《BAB : 5》

1 1 0
                                    

|Vidi Aldiano - Nuansa Bening🎵

Tanisha memperhatikan Susan yang terdiam dan melamun menatap sebuah buku yang terpampang yang menjadi fokusnya, walaupun gadis itu akhir-akhir ini seringkali selalu menyibukkan diri untuk membaca buku, diam, dan melamun. Bahkan ini sudah hari ke tujuh dan saat Tanisha berbicara saja, Susan hanya menjawab seadanya, seperti "oh," "iya," dan "engga," hanya itu kata-kata yang bisa keluar dari mulut Susan, tidak ada yang lain sebelum akhirnya fokus kembali pada tiga kesibukannya tadi kalau tidak ada sesuatu yang akan mereka bahas lagi. Rasa-rasanya Tanisha makin khawatir bukan semakin lega dengan kondisi Susan saat ini yang telah di janjikan dokter bahwa sahabatnya itu sudah baik-baik saja.

"Sus,"

"Iya?"

"Makan dong itu nasinya, ntar dingin! Baca bukunya entar aja kenapa si,"

"Hm, udah kok,"

"Tapi itu masih banyak, dan lo gak boleh gak makan! Masa iya cuma gue doang yang makan? Padahal jelas-jelas lo yang ngajak kesini buat makan siang,"

Susan menghembuskan nafasnya pelan, setelah akhirnya tangannya menyendokkan sesendok nasi bersiap untuk memakannya lagi. Tapi hal itu ia urungkan, sebelum akhirnya Tanisha kembali membuka mulutnya lagi.

"Gue pikir lo tuh seharusnya sekarang udah fresh, ceria, bahagia... Tapi sebenernya, lo itu masih gabisa ngelupain masalah lo kan Sus? Gue tau kok,"

Susan terdiam dan mengurungkan niatnya untuk melanjutkan suapannya. Akhirnya suasana hening sesaat. Jujur, sebenarnya Tanisha yang tak tega melihat sahabatnya terus-terussan berada dalam keadaan kacau seperti ini, dia juga tak bermaksud membuat Susan menjadi down dengan ucapannya tadi. Lalu di sisinya, ada Susan yang terdiam akan pikiran negatifnya yang berkelana tentang pernikahannya dengan Teguh yang Susan yakini akan berjalan dengan kacau di tambah skripsinya juga akan hancur berantakan karena kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja seperti sekarang ini. Tak terasa, dadanya terasa sesak setelah akhirnya gumpalan air yang sejak tadi bertahan di bawah kelopak matanya, kini berhamburan pelan-pelan hingga akhirnya menjadi deras. Padahal Susan sudah berusaha menahannya agar tidak jatuh, agar Tanisha juga tidak akan mengetahuinya. Tapi Susan gagal.

Tanisha yang tak sanggup melihat hal tersebut, langsung memeluk erat Susan di sampingnya. Akhirnya keduanya sama-sama menangis dalam diam. Untung saja, saat itu suasana caffe sedang sepi dan mereka duduk di ujung ruangan, sehingga tidak ada yang mudah untuk mengenali mereka dan situasi apa yang sedang terjadi di antara keduanya.

"Maafin gue Sus, gue gak bermaksud bikin lo down kayak gini. Gue cuma pengen lo berbagi, berbagi suka dan duka lo sama gue. Siapa tau gue bisa bantu, kalaupun gue gabisa bantu, seenggaknya gue bisa kan jadi pendengar yang baik buat lo?"

Susan tidak menjawab, ia malah mempererat pelukannya pada Tanisha dan makin terisak di pundaknya yang akhirnya membasahi baju Tanisha.

"Jangan suka nahan sendirian terus Sus, terus fungsinya gue sebagai sahabat apa selain bisa denger keluh kesah lo? Selain bisa denger setiap kabar bahagia atau pun sedih yang sedang lo hadapi? Itu semua bukanlah suatu beban buat gue. Gue lebih seneng lo yang berbagi, apa adanya, gak ada satupun yang bisa lo sembunyiin dari gue, kecuali kalo itu emang bener-bener private."

Susan diam lagi tak bergeming, lidahnya seolah kelu, ingin menyanggah omongan Tanisha, tapi rasa sakit di dadanya lebih kuat mengalahkan semuanya. Hati berkata supaya alangkah baiknya Susan untuk diam saja, menangis sambil menerima kritik dan saran Tanisha tanpa mengelak. Sudah waktunya Susan diberi pelajaran atas kebodohannya yang selalu memendam masalah sendiri.

"Dan tanpa lo cerita soal cowok-cowok atau mantan-mantan brengsek yang dulu pernah punya hubungan sama lo ke gue, gue tau semua itu Sus... Lo gaperlu tau, gue cari tau hal itu darimana, karena gue gamau ngebiarin lo dalam keadaan sedih sendirian terus menerus. Emangnya, dengan lo disakitin berkali-kali gitu, hati siapa lagi yang patah kecuali elo? Gue Sus! Gue juga sakit hati denger lo digituin terus. Karena sedihnya elo, sedihnya gue juga. Kita sahabatan berapa tahun sih? Wajar dong gue bisa ngerasain apa yang lo rasain. Gue juga pengennya lo ada kemajuan, gue pengen lo sukses, dan  gue pengen lo juga bahagia sama orang yang lo sayang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang