Aroma tanah basah bercampur senja. Dengan secangkir teh menangkring manis dihadapanku. Pandanganku lurus kearah jalan raya itu. Tempat dimana seharusnya aku tak berada saat ini. Tapi entahlah pikiranku menyuruh untuk segera beranjak dari tempatku saat ini. Tapi hati? Kurasa hatiku tak pernah ingin bekerja sama dengan akal sehatku, tak pernah ingin sejalan dengan pikiranku. Hatiku selalu berbisik untuk tidak beranjak dari posisiku saat ini. Kedengarannya bodoh tapi itulah kenyataannya.
Aku mengangkat cangkir teh yang belum sempat kusentuh. Mengarahkannya ke ujung bibirku. Perlahan aku menyesapnya sedikit demi sedikit larutan pekat itu tanpa mengubah arah pandangku. Aku menghirup aroma khas teh melati sambil memejamkam mataku untuk menikmati aroma menenangkan itu yang terasa pas dengan suasana saat ini. Perlahan aku membuka mataku dan kembali memfokuskan pandanganku kearah yang sama. Entahlah apa yang membuatku betah memandangi jalan raya yang menyuguhkan orang berlalu lalang ditrotoar itu. mungkin karena sesosok orang yang tak asing bagiku sedang berada disana.
Aku mempertajam penglihatanku untuk memastikan bahwa ini nyata dan bukan sekedar imajinasiku. Pandanganku masih sama tak berpaling sedikitpun. Aku menepis pikiranku yang mengatakan bahwa ini nyata. Meyakinkan hatiku bahwa ini hanya bayangan diri seseorang yang mencoba kusimpan dalam ruang hampa di ujung hatiku.
Seseorang dengan senyum manis yang selalu terbentuk dibibir merah mudanya. Wajahnya yang teduh dan sorot matanya yang memancarkan kedamaian. Tubuhnya yang tegap dengan lengan kekarnya membuat seseorang yang berada didekatnya merasa terlindungi karena peluknya yang hangat.
Begitupun aku, hanya dengan menatap manik mata hazelnya saja membuatku merasa tenang. Tatapan teduhnya menyorotkan ketenangan untukku.
Mataku yang asyik menatap lurus tanpa berpaling membuatku tak menyadari bahwa dia telah hilang dari pandanganku. Entahlah apa yang sedang ku pikirkan sampai aku melamun. Dan tanpa aku sadari seseorang itu telah berada persis disampingku. Tiba-tiba dia menyentuh pundakku, membuatku terlonjak seketika membuyarkan lamunanku, sedikit kaget dengan sentuhan itu. Aku menolehkan pandanganku untuk melihat orang yang menyentuhku. Tatapan kami tak sengaja bertabrakan membuat sekujur tubuhku menjadi kaku, pikiranku melayang entah kemana. Tak lama aku tersadar akan hal itu langsung memutuskan kontak mata kami. Dan kembali melihat kearah jalan raya itu. Aku menyadari pergerakan kecilnya yang menyeret kursi tepat didepanku dan mendudukinya. Membuat kami duduk berhadapan kembali setelah entah berapa lama kami tak pernah duduk berdapan seperti ini. Aku tau dia sedang menatapku tapi aku tak memiliki nyali untuk membalas tatapannya. Aku takut terlihat lemah dihadapannya. Mencoba tak memperdulikan tatapannya aku terus menatap jalan raya itu. Tiba-tiba aku merasakan ada tangan besar yang menyentuh tangan mungilku membuatku tersadar. Perlahan ia mengusap tangan mungilku dengan ibu jarinya. Kuberanikan diriku untuk menoleh menatapnya, lebih tepanya menatap kearah tangan ku yang berada tepat dibawah tangannya. Aku melihat kearanya, seulas senyuk tercetak dibibirnya. Aku tak mengeluarkan suara apa-apa.
Aku merasakan kupu-kupu terbang didalam perutku. Detakan jantungku yang meningkat dari biasanya. Lalu dengan sekali sentakan aku menarik tangannya. Aku mencoba menetralkan reaksi tubuhku setelah mendapat sentuhannya.Keheningan menyelimuti kami. Tak ada yang ingin memulai pembicaraan. Aku pun tak berniat mengeluarkan suara. Tetap dalam posisiku tanpa beranjak. Hingga 10 menit berlaku, kami sama-sama tetap bungkam. Dan asyik dengan pikiran masing-masing.
Kemudian ia menatapku lekat sambil bersuara. Tapi, aku masih diam dan setia memandang pemandangan diluar kaca memandangi jalan raya yang basah karena hujan.
"Kamu apa kabar?"
Dalam sekejap pertahanan yang kubangun selama ini runtuh. Suara itu, suara yang entah berapa lama tak pernah kudengar. Dan sekarang aku mendengarnya lagi disaat aku telah membangun tembok pertahanan yang besar. Suaranya yang khas membuatku sulit melupakannya. Ya, aku tak pernah bisa lupa itu. Seakan menggema didalam telingaku. Mungkin karena kata yang diucapkan pada saat terakhir kali kita bertatap muka yang tak sengaja menggores hatiku. Membuatnya terluka. Sakit? Tentu saja, sangat sakit malah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AW STORY !!ONE SHOOT!!
Teen FictionBaca deskripsi dulu biar ga kecewa diakhir. Ini kumpulan cerita one shoot. Yang kubuat disaat suasana hatiku baik. Maaf jika ada yang typo atau strukturnya atau penataan kalimatnya kurang tepat. Cuma ingin bersenang senang. Menuliskan karanganku ya...