09.23PM

6.1K 840 21
                                    

Courtney

Senin, 27 Mei, 09.23PM

Kurasa aku baru saja bertemu dengan si penculik.

Jantungku masih berdegup kencang dan napasku berpacu sangat cepat meski sudah beberapa menit berlalu. Aku tak menyangka akan setakut ini, tapi sepertinya otakku sekarang menyadari betapa nyata semua ini, dan kesadaran akan hal tersebut menstimulasi percepatan detak jantungku. Sejujurnya, terasa sekali perbedaannya sebelum dan sesudah mengalami peristiwa nyaris-berpapasan-dengan-orang-itu. Kini aku sepenuhnya menyadari kalau nyawaku berada di ujung tanduk. Mataku sekarang terbuka lebar, seperti baru saja terbangun dari tidur.

Ini. Nyata.

Aku telah diculik, dan siapa pun orang yang menculikku berada di gedung ini juga dan dia akan membunuhku begitu kami bertemu.

Tanganku menjangkau ke atas meja, meraba-raba pinggiran meja kemudian mencengkeram tepinya erat-erat, menggunakannya untuk membantuku berdiri. Kedua kakiku masih terasa lemas sampai-sampai sulit untuk berdiri tegak, dan sekujur tubuhku gemetaran. Memikirkan bahwa aku baru saja lolos dari maut membuatku sangat terguncang, lebih dari yang kupikirkan, jadi selama beberapa detik aku hanya berdiri diam dalam kegelapan.

Aku tak biasanya menyukai tempat-tempat yang gelap sebab aku selalu merasa seolah akan ada sesuatu yang menarik kakiku melalui celah-celah tersembunyi yang tak terlihat. Tak masuk akal, aku tahu, tapi memang begitu adanya. Hanya saja, malam ini untuk pertama kalinya kegelapan memberikan semacam rasa aman yang nyaris-nyaris menenteramkan.

Aku menyalakan senter di ponsel dan sinar putih samar-samar menerangi ruang kelas. Mengandalkan penerangan dari ponsel, aku membungkuk untuk meraih botol parfum yang terjatuh dari tasku. Benda inilah sumber masalahnya. Sebenarnya, tadi aku sudah bergerak cepat dengan mematikan senter dan langsung bersembunyi di ruangan terdekat begitu mendengar bunyi pintu dibuka--entah di ruangan yang mana tapi masih dari lantai ini juga.

Masalahnya, kakiku tersandung kursi lantaran aku tak dapat melihat sekitarku, dan sewaktu di ruang kesehatan rupanya aku tidak menutup ritsleting tasku rapat-rapat hingga menyisakan sedikit celah. Sebagai akibatnya, botol parfum yang kubawa terjatuh dan menimbulkan bunyi yang cukup berisik.

Untunglah di sini gelap gulita dan cahaya bulan juga tak ada, jadi orang itu tak dapat melihatku. Meskipun, aku khawatir sinar dari senternya bisa mencapai tempatku bersembunyi--yang, untungnya, tidak. Dia juga tidak repot-repot masuk untuk memeriksa bunyi apa yang dia dengar.

Sekarang, setelah sedikit lebih tenang, aku baru menyadari kalau ada kemungkinan orang tadi bukan si penculik. Barangkali orang itu adalah korban penculikan yang lain? Bagaimanapun, penculik itu jelas-jelas mengatakan 'kalian' dan itu berarti dia--atau mereka--menculik lebih dari satu orang, atau dengan kata lain, tidak hanya aku. Jika orang yang tadi melintas memang korban juga, sama sepertiku, itu menjelaskan kenapa dia tak masuk, melainkan hanya menyorotkan senter menyinari ruang kelas seadanya. Bisa jadi dia juga khawatir akan bertemu dengan si penculik, makanya dia tak masuk.

Haruskah aku mencarinya?

Aku menggigit bibir sembari merenungkan ide tersebut masak-masak. Di situasi seperti ini, barangkali akan lebih baik untuk bersama seseorang yang berada dalam situasi yang sama daripada berkeliaran sendirian dan menghadapi risiko bertemu si penculik. Masalahnya, ke mana dia pergi?

Aku bergegas keluar dan menatap koridor yang gelap dan sunyi. Sepertinya aku tahu di mana dia. Pasti tempat yang ditujunya sama denganku.

Memories of a Name [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang