1

1.2K 97 20
                                    

Langit nampak muram didominasi warna awan keabuan. Meski begitu, seorang pemuda tersenyum secerah matahari sembari menyisiri gang sempit—dalam perjalanan menuju tempat tinggal—senyumnya begitu gemerlap, bak menggantikan peran surya yang tertutup gelapnya awan.

“Hei, nak. Ada kejadian baik yah?” ujar seorang bapak saat mendapati si anak muda lewat, tengah mendorong motor butut keluar pagar rumah. “Gembira sekali wajahmu.”

Anak itu berhenti, turut membantu si bapak mendorong motor dengan senyum tetap dipatri. “Betul. Meski sejak pagi langit mendung, tetap saya amat beruntung. Saya berhasil dapat nilai A dobel dalam ujian bahasa dan hitungan. Hehehe.”

Pemuda bernama Kim Taehyung selalu menganggap langit cerah pertanda keberuntungan. Sayangnya sejak pagi langit sudah gelap tanpa mentari, meningkatkan kekhawatirannya pada ujian. Sebelum ujian merupakan momen paling mendebarkan, terutama bagi seorang perfeksionis seperti dia, nilai ujian begitu penting untuk menunjang kualitas dirinya. Perkara kecil bahkan seperti warna langit bisa membuatnya stress.

“Langit gelap ditengah kemarau begini juga keberuntungan, nak. Warga berharap hujan turun.” Sang bapak tersenyum hangat. “Terima kasih, sudah bantu bapak. Sudah pintar, baik hati, tampan juga. Kamu paket spesial deh.”

Tertawa kecil. “Bukan masalah. Bapak bisa saja.”

Lalu, ia pamit dengan senyuman lebar, hendak melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda—

“AIGO IGE NUGU?! Wajahnya top markotop!”

“Hei tampan!!” seru suara lain. “Jangan sembarang umbar senyum menawan, nanti diculik.”

—tetapi pekikan heboh dan panggilan ‘tampan’ membuatnya merona malu sembari mematung ditempat. Tidak tahu caranya merespon bertubi pujian atau malah godaan.

“OEMJI! Tampannya sungguh tidak manusiawi.”

“Otak konspirasiku punya firasat kalau dia alien dari area 51.”

"Hei anak muda, lebih suka perawan atau janda?"

Timpal beberapa suara wanita—para ibu yang terpikat dengan sosoknya—yang tengah duduk berkumpul di pos sebrang dari rumah sang bapak, menggoda anak muda yang masih mematung bak patung yunani.

“Ish! Hentikan menggoda bocah polos, ingusan, alien itu, wahai Eomma dan Ahjumma sekalian.”

Kali ini, seorang wanita berbaju kantor—entah muncul darimana, sepertinya baru pulang kerja—menyela acara-menggoda-Taehyung-bagian-kesekian.

Wanita kantor tadi menatap tajam si pemuda. "Kenapa malah diam, Taehyung!?” serunya. “Pulang. Hyung-mu pasti ngamuk kalau tau kamu digoda ibu-ibu gang... lagi."

Yang sedari tadi jadi bahan perbincangan mendadak tersadar dari posisi terpatung dan meneguk saliva tegang saat hyung-nya disebut.

“Um, ja-jangan sampai hyung tau—uh, iya, a-aku sedang perjalanan pulang, Soojin-noona. Permisi semuanya.”

“Wah, bahkan suaranya hushky, manly sekali. Meski malu-malu dan polos~”

“Suamiku suruh operasi saja ya biar mirip anak tadi?” dan para ibu tadi masih lanjut mendiskusikan si anak tampan. Soojin yang masih disamping pos naik pitam mendengar sang ibu hendak menyarankan ayah Soojin melakukan bedah wajah karena mengagumi paras indah Kim Taehyung.

“Ck! Hentikan obsesimu pada wajah tampan, Eomma!” Soojin mendelik galak kearah pemuda yang berjalan santai sembari tersenyum sumringah, bagaikan ada efek bunga-bunga bersinar disekitarnya. “YAK KIM TAEHYUNG KENAPA LELET SEKALI JALANNYA?! LARI SANA KALAU PERLU DAN SEGERA MENGHILANG!!! KAU NYARIS MEMBUAT APPA-KU DI OPLAS MASSAL!!!”

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang