Awal Mula

41 2 0
                                    


Hiduplah sepasang suami istri di sebuah desa di mana mereka hidup serba kekurangan dan jauh di atas kalimat mampu. Sehari bisa makanpun mereka sudah bersyukur, belum lagi jika tidak beruntung dua hari bisa berpuasa dan hanya minum air putih.

Sang suami yang bernama Hardiyan pun awalnya adalah tipe orang penyabar dan tidak terlalu memikirkan omongan orang lain.

Namun, semenjak kejadian di mana sang istri mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang yang tidak kenal, dia diludahi karena penampilannya seperti gembel. Jelas saja Hardiyan sang suami tidak terima perlakuan yang menimpa istrinya. Dia merasa muak karena hidupnya sudah terlalu lama dihina dengan keadaan mereka yang tidak mampu.

Hardiyan pergi kedalam hutan dengan hati yang panas serta, langkah tiap langkah penuh dengan kalimat sumpah serapah atas kejadian yang dialami istrinya tadi siang, sebenarnya dia bukan orang percaya akan dunia perghaiban. Namun, apa daya mungkin hanya ini satu-satunya cara agar dia tak direndahkan lagi.

Menemui penyihir guna meminta bantuan untuk sebuah harta yang fana adalah cara instan baginya supaya segera diberi kekayaan. Segala cara akan dia lakukan yang terpenting nafsu akan duniawi tercapai.

Sesampai di rumah penyihir itu, diberilah Hardiyan sebuah jimat di mana itu adalah tempat tinggal makhluk tak kasat mata yang akan membantunya untuk memperkaya diri.

Penyihir itu hanya mengatakan apapun yang dia inginkan akan terpenuhi selama jimat itu ada di dalam genggamannya.

"Kau bisa mendapatkan apapun yang kamu inginkan selama jimat ini ada dalam genggamanmu. Aku tak meminta uang darimu, anggap saja aku sedang berbaik hati dan memberikan ini padamu secara cuma-cuma. Hanya saja kau harus ingat setiap tanggal 25 suro kau harus menyiapkan darah ayam jantan segar untuk diberikan kepada makhluk yang telah membantu mu selama ini. Anggap saja itu tumbalnya, hanya itu saja kau harus ingat. Dab suatu saat akan meminta lebih dari itu jika kau meminta terlalu banyak darinya." Begitulah kata penyihir itu, seolah paham apa yang dikatakannya Hardiyan langsung beranjak dari sana dan pulang.

Sepulang dari hutan itu, Hardiyan mulai meminta-minta kepada jimat tersebut.

Hal pertama yang dia minta adalah memiliki kekuatan sakti mandraguna yang dirinya tak akan bisa dibunuh oleh siapapun.
Setelah mendapatkan kekuatan tersebut, munculah sifat angkuh yang tumbuh dalam dirinya.

Dia meminta kepada jimat itu untuk diberikannya harta melimpah dan kekayaan yang tiada habisnya.

Dan sesuai syarat dari penyihir itu kini setiap tanggal 25 suro dia harus memberi darah segar dari seekor ayam jantan untuk makhluk yang bersemayam di jimat itu sebagai tumbalnya.

Seiring berjalannya waktu kini, sepasang suami istri yang awalnya hidup jauh di atas kalimat tidak mampu telah menjadi orang paling kaya di daerahnya.

Sang istri? Kerap dia mencoba untuk mengingatkan perbuatan sang suami malah sebuah tamparan yang ia dapat. Apa daya jika harta yang fana sudah menggelapi hati dan mata. Hanya nafsu... nafsulah yang dipandang.

*
*
*
Aye aye... kepo yaaaaaa. Yuk semangat bacanya jgn lupa vote+comment❤

MUJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang