lega dengan keyakinanku, aku sedikit tenang dan melupakan sejenak fakta bahwa aku sendirian di rumah.

Saat aku hampir lena dan menyatu dengan mimpi, suara itu semakin jelas dan bertambah kencang, bahkan meninggalkan gema. Tek tek tek....tek tek tek. Berjeda, setelah beberapa kali berturut-turut, kemudian berbunyi lagi. Begitu terus membuatku yakin bahwa itu bukan suara detik jam hingga memaksaku memikirkan bunyi apakah itu yang seperti tepat berada di kupingku????.

Tek tek tek, ... tek tek tek. Seperti kaca yang diketuk dengan kuku panjang dan hitam. Gaungnya meresap sampai ke relung hatiku, memaksa pikiran aneh berkelebat di kepalaku. Membuatku tak berani berpaling ke arah kaca jendela di belakangku. Tidur, tidur, tidur. Kata itu menjadi mantra agar aku yang dilanda takut ini dapat segera terlelap. Gerimis datang lagi, tiba-tiba ada kilatan cahaya sekejap mata mengintip kamarku. "DHUARRR..."  Aku kaget bukan main, jantungku berpacu seperti habis lari dikejar anjing. Itu guntur. Aku yakin. Tapi kenapa seperti ada yang menggelinding di atap ? bahkan suara benda jatuh ke tanah pun terdengar. "Duk..." Tidak-tidak, tidak mungkin di malam dan sedang gerimis begini ada yang iseng melempari atap rumah. Tek tek tek, ... tek tek tek masih terdengar. Pelan, sangat pelan. Seolah berbisik tepat di telinga.

Nafasku makin memburu. Keringat dingin merembes dari pori-pori tubuhku. Tengah malam, ini tengah malam. Pikiran buruk menyerangku. Aku sendirian-aku sendirian. Bayangan-bayangan liar memenuhi pikiranku. Ada hantu-ada hantu. sosok-sosok menyeramkan bermunculan di pikiranku.

Entah berapa lama aku meringkuk waspada hingga suara itu hilang terganti suara kokok ayam jantan dikejauhan. Aku menghembuskan nafas kuat-kuat. Lega. Ku palingkan wajah ke arah jendela dan hampir pingsan saat ku lihat sepasang gigi atas bawah lengkap dengan gusi –kuyakin itu gigi palsu Nenek tergelatak di meja dekat jendela, Nenek memang pelupa dan suka memakai toilet kamarku—tapi gigi palsu itu seakan memberitahukan bahwa bunyi "tek, tek, tek" tadi malam adalah bunyi gigi atas yang beradu dengan gigi bawah. Dan, tadi malam bunyi itu tepat berada di atas telingaku.

"Tek tek tek, tek tek tek"

Terasa Tapi Tak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang