CHAPTER 2

12 4 0
                                    

Vennetta berjalan-jalan di pinggir jalan. Membiarkan matanya melihat sekelilingnya bebas. Berbagai macam benda dan aktivitas asing muncul di depan matanya. Berbagai pakaian berbeda-beda model memenuhi pikirannya.

Beruntung sekali ia bertemu Janson.

Pria paruh baya yang terbilang cukup sukses. Reputasi bagus dan yang paling penting ia berpendidikan. Lebih pintar dari manusia pada umumnya. Sekumpulan makhluk rendahan 'menurut Vennetta'

Gadis supernova lahir di matahari itu tak pernah memandang bumi. Entah apa kesalahan bumi padanya, yang jelas ia hanya bisa menggelengkan kepala dan mengusap wajah kasar setiap kali ia melihat tingkah laku makhluk bumi.

Dug!

"Haih! Makhluk rendahan mana lagi yang berani menabrak leluhur suci ini? Buta, huh?"

Seorang gadis berambut hijau keabu-abuan menatapnya tanpa ekspresi. Bandana kuning miliknya terlihat begitu kyuti. Vennetta mengusap tangannya perlahan bukti tak rela bersentuhan kulit dengan gadis berambut hijau berkuncir dua tersebut.

"Hei, tidak berniat minta maaf? Makhluk rendahan."

Gadis hijau tersebut menatap datar. Tangannya menarik earphone yang terpasang di kedua telinga. Gadis itu terlihat menarik napas panjang. Kemudian, salah satu tangannya merogoh saku hoodie miliknya dan mengeluarkan sebuah kartu nama.

"Datanglah kesini jika kamu tidak terima. Sampah."

Kartu nama itu ia serahkan pada Vennetta. Kedua telinga Vennetta berkontraksi dan mulai panas. Bola matanya melebar meminta pertanggungjawaban.

Kemudian, sudut bibir terangkat perlahan.

"Ha, sampah?"

Vennetta mulai mempertanyakan. Gadis rambut hijau menghentikan langkahnya. Satu mata kanannya melirik ke belakang.

"Apa? Kamu tidak terima?" tanya gadis rambut hijau.

Vennetta menatap gadis rambut hijau dengan senyum merendahkan. Lalu beralih pada kartu nama di tangannya.

"Vivian Tark? Hah, apa itu nama salah satu sampah? makhluk rendahan tak tahu diri. Di hadapan makhluk suci kamu begitu arogan tak tahu posisi. Oke-oke, kamu mau aku bagaimana memperlakukanmu? Vivian Tark?"

Vivian Tark gadis berambut hijau itu berbalik. Melangkahkan kakinya maju dan menatap Vennetta tanpa ekspresi.

"Sampah."

Bibir mungil milik Vivian itu berucap tanpa nada.

"Apa?"

Emosi Vennetta mencapai permukaan. Tangannya mengepal dan siap memberikan serangan. Janson dari kejauhan melihat anak angkatnya akan memancing keributan. Pria paruh baya itu segera bertindak.

"Ah, ah! Maaf Nona ini siapa, ya? Maafkan, anak saya yang sedikit tempramental," ucap Janson segera. Kedua kaki berdiri di tengah-tengah Vivian dan Vennetta.

"Apa kamu tua bangka? Jangan menghalangiku!"

Janson menarik Vennetta sedikit menjauh dan menjelaskan bagaimana rumitnya jika hal itu akan terjadi. Janson juga meminta Vennetta untuk merahasiakan kekuatan dan identitasnya. Berhenti berkata makhluk rendahan dan leluhur suci.

Vennetta jelas menolak mentah-mentah. Namun, berbagai konsekuensi yang Janson katakan, membuat Vennetta mau tak mau hanya bisa berlapang dada.

"Okelah, ayo kita pergi saja dari sini."

Vennetta mengambil langkah dan meninggalkan Vivian serta Janson.

"Sekali lagi maaf ya, Nona. Mohon tidak dimasukan hati," ucap Janson ramah.

I AM YOUR ANCESTORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang