Dahulu kala, terjadi ledakan bintang. Benda-benda angkasa keluar jalur dan bertabrakan satu sama lain. Menyebabkan kekacauan di seluruh alam. Makhluk bumi, bulan, asteroid, mars, bintang, dan planet lainnya musnah. Semesta bagaikan kepingan berantakan yang bertabrakan.
Namun, tak disangka ...
Satu makhluk dari trilyunan makhluk berhasil selamat. Entah itu adalah keturunan dewa ataupun yang lain.
Sebuah kemustahilan yang seharusnya lenyap saat itu. Menjadi saksi kehancuran semesta adalah hal paling mengerikan. Saksi atas kehancuran yang seharusnya ikut hancur bersama benda langit lainnya.
Sebuah cahaya kuning menyelimutinya. Menyebabkan ia terlindungi. Makhluk itu berasal dari bintang. Bintang yang bernama supernova. Tabrakan antara bintang supernova dengan asteroid yang mengelilingi jupiter dan mars menyebabkan makhluk itu terlempar ke matahari.
Sebagai pusat tata surya, matahari tidak dapat hancur. Suhu panasnya bahkan mengelupaskan kulit-kulit.
Makhluk itu terbakar habis.
Namun, sekali lagi keajaiban terjadi.
Cahaya kuning menyelimutinya.
Makhluk itu terlahir kembali. Bahkan terlahir di matahari. Seolah panasnya matahari bersatu dengannya. Ia tak terbakar. Dia tidak terlahir sebagai bayi. Dia kembali seperti saat pertama kali ia terbakar. Kira-kira berumur 17 tahun.
Makhluk itu membuka matanya. Menatap sekitar, memandangi kehancuran semesta. Dia menangis. Ia masih memiliki ingatan. Ia bukan seperti bayi yang tak tahu apa-apa. Meskipun organ tubuhnya habis terbakar. Ia masih ingat jelas apa yang sebelumnya terjadi. Jeritan semua makhluk dan kacaunya semesta sekali lagi membuatnya ingin mati.
Semuanya telah mati. Lalu, kenapa ia harus hidup ketika tidak ada seorang pun di semesta ini?
Ini menyakitkan.
Dia berkali-kali menabrakkan dirinya pada serpihan tajam asteroid. Namun nihil ia masih hidup. Bersih, mulus, tanpa noda. Ia terjun ke bawah berharap jatuh dan tertindih sesuatu. Namun nihil, ia bahkan dapat terbang. Dia melompati reruntuhan benda langit. Lompat, lompat, lompat, lalu sengaja mendarat di atas runcingnya bintang. Namun nihil. Ia tertusuk tapi tak terluka. Sungguh aneh.
Kali ini dia berlari lalu melompat pada komet. Dia berharap hangus. Jika komponen matahari tak dapat membakarnya, mungkin komet berbeda. Ia mencoba kemungkinan terakhir ini.
Sia-sia. Api tak dapat melukainya. Semuanya tak dapat membunuhnya.
Tubuh yang berasal dari matahari, pemimpin semua benda langit menyebabkan ia bagaikan abadi. Tak dapat terluka.
Ia menangis. Hanya menangis yang dapat ia lakukan.
Dia berbaring. Menatap reruntuhan yang terikat orbit melayang-layang di atasnya.
Kesempatan terakhir memenuhi otaknya. Jika ia lahir di matahari. Matahari identik dengan raja panas. Maka kali ini ia akan mencoba apakah dingin dapat membunuhnya.
Dia mencari benda langit paling terdingin. Melompat-lompat di atas reruntuhan bagaikan penari opera yang lincah. Kaki kecilnya menyentuh setiap benda langit yang ada di depannya. Ia menemukan satu benda langit terdingin.
Dia mencoba berbaring. Mengubur dirinya di dalam benda langit itu. Dia ketiduran.
Matanya terbuka perlahan. Reruntuhan kekacauan perlahan menghilang. Dia masih hidup.
Dia tidak percaya ini. Benar-benar tidak percaya. Apa ada seseorang yang mempermainkannya?
Dia memejamkan mata, lalu dia membuka matanya.
Suara motor bersaut-sautan. Klakson mobil terdengar bising. Berbagai aktivitas asing terlihat di sekitarnya.
Dia mengusap wajah. Memukul pipinya dan mencubit tangannya.
Dia hidup dan ini bukan ilusi.
Bukan halusinasi.
Dan ini nyata.
"Hah? Bukannya semesta telah hancur? Lalu dimana ini?"
Dia telah melompati waktu bertrilyun tahun. Waktu sejak kehancuran semesta dan sekarang semesta telah pulih. Semesta telah berangsur membaik bahkan mungkin lebih baik dari sebelumnya.
Bisa dikatakan, ia adalah makhluk tertua dalam lembaran baru kelahiran semesta.
"Lelucon macam apa ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM YOUR ANCESTOR
FantasyLeluhur semua makhluk dari semesta baru. Makhluk dari bintang yang lahir kedua kalinya di matahari. Karakteristik planet, butiran asteroid, panasnya komet dan matahari, dinginnya benda langit, dan runcingnya bintang tunduk padanya. Tak satupun dari...