Natalie dan Marcus memilih diam setelah kejadian kemarin.
Perjalanan dari Los Angeles ke San Fransisco memakan waktu 1 jam 15 menit. Setelah tiba di bandara, mereka langsung menjajakkan kaki ke salah satu hotel berbintang—pastinya, kemudian dengan mengendarai 2 mobil mewah yang sudah disediakan khusus oleh hotel bintang itu, Natalie ikut dengan mobil yang dikhususkan untuk Marcus seorang. Kesunyian pun mencekam di antara mereka berdua.
Natalie tidak tahu berapa lama ia harus berada di mobil yang sebenarnya terasa nyaman jika tidak ada pria tampan di sebelahnya ini. Marcus melirik sekilas ke arah Natalie yang menerawang ke jendela. Seberkas sinar matahari menerpa sebagian wajahnya, mengilaukan bulu matanya yang panjang dan lentik. Betapa cantiknya wanita ini. Pikir Marcus dalam hati. Well, tapi Marcus tak akan jatuh dalam pesona wanita mana pun. Ia bertekad untuk membuat wanita ini tunduk kepadanya, mengakui keberadaannya sebagai seseorang yang kuat. Marcus memilih diam untuk saat ini.
Musim panas di San Fransisco hampir membakar kulit Natalie sekalipun beberapa asisten dari pihak kontraktor itu membantu Natalie dengan payung mereka. Sesekali Natalie melirik ke arah Marcus yang dengan gaya seperti aristokrat berjalan bersama pihak kontraktor juga pemilik tanah itu berbicara satu sama lain. Di balik kacamata hitam itu, Marcus tetap terlihat tampan, bahkan semakin tampan. Cahaya rambutnya sesekali berkilau karena dihalau payung yang menutupi kepalanya. Namun bagi Natalie ketampanan itu hanyalah permukaan tipis dari seluruh kebejatan yang dilakukan oleh pria itu. Natalie tertawa sendiri dalam hati meratapi keadaannya yang terjerat di dalam jebakan pria itu. Dengan enggan ia terus mencatat hal-hal penting menyangkut masa depan pembangunan ini.
"Baiklah. Ku rasa perjalanan kita berakhir di sini. Sekarang sudah pukul 12.00 siang. Besok pagi kami akan kembali lagi untuk membahas masalah ini lagi."
Natalie mengucapkan syukur berkali-kali kepada Tuhan karena akhirnya Marcus mengakhiri acara jalan-jalan keliling lahan yang gersang dan panas itu. "Baik sir. Jika ada yang perlu ditanyakan, langsung saja hubungi kami. Terima kasih."
Seluruh staff pimpinan dan Natalie ikut berjabat tangan satu sama lain kemudian pergi kembali ke mobil masing-masing. Dan, Natalie kembali lagi ke mobil "keramat" itu. "Kau haus?" Tanya Marcus memecahkan keheningan di antara mereka setelah beberapa menit deru mesin mobil dijalankan.
Natalie menoleh sedikit. "Tidak." Jawabnya berbohong. Gengsi nya cukup besar daripada rasa haus yang benar-benar membuat tenggorokan Natalie seakan putus saat itu juga. Tapi Natalie harus bertahan sampai ia sampai ke hotel. "Baiklah." Jawab Marcus santai. Marcus membuka sekaleng minuman dingin dari kotak es di depan jok tempat duduknya, dan meminum dengan nikmatnya. Sialan, Natalie memalingkan wajahnya sambil menahan rasa haus nya.
"Natalie—" Ucap Marcus di sela-sela aktivitas minum nya. "Setelah ini kita akan makan siang. Selanjutnya kau boleh beristirahat sebentar di hotel."
"Besok kita akan ke tempat itu lagi pukul berapa?" Tanya Natalie tanpa memandang ke arah Marcus. "08.00 pagi."
Setelah itu suasana berubah menjadi diam lagi.
***
Natalie bisa bernafas lega ketika ia sampai di ruangan kamar nya. Natalie memutuskan untuk mandi dahulu kemudian ia akan tidur lelap sampai nanti malam. Itu rencananya jika pria itu tidak mengganggunya lagi.
Natalie sengaja berlama-lama mandi. Menikmati kebebasan tersisa yang masih ia miliki. Setelah 30 menit berlalu, Natalie mengeringkan rambut nya dengan hair dryer yang sudah tersedia, kemudian dengan semangat membaringkan tubuh ramping nya pada kasur berukuran Queen itu.