Chapter 2

36 15 25
                                    

"Semuanya sudah ada di dalam. Termasuk data lain yang anda butuhkan," ujar seorang lelaki sembari meletakkan maps coklat di atas meja.

Di depannya, terdapat seorang pria muda yang dengan gesit menekan tombol keyboard tanpa mengalihkan pandangannya pada layar. Ia melirik sebentar pada maps itu lalu menatap layar laptopnya lagi.

"Baiklah, kerja bagus. Kembalilah bekerja."

Lelaki yang sedari tadi menunggu respon dari bosnya itu dengan cepat membungkukkan badannya dan segera melangkahkan kaki untuk kembali beraktifitas.

Helaan nafas keluar dari mulut. Jemari panjang itu mengambil maps coklat lalu membukanya. Meneliti setiap kata dan kalimat yang tertera di selembar kertas putih.

Bola matanya bergulir kesana kemari sebelum menemukan sebuah objek yang menarik hatinya. 'Hm, boleh juga,' ucapnya dalam hati.

Dari sebuah foto, terdapat tanah yang di atasnya berdiri bangunan lumayan besar yang dikelilingi banyak pohon cemara. Di keterangan tertulis bangunan itu jauh dari jalan raya dan termasuk bangunan terpencil.

"Aku akan minta Mia untuk mengurusnya," gumamnya.

Telunjuknya menekan bel yang berada di samping papan nama bertuliskan 'Wakil Direktur, Chandra Aditya Gilbert' bermaksud untuk memanggil sekretarisnya.

Tak butuh waktu lama, wanita tinggi semampai dan berkuncir kuda memasuki ruangan. Hanya 1 kata yang tercetus setelahnya. Ya benar sekali, 'Elegant', Itulah kesan pertama saat orang-orang bertemu dengannya.

"Ada yang bisa saya bantu, wakil direktur?"

Pria muda yang diketahui sebagai wakil direktur Gilbert Company menganggukkan kepala. Lalu menyerahkan kertas yang dipegangnya kepada wanita itu.

"Maaf memanggilmu tiba-tiba, Sekretaris Mia. Tolong urus tanah ini untukku. Sebisa mungkin untuk mendapatkannya dalam waktu singkat. Bisa 'kan?"

"Tentu, wakil direktur. Saya akan mengabari anda secepatnya." Sekretaris pribadinya itu lantas pergi meninggalkan ruangan.

Chandra, nama panggilan pria tersebut kini menopang dagunya di atas buku tebal berjudul 'Bussines in the World'. Matanya  memandang kesibukan kota yang terlihat dari balik kaca.

"Lihat saja. Aku tidak segan-segan pergi dari mansion jika kalian tetap membicarakan omong kosong itu," ancamnya entah pada siapa.

Tubuh tegap dan wajahnya yang rupawan terlihat bercahaya saat sinar matahari menyorotnya melalui kaca yang mengitari ruangan. Dengan cepat tangannya yang besar menutupi matanya yang terasa silau. Seperkian detik kemudian ia beranjak dari singgasananya, melewati pintu dan menghilang bersama matahari yang berputar ke atas.

***

Suasana gersang di jalan terasa sangat tidak nyaman di kulit. Hiruk-pikuk kendaraan dan manusia memperparah keadaan itu. Chandra membuka pintu mobilnya lalu menyetel AC mobil dengan level tinggi.

"Huh, panas," keluhnya. Baru beberapa menit di luar gedung saja sudah membuatnya kepanasan seperti ini. Ia tidak membayangkan apa yang terjadi jika ia harus menghabiskan waktunya memenuhi kegiatan yang berada di luar ruangan. Untung saja jadwal hari ini tidak sepadat biasanya.

Lamborghini Veneno berwarna hitam metalik itu berjalan keluar dari basement. Saat ini, ia hanya ingin ke cafe langganannya. Menikmati Ice cream vanila with lemond sparkle favoritnya untuk meredakan panas yang masih betah menempel di tubuhnya.

Not LongerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang