4 - Dion

419 8 0
                                    

Malam itu hujan lebat turun. Susan terbaring di tempat tidurnya tidak bisa tidur. Setelah kejadian tadi sore, Dion merasa syok dan menyesali perbuatannya. Tetapi Susan tidak peduli dengan rasa sesal Dion karena yang ia khawatirkan sekarang adalah apa yang akan dilakukan oleh Nyai Dasih terhadap Dion dan orang tuanya. Selama Susan cemas, keadaan rumah benar-benar hening. Padahal biasanya Sarojah menangis tersedu-sedu atau Tono memainkan kran wastafel. Seolah-olah para makhluk halus di rumah Susan saat itu ketakutan, mereka hanya terdiam membisu di tempatnya masing-masing seakan-akan menunggu sesuatu.

Malam berlanjut dengan tenang dan petaka yang diyakini Susan akan datang, tidak terjadi. Semua orang turun untuk sarapan kecuali Dion, lalu ibunya pergi ke kamarnya untuk membangunkannya. Susan langsung merasa cemas dan tidak enak. Ditambah lagi ketika terdengar jeritan ibunya dari kamar Dion. Buru-buru ia dan ayahnya bergegas ke atas langsung menghambur ke kamar Dion. Pemandangan di dalam sungguh mengerikan. Seprai tercabik-cabik serta meja belajar terbalik berantakan bersama kursi dan buku-buku. Dion terkapar di lantai, telanjang, perutnya buncit, dan pupilnya membesar hampir menutupi bagian putih matanya. Matanya bergerak-gerak liar dan mulutnya membisikkan kata-kata aneh.

Susan menutup mulutnya dan menangis tersedu-sedu. Ibunya menghambur ke arah Dion dan berteriak minta tolong dengan histeris. Ayah Susan langsung bergegas ke arah tempat telepon rumah dan menelepon rumah sakit. Sepertinya teriakan Ibu Susan terdengar sampai ke luar karena para tetangga tiba-tiba berhamburan masuk ke dalam kamar Dion. Mereka berkerumun dan mencoba menyadarkan Dion. Susan belum sadar dengan keadaan ini, dia terlalu syok. Susan yakin ini pekerjaan Nyai Dasih. Ia buru-buru mengedarkan pandangan tetapi tidak menemukan Nyai Dasih di kamar Dion. Susan sudah memeriksa kolong tempat tidur, lemari, dan kamar mandi tetap tidak ada Nyai Dasih. Kemudian ketika Susan kembali ke kamar Dion, Nyai Dasih sudah berdiri di ambang pintu kamar. Sangat jangkung sehingga menutupi seluruh pintu.

“Tolong Nyai, hentikan siksaan ini. Tolong jangan ganggu Dion. Maafkan dia, Nyai.” Susan meratap di depan Nyai Dasih. Air mata deras mengaliri pipinya.

Saat itu pula baik ibunya, ayahnya, dan para tetangga terkejut. Susan sadar bahwa ia pasti terlihat aneh. Berdiri menghadap pintu sambil menangis dan berteriak-teriak. Susan juga sadar bahwa orang tuanya akan sangat marah kepadanya. Bertingkah aneh di depan para tetangga yang tidak percaya dengan hal-hal takhayul dan makhluk halus. Tingkahnya sekarang pasti akan mencoreng nama baik Ayahnya. Semua orang akan semakin yakin bahwa Susan adalah anak aneh atau bahkan kelainan mental.

“Nyai, tolong lepaskan siksaan Dion. Dia sudah menyesal karena membunuh kucing Nyai serta ayah dan ibu juga menyesal telah menebang pohon Nyai” Susan kembali meratap.

Susan sudah tidak peduli apa kata orang-orang nanti. Ia sangat sayang dengan Dion. Dion lah satu-satunya yang mau menerima keadaan Susan. Tapi itu dulu ketika Dion belum dipengaruhi oleh ayah dan ibunya maupun teman-temannya. Dulu ketika Dion belum sadar bahwa ia punya kakak yang aneh. Walaupun begitu Susan tetap menyayanginya. Dion adalah adiknya yang paling ia sayangi. Dan, Susan rela mengorbankan apapun.

“Tolong, Nyai. Lepaskan Dion. Biarlah aku yang menanggungnya.” Susan terduduk dan terisak-isak.

Saat itu juga Nyai Dasih tersenyum lebar. Senyumannya tampak seakan membelah wajahnya. Dengan gerakan kaku yang aneh Nyai Dasih membungkukkan badannya. Ia membisikkan sesuatu kepada Susan. Lalu lama Susan terdiam. Hanya terdengar isakan-isakan dari mulutnya. Setelah itu, tiba-tiba Susan mengangguk-angguk. Seketika itu juga bisikan-bisikan dari mulut Dion berhenti, pelan-pelan pupilnya kembali ke ukuran normal. Susan langsung menghambur ke arahnya dan memeluknya. Selama itu perut Dion juga semakin mengecil kembali ke ukuran normal. Tangis bahagia mengaliri pipi Susan sekarang.

Nyai DasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang