"Kau gila!" Pekik Natalie memberontak. Tubuhnya secara refleks berdiri ingin menjambak rambut pria di depannya.
"Hanya menurutmu saja, miss. Tentukan saja pilihanmu, temani aku atau kau ku perlakukan seperti malam itu." Jawab Marcus dengan tatapan mata biru laut nya yang tajam. Natalie langsung merinding mendengar kecaman itu, membayangkan dirinya dilecehkan begitu saja oleh Marcus membuat dirinya merasa jijik.
"Aku.. bisa melaporkanmu ke.. polisi." Ancam Natalie agak tergagap. Marcus tertawa lebar, lebih mengarah ke mengejek. kemudian berdiri mendekat ke Natalie. "Bahkan, tanpa kau sempat menelpon polisi, aku bisa menghabisi mu di sini." Tangan Marcus sudah siap mencengkeram kedua lengan mungil itu, namun Natalie langsung mendorong tubuh Marcus menjauh. Wajahnya memanas karena rasa malu bercampur emosi. "Baik! Baik! Aku menemanimu! Keparat kau!"
Seketika itu Marcus tersenyum penuh kemenangan. Ia beringsut menjauh dari wajah Natalie yang memucat. Marcus tidak tahu kenapa Natalie seperti alergi dengan sentuhan pria. Tapi masa bodoh, ia hanya menginginkan wanita di sebelahnya.
***
Marcus menggandeng tangan Natalie dengan posesif. Natalie sempat melepaskan pegangan itu dengan kasar, namun ditarik lebih kasar lagi oleh Marcus. "Kau bisa tersesat, bodoh. Tempat ini sangat luas dan dikelilingi banyak pria hidung belang." Akhirnya Natalie menuruti pria jalang itu dan dengan cemberut mengikuti arah langkah Marcus. Marcus mengambil posisi duduk di depan bar, tangannya melepaskan genggaman kuat itu dari Natalie. Kali ini ia bisa bernafas lega, setidaknya. Digandeng seorang Marcus Conner membuat jantungnya serasa siap mencelos keluar begitu saja. Natalie bingung ia harus berbuat apa sekarang.
Ini pertama kali nya Natalie menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Gemerlap, suasana haus akan pesta, dan.. Nakal. Tanpa sadar Natalie menggigit bibir bawahnya. Ia berhenti melukai bibir nya ketika seseorang di sebelahnya menyikut lengan Natalie yang bertumpu di meja bar. "Minum?" Tawar Marcus sambil menyodorkan gelas kecil itu. "Bisakah aku minta air mineral saja?" Tanya Natalie.
Tapi Marcus mengernyit. "Mendekatlah. Aku tidak bisa mendengarmu. Disini terlalu ribut." Jawab Marcus dengan sedikit teriakan. Natalie juga merasa risih dengan kebisingan di klub ini. Akhirnya Natalie terpaksa mencondongkan tubuhnya di dekat telinga Marcus. "Aku mau air mineral."
Marcus bisa merasakan deru nafas hangat dari Natalie. Bahkan Marcus juga bisa menghirup aroma parfum dan rambutnya. Perpaduan antara parfum mawar dan wangi buah apel menggetarkan tubuh pria itu. Ingin sekali rasanya mencium habis wanita di depannya, sampai bibir mereka bengkak, bercinta di tengah hasrat yang membara, memiliki wanita ini seutuhnya, hanya untuk Marcus. Tapi Marcus menahan. Oke, hanya untuk beberapa saat ia harus mengontrol gairahnya. Marcus hanya mengangguk kemudian meminta segelas air putih kepada pelayan di depannya.
Hanya beberapa detik segelas air itu sudah ada di tangan Natalie. Dengan cepat Natalie menghabiskan air minum itu membasahi tenggorokannya yang sedari tadi kering. "Jadi-" Natalie memulai pembicaraan. "Bagaimana kau menjelaskan alasan mu mengurungku di perusahaan mu kalau musik nya seperti ini?" Natalie harus berusaha keras untuk mengucapkan beberapa patah kata itu. Ia memandang wajah Marcus lekat-lekat.
"Aku tidak berniat memberi tahu mu malam ini, Natalie." Tidak sama dengan Natalie yang berusaha menjauh, tapi Marcus berbisik di telinga Natalie yang tiba-tiba seakan terbakar di lalap api hanya dengan bisikan itu, apalagi ketika Marcus mengucapkan nama nya dengan sangat seksi. Natalie berusaha mengendalikan diri supaya tidak larut dalam emosi aneh yang tidak jelas seperti ini, dan lebih memfokuskan niat nya berada di tempat ini. "Kau.. Bagaimana.. Oh sial. Lalu aku harus di tempat aneh ini berapa lama lagi?" Ucap Natalie frustasi. Astaga, ia hanya membutuhkan penjelasan kemudian ia akan keluar. Itu saja. Kenapa ia bisa tersesat sampai terlalu jauh? Harusnya tadi ia tidak usah menunggu Marcus. Harusnya ia langsung saja keluar dari perusahaan tanpa persetujuannya. "Sampai aku bilang aku ingin pulang." Jawab Marcus santai.
Natalie mendengus. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi pria ini. Tapi ia tidak mau menyerah. Ia harus bisa sesegera mungkin membereskan urusan ini dan tidak bertemu Marcus lagi. "Kau. Kenapa waktu itu kau bisa berada disitu?"
"Apanya?" Tanya Natalie. "Malam itu. Kau mau menyebrang."
"Oh. Itu." Hanya kata itu yang pertama kali Natalie bisa ucapkan. Ingatan kecelakaan itu membuatnya ngeri. Natalie pergi ke perbatasan kota itu sebenarnya karena ia ingin mengambil uang sisa deposito almarhum ayahnya yang tersisa sedikit, untuk membayar hutang ayah nya demi mendapatkan apartemen yang dihuni Natalie sekarang ini. Dengan enggan Natalie menjawab. "Pergi ke rumah almarhum ayah ibu ku yang lama. Mengambil beberapa barang untuk dipindah ke apartemenku." Natalie berbohong. Tentu saja ini merupakan rahasia Natalie yang tidak akan pernah di bongkarnya.
Mendengar itu, Marcus tidak berkomentar lagi. Ia tahu bahwa wanita di sebelahnya ini enggan membahas soal kecelakaan, atau almarhum ayah dan ibunya.
"Dan, kau?" Tanya Natalie. Marcus mengangkat dua alisnya. "Kenapa?"
"Kenapa waktu itu kau menyetir seperti kesetanan seperti itu?" Natalie sangat bersyukur ia bisa mendengar dan berbicara lebih leluasa karena volume musik di kelab ini setidaknya bisa di dengar dengan wajar. "Mantan kekasihku selingkuh. Dengan Esaac Bastian."
"Esaac Bastian? Astaga. Dia pemilik perusahaan pesaing kita?" Sahut Natalie dengan antusias. Marcus hampir tertawa melihat raut wajah Natalie yang menggemaskan. "Kita? Jadi kau masih mengakui keberadaanmu di perusahaanku, kan?" Nafas Natalie tercekat. Ia tidak sadar dengan ucapannya sendiri tadi. "Em. Tentu saja tidak. Aku.. hanya memposisikan.. Ah sudahlah. Dia pemilik perusahaan yang bersaing dengan Conn Company kan?"
Marcus hanya tersenyum sekilas. "Ya. Dia pesaing ku, pesaing yang.. cukup berat."
Musik berdentum lebih kuat lagi. Natalie mulai merasa agak pusing dengan tempat ini. Dentuman yang keras membuat jantungnya 3x lebih keras berdetak. Ia merasa harus mengamankan diri dulu. "Aku.. Mau ke toilet." Ucap Natalie akhirnya.
"Kau tahu tempat nya?" Tanya Marcus heran. "Em. Sepertinya aku tahu. Tadi kita melewati nya kan?"
Marcus mengangguk, dan tanpa ucapan lagi dari Natalie, ia langsung beringsut ke toilet, walaupun ternyata jauh juga tempatnya. Lega ketika ia bisa bernafas normal, Merasakan denyut jantungnya yang berdetak sewajarnya. Ia sempat mengoleskan bibirnya dengan lipbalm tipis. Bibirnya terasa kering walaupun sudah minum air. Puas dengan penampilannya, Natalie keluar. Dan, sialnya, tempat ini terlalu luas, dan ge-lap. Hanya dipenuhi dengan lampu-lampu kecil gemerlap, masih dengan musiknya yang keras. Natalie kebingungan di mana bar nya tadi. Natalie memutuskan untuk berjalan mencari-cari di mana Marcus. Rambutnya pirang kan? Pasti mudah dicari, dengan penerangan minim seperti ini.
Tapi, ketika wanita itu berjalan, suara berat dari belakang membuat Natalie terkejut setengah mati. "Boleh berkenalan denganmu, manis?" Natalie bisa merasakan aroma brendi melalui nafas pria tak dikenal itu. Wajahnya samar-samar. Natalie tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. "Maaf. Ku rasa temanku sudah menunggu. Aku harus pergi."
Tapi usaha Natalie untuk menghindar sia-sia. Lelaki itu malah menarik pinggul Natalie, menjebak Natalie di antara dada yang, oh! Terlalu bidang untuk diraba. Natalie berusaha meronta, tapi pria itu malah berbicara. "Jadi kau kekasih Marcus Conner yang baru, huh? Ternyata pelarian Marcus tak ada salahnya. Kau memiliki tubuh yang sempurna, cantik."
Natalie bingung kenapa pria ini bisa tahu siapa Marcus Conner? Ya, benar. Marcus terkenal dengan perusahaannya. Tapi, ada kesan bahwa pria ini sudah mengenal Marcus lama. "Lepaskan aku, sir." Tangan itu semakin kuat ketika bibir Natalie hampir di cium oleh pria itu jika saja tidak ada dua tangan besar milik Marcus menghajar pria mata keranjang ini. Natalie berlari di belakang Marcus dengan takut. Suasana berubah menjadi panas. "Kali ini, kau tidak akan bisa merebut milikku lagi Bastian. Jangan pernah menyentuh kekasihku." Suara Marcus jelas-tidak. Sangat jelas untuk bisa didengar Natalie yang terpaku saat itu juga.