CR'3

262 20 2
                                    

Menjadi kaya atau miskin, mungkin adalah anugerah yang bisa disyukuri dengan caranya masing-masing. Mengeluh bukan jalan yang tepat, jika tidak bisa merubah apapun. Tidak bisa menjanjikan apapun yang diinginkan.

Ada banyak hal yang mungkin tampak gelap, padahal ada sisi terang yang tersembunyi. Dan begitu sebaliknya.

Seperti sifat Ziu yang seenaknya sendiri, dia juga mempunyai sisi baik yang hanya bisa dirasakan dengan hati yang bersih.

Begitupun Adipati, mungkin dari luar dia tampak sangat baik-baik saja, ceria dengan kepuitisannya. Dan tidak ada orang yang tau... jika sebenarnya ada hati yang menjerit merasa kesepian.

....

Pagi ini, sebelum berangkat ke sekolah Adipati yang sering di sapa Adi terbangun dari mimpi buruknya. Mimpi di mana ia, dan satu anak perempuan sedang bermain petak umpet. Meskipun samar-samar... Adi tau jika dalam mimpi itu dirinya berada di suatu bukit. Ingatan Adi kembali pada suatu moment, Adi ingat betul saat itu sedang gerimis.

Air mata Adi mengalir membasahi pipi, mengingat adik kecilnya saat berusia empat tahun. Gigi kelincinya yang terlihat lucu, sifat manjanya yang banyak menarik perhatian dari Adi, tawanya yang cempreng, Adi ingat semuanya. Adi bahagia saat mengingat itu, meski di sisi yang lain hatinya menangis dan ingin marah. Adik kecilnya yang dia sayang dengan sepenuh hati, harus hilang untuk selamanya karena kecerobohan nya. Hancur hati Adi.

Pintu kamar Adi terbuka. Tampak di depan pintu papanya membawa satu gelas susu. Adi segera bangkit berdiri, merapihkan selimut yang berantakan ulahnya ketika tidur.

"Papa buatkan susu. Kamu minum ya?" Papanya Adi_Yoga meletakkan gelas berisi susu tersebut di meja kamar anaknya. Selain itu ia juga sempat mengusap rambut berantakan Adi, yang sedikit panjang. Adi diam saja.

"Mandi, terus berangkat ke sekolah." Yoga berjalan pelan menuju pintu. Belum juga menyentuh gagang pintu, Yoga membalikkan tubuhnya.

"Kamu punya pacar? papa temuin puisi cinta kamu di saku seragam." Ucap Yoga kemudian.

Adi terkejut menatap Yoga. Dirinya mengingat-ingat, kapan terakhir kali menulis surat cinta untuk Sweety nya. Ah! iya, itu kemarin saat menggoda Ziu di halaman sekolah. Saat Ziu berteriak histeris dan kabur ke kamar mandi.

"Kenalin ke papa." Pinta Yoga yang sebenarnya berniat menggoda Adi.

Yoga tau bagaimana berbanding terbaliknya Adi jika di luar rumah, maupun di dalam rumah. Namun Yoga tidak mau terlalu menuntut, membiarkan Adi hidup dengan caranya sendiri selama itu tidak melampaui batas. Batas agama, norma dan budaya.

Adi memiringkan kepalanya ke kanan, beriringan dengan itu tangannya menggaruk area lehernya yang gatal.

"Papa mau ke kantor, kamu cepat mandi dan berangkat sekolah."

"Iya, pa." Sahut Adi tidak berani memandang kearah papa nya. Ketahuan membuat surat cinta? aduh... bagi Adi itu terlalu memalukam. Begitu papanya keluar, Adi merutuki dirinya yang kurang teliti dengan apapun hal pribadinya.

.....
"Haha surat cinta lho kebaca sama bokap?" Tawa Rizky pecah mendengar curhatan Adi di pagi hari.

"Kenapa juga gue bisa lupa ngasih surat itu ke Ziu?" Gumam Adi.

"Lho jadi cowok, nggak usah malu. Kalau lho cinta, lho tunjukin dong! bukan hanya sama Ziu, sama bokap lho juga." Rizky memberi nasehat.

Adi mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Rizky. Selama ini Adi memang cukup terbuka kepada Ziu dan juga teman-teman nya, bagaimana tentang perasaan nya terhadap Ziu. Tapi... untuk kepada papa nya? Adi belum berani jujur.

Cita RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang