Limit 12

21 5 2
                                    

-gambar di mulmed sebagai pemanis-


-Limit 12

Jika kalian pernah mendengar Berserk maka kalian harus tahu seberapa pentingnya makhluk itu pada zaman penjajahan.

Berserk dipercaya sebagai sosok prajurit 'barbar' yang telah kehilangan sifat kemanusiannya. Mereka menjadi mesin pembunuh yang tak kenal ampun dan belas kasihan. Walaupun begitu, dalam mitologi Norse, berserk merupakan pasukan penjaga kerajaan dan bangsawan. Mereka digambarkan sebagai prajurit tanpa baju atau mengenakan kulit serigala atau beruang. Berserk sering dikisahkan sebagai sosok penjahat dalam cerita atau legenda. Mereka memerkosa dan membunuh setiap warga yang berada dalam cengkeraman tangan besar berkuku panjangnya.
Sejarah mencatat, berserk merupakan pengawal pribadi Raja Norwegia, Haralad I Fairhair pada 872-930 Masehi. (Sumber: Liputan 6 Petang)

Negara-negara adidaya membentuk sebuah aliansi penelitian tentang makhluk mitos tersebut. Anggota dari aliansi tersebut menyebar hingga ke seluruh belahan dunia. Ada yang bertugas mencari tempat makhluk itu berasal, hingga anggota yang hanya tinggal di laboratorium untuk menelitinya.

Pada akhir tahun 1938, ketika perang dingin mulai menuunjukkan tanda-tandanya, tersiar kabar bahwa seorang ilmuan berkebangsaan Eropa melarikan diri bersama hasil penelitiannya tentang berserk setelah meledakkan laboratorium berikut sampel-sampel dan bukti adanya berserk. Namun, ilmuan itu pergi dengan salah satu bayi berserk, hasil perkawinan paksa dengan manusia normal.

Ilmuan gila itu memelihara berserk tersebut dan menjadikannya budak selama bertahun-tahun. Darah berserk membuatnya berumur panjang. Di samping itu, berserk harus memakan daging manusia sebagai satu-satunya makanan yang bisa membuatnya bertahan hidup.

Sampai di sini, kalian pasti sudah menebak siapa sebenarnya sang Tuan.

***

Teya membuka perlahan matanya yang memberat. Silau cahaya menyerang matanya membuat gadis itu terpaksa menutup matanya kembali. Beberapa detik saja, Teya kembai membuka matanya setelah dirasa sudah bisa beradaptasi. Tampak pak Zo berwajah cemas sedang duduk mengupas sebuah apel.

"Ayah," sapa lemah Teya. Entah mengapa Teya merasa suaranya enggan keluar. Tenggorokannya sakit seperti terlilit.

Pak Zo beranjak menghampiri Teya, membantu anak perempuan satu-satunya bangun dan meminumkannya segelas air.

"Bagaimana perasaanmu, Sayang?"

"Aku baik, Ayah. Zero!?"

Pak Zo menatap sendu Teya, "Zero menghilang, Nak."

"Tidak mungkin," Serta-merta air mata merembes membasahi pipi Teya. Teya merasa bersalah. Seandainya malam itu Teya tidak menolak ajakan Zero untuk bermalam di rumahnya. Mungkin, Zero tidak akan menghilang tanpa kabar.

"Maafkan ayah ... jangan salahkan dirimu, Anakku. Ayah dan inspektur Brad sedang mengusahakan yang terbaik.

***

Lift rahasia membawa Zero dan Shiro ke sebuah ruangan penuh rak-rak buku. Shiro mengatakan bahwa ruangan ini merupakan perpustakaan rahasia keluarganya. Zero hanya mengangguk asal mengingat keluarga Shiro termasuk salah satu keluarga tertua di Forest. Dua pemuda tanggung itu mengambil duduk di sofa.

"Bagaimana caramu menyalurkan listrik ke ruang bawah tanah, dan komputermu?" Zero bertanya tanpa menyembunyikan ketakjubannya.

Shiro menggeleng pasrah akan kebodohan Zero. Zero memang bisa diandalkan pada semua mata pelajaran. Tak terkecuali basket. Hanya saja Zero kurang bersemangat untuk melakukan semua hal itu. Selalu saja setengah-setengah. Seolah tidak ada hal menarik di Forest yang mampu membuatnya bergairah. Hingga kedatangan Teyarra Zo, tentu saja. Jadi, Shiro melakukan segala hal semisal, cowok berkacamata ini pernah menghipnotis Teya di UKS waktu itu untuk mencari masalah Teya yang sebenarnya. Shiro tidak ingin satu-satunya orang terdekatnya yang tersisa memilih bunuh diri lagi karena kebosanan hidup mereka.

"Shiro," desak Zero tak kunjung mendapat jawaban.

Shiro malah sibuk mencari sesuatu di rak-rak buku itu. Zero menyugar rambutnya putus asa. Saat tangannya menyentuh telinga, dia histeris keras.

"Apa yang terjadi?!" Shiro ikutan panik.

Zero meringsek maju meraih kerah baju Shiro. Matanya tajam menatap Shiro yang tampak santai, "Lo kemanakan anting gue?!" teriak Zero.

Shiro menyesal mengapa tadi tidak mencampur pil tidur ke dalam makanan Zero agar cowok badung ini tertidur kembali. Benar-benar bocah! Shiro melepas tangan Zero dan kembali duduk di sofa. Tatapannya menyorot Zero, menyuruhnya duduk.

Zero bersungut-sungut.

"Anting lo ada di tas lo," ucap Shiro menerbitkan senyuman Zero. Shiro mendengkus kasar menahan gejolak ingin membunuh Zero sekarang juga.

"Tas gue kok bisa ada di elo?"

"Lo bisa berhenti menanyakan hal-hal nggak penting, Zero!?" Yep. Sejujurnya, hanya Gandis dan Zero yang mampu mengeluarkan semua sisi emosi dalam diri Shiro.

"Oke." Zero mengangkat kedua tangan tanda menyerah dan mulai menyimak. Telinganya sudah terpasang anting kembali.

Shiro menggelar peta Forest di atas meja dan menjelaskan rencana mereka selanjutnya. Beberapa tempat di peta itu diberi lingkaran merah oleh Shiro yang berarti tempat kejadian perkara. Shiro menghubungkan satu per satu lingkaran merah itu dengan sebuah garis hingga membentuk sebuah hologram.

"Gue rasa, gue sedikit mengerti sampe sini. Orang gila ini sedang membuat sebuah ritual." Zero mengemukakan pendapatnya.

"Hm, tumben lo pinter,"

Zero tak menampik candaan Shiro. Matanya yang sipit menatap tajam inti dari lambang hologram tersebut. "Lo berpikir yang sama kayak gue?"

Shiro mengangguk penuh. Malam ini adalah puncaknya. Jam dinding menunjukkan pukul enam kurang. Senja pasti hampir ditaklukkan malam. Zero dan Shiro melakukan berbagai persiapan singkat dan segera menuju tempat bergaris kuning di peta. Inti dari hologram. RUMAH KELUARGA ZO.

***


LIMIT ALBUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang