🔪PROLOG🔪

51 18 0
                                    

Manusia, mungkin itu yang sering disebut orang pada dirinya sendiri. Mereka tumbuh sebagai makhluk yang katanya saling membutuhkan satu sama lain. Hidup untuk bertahan di atas pijakan bernama bumi. Katanya semuanya sama, katanya semua harus memperlakukan dan diperilakukan yang sama. Semuanya...

Kenyataan 'termanis'-nya adalah semua itu hanya KATANYA.

Ada sesuatu yang menarik dari sekedar 'percintaan' dan 'ekonomi' di dunia ini. Kebanyakan dari mereka tak begitu menganggapnya serius hanya sebuah kata yang melambangkan sebuah hubungan bersama seorang ataupun beberapa orang di dalamnya.
TEMAN.
Secuil cerita indah yang sering terabaikan, dianggap sepele padahal begitu rumit. Bagi beberapa orang, kata itu begitu sakral, dan bagi sebagian lagi kata itu terdengar begitu ruweh karena mereka harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Kisah nya sangat beragam, seperti kisah pada umumnya. Tawa, tangis, amarah, dan yang lainnya bersatu memeriahkan tiap-tiap kisah yang terbentuk.

***

Langit tak begitu cerah namun sang awan hitam masih enggan untuk memuntahkan butiran-butiran air hujannya. Angin berhembus, begitu sejuk meski tak sesejuk diri sang gadis remaja berambut panjang ini. Mungkin hidupnya tak sesempurna atau malah tak seburuk tokoh-tokoh utama dalam sebuah cerita fiksi yang sering dibaca sebagai pengantar tidur. Ia hanya tinggal bersama sang Ayah yang selalu sibuk dengan berbagai pekerjaannya. Kurangnya komunikasi intens membuatnya tak begitu mengetahui apa yang dikerjakan sang Ayah di luar sana. Meski begitu, sang gadis remaja bukanlah seorang yang anti-sosial. Ia pandai berkomunikasi, ramah, dan tak terlalu memilih dalam hal berteman. Tak peduli latar, atau bagaimana kehidupan orang-orang di sekitarnya. Dia hidup tanpa panutan yang sepantasnya, seperti gadis kecil lain yang akan meniru apa yang dilakukan sang Ibu. Gadis ini hanya melakukannya secara alami, karena yang ia tahu selama ini hanya sang Ayah. Semuanya secara spontan ia lakukan dan tertanam pada dirinya.

Menjadi gadis ramah dan tak pemilih, tak membuatnya memiliki banyak teman. Satu-satunya orang yang dirasanya nyaman bercerita hanyalah sang sahabat. Sudah lama, meski sang gadis tak begitu mengetahui tentang hidup sang sahabat. Mereka jarang bertengkar meski memiliki banyak perbedaan. Semuanya tampak lebih sempurna dari sisi ini.

Langit mulai menyembunyikan sang mentari, dan menunjukkan para bintang yang dengan malu-malu berkelap-kelip kelabu kemerahan langit. Semua berjalan seperti 'biasanya' untuk hari ini. Sang Ayah tak kunjung mengetuk pintu kali ini.

"Ah, mungkin beberapa jam lagi!" Gumam sang gadis pada dirinya sendiri dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan. Langit perlahan menggelap, 'beberapa jam' yang tadi sang gadis sebut masih berlaku. Tak ada perasaan aneh, sang Ayah bekerja untuk dirinya, memenuhi kebutuhannya. Tak ada alasan untuk protes setelah 18 tahun berlalu. Sang Ayah baik-baik saja sebelumnya.

Layar smartphone-nya terus bergetar karena beberapa pesan yang masuk. Ada lebih dari 100 kontak di sana, namun hanya 2 orang inilah yng selalu jadi daftar teratas saat sebuah pesan masuk, sang Ayah dan sang sahabat. Hidupnya mungkin tak sempurna, namun ia tetap manusia yang menjalani masa dari kehidupan itu sendiri. Ia tersenyum. Setidaknya untuk saat ini....

***

Halo!

Semoga suka dengan prolognya ya

See you next part 😊

Viros InterficiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang