Di malam orang-orang tidur di dalamnya, Syahlaa masih terjaga.
Gadis berkepang satu itu cemberut. Memainkan pulpennya dalam diam, membiarkan kipas angin menyala ke arahnya padahal dia sudah merasa dingin. Syahlaa menghela napas. Ingin mengadu pada Sang Pencipta jika Syahlaa kesal dengan dirinya sendiri. Melihat teman-temannya begitu akrab satu sama lain. Berbincang dengan siapapun, sesama jenis maupun lawan jenis, sedangkan Syahlaa hanya diam di bangkunya seperti biasa. Pura-pura sibuk dengan ponsel, membalas pesan teman dunia mayanya, membuka tutup instagram, membuka tutup youtube, tanpa tahu apa yang harus dia lakukan sebenarnya.
Syahlaa tidak menyukai kecanggungan. Syahlaa tidak bisa juga langsung berbicara kalau tidak tahu topik apa yang harus dibincangkan. Semua orang biasanya terlihat asyik mengobrol. Dan Syahlaa hanya bisa mengamati sekitar. Entah itu seperti menatap langit biru muda di luar sana dari pintu kelas yang dibuka lebar.
Di malam yang sunyi seperti ini. Syahlaa selalu bertanya bagaimana rasanya jatuh cinta. Namun di detik berikutnya, Syahlaa tidak ingin merasakannya dahulu. Nanti saja katanya karena Syahlaa sendiri belum benar-benar bisa mencintai dirinya sendiri, dan Syahlaa tidak ingin menangis layaknya orang bodoh yang berpikir seakan dunianya telah runtuh saat patah hati.
Dia belum siap.
Syahlaa berhenti memainkan pulpennya yang berwarna biru, tetapi tintanya hitam. Tangan kirinya yang bebas mengambil sebuah notebook tak jauh dari jangkauan. Syahlaa menarik kursinya agar lebih dekat dari meja. Dibukanya buku catatan itu, terus membuka halaman hingga ditemukannya halaman kosong. Tangan Syahlaa bergerak, menulis apapun yang terlintas di pikirannya.
Jika hari ini kulalui dengan senyuman, meski perih masih terasa. Tetap saja diri ini tak mampu terus menerus tersenyum bak orang bodoh.
Namun, jika memang diharuskan tersenyum agar orang lain juga tersenyum, mungkin akan selalu kulakukan. Akan tetapi, aku juga bukan badut yang tugasnya menghibur orang-orang. Sekadar membuat tertawa temannya saja, aku belum mampu.
Hey, jika malam ini aku menangis kembali. Hanya untuk bertanya kepada diri sendiri, "Kenapa dirimu belum berkembang mencintai diri sendiri?"
Maka, sebenarnya, aku hanya ingin hujan turun deras di luar sana. Supaya aku tidak perlu repot menangis karena langit sudah mewakilkan.
Jika hujan telah turun di malam ini. Bukankah itu sangat baik? Aku bisa berdoa dan berharap Allah akan mengabulkan karena waktunya yang mustajab.
Semoga aku bisa mencintai diri ini terlebih dahulu.
Syahlaa berhenti menulis. Meletakkan dagunya di antara lipatan tangan.
Satu hal yang Syahlaa inginkan, pergi dari tempat tinggalnya sekarang. Mencari lingkungan baru, teman baru, agar ia tahu, siapa yang tulus.
Atau ..., sebenarnya ia yang tidak tulus?
Syahlaa tersenyum kecil. Ingin memiliki teman yang pengertian, tetapi dirinya sendiri belum melakukannya terhadap teman. Syahlaa tidak tahu apa ia telah menjadi teman yang baik atau belum, jadi Syahlaa sekarang berusaha. Meski terasa sulit. Syahlaa yang terlihat cuek. Namun dalam hati, ia bersikap peduli.
Hanya saja ..., Syahlaa belum tahu cara mengutarakan.
Dikarenakan langit ternyata tidak menurunkan hujannya. Syahlaa menangis dengan berharap sesaknya hilang.
Di dalam hati, Syahlaa ber-istighfar.
Berharap Allah akan menenangkan hatinya.
Tentang dirinya yang berpikir berlebihan. Tentang dirinya yang belum bisa melupa mengenai tertorehnya kecewa.
•••
Hening.
Gelap.
Kelabu.
Heh.
Aku pening. Nulis itu ..., membahagiakan buatku gaes. Tapi aku perlu dorongan dalam diri sendiri.
Love yourself.
Gimana caranya? Bisa. Pasti bisa.
Kenali diri kita sendiri sebelum kita ingin mengenal diri orang lain.
Kenapa? Nggak tahu juga, sih.
Heheh.
-Rainyshaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Langit
NouvellesKetika senja telah beranjak dan gulita malam menyelimuti. Pekatnya kehidupan semakin tampak, walau dirinya tenggelam di lautan gelap. Cahayanya masih ada. Masih ada. Meski tak lagi dianggap. Awal di-publish pada : 22 Juni 2019 Copyright© 2019, by Ra...