Perfume

26 2 6
                                        

Mungkin orang yang nggak kenal gue secara dekat bakal ngerasa gue agak sedikit sinting karna terus mencari seseorang yang bahkan nama dan wajahnya aja gue nggak tau.

Tapi, buat gue, apa yang udah dia lakuin ke gue adalah salah satu cara penyelamatan yang paling nggak pernah gue pikirin di saat seseorang baru aja patah hati.

Dia datang tanpa gue tau kapan dan meluk gue yang waktu itu cuma bisa nangis sambil terduduk di semen pembatas parkiran cafe, mandangin air hujan yang jatuh di kedua telapak tangan gue. Itu, air mata gue, BTW.

Setelah bertengkar hebat seperti dalam variety show settingan yang ada di TV itu. Dimana cewek yang berstatus sebagai pacar asli menemukan bukti kalo pacarnya lagi jalan sama cewek lain sambil rangkulan, mirip drama romantis Korea setelah adegan memata - matai selama berminggu - minggu. Tapi yang di dapat, si cowok lebih membela selingkuhannya dari pada si cewek.

"Gue butuh pacar yang beneran kayak cewek."

Gue yang dulu, yang emang tomboy, bisa apa waktu denger omongan itu meluncur dengan lugasnya dari mulut cowok yang gue sayang banget, saat itu. Karna gue bisa lihat dengan mata kepala gue, kalo cewek itu memang kelihatan lebih "cewek" dengan rambut panjang pirang dan dress ala putri, di banding gue yang lebih mirip cowok dengan rambut pendek dan sahabatannya sama celana jins dan sepatu kets.

Gue cuma bisa ketawa bodoh sekarang kalo ingat kejadian itu. Mentertawakan kebodohan gue yang cuma bisa nangis saat itu tanpa bisa membela diri gue sendiri di depan orang yang udah jatuhin harga diri gue.

"Again??" teguran pelan yang membuyarkan lamunan gue.

Gue beralih dari kaca besar di sisi cafe, ke mahluk jelita yang baru aja duduk di seberang gue, Rose. Sahabat gue dari jaman bayi sampe umur gue 28 tahun.

"Apa?"

"Lo, senyum - senyum sendiri." sindirnya.

Gue tertawa pelan. "Salah?"

"Masih aja lo suka ngelamunin masa lalu. Buat apaan deh?!"

"Buat pengingat kalo gue pernah sebego itu karna cinta."

Dan sebuah remasan tissu melayang ke muka gue saat itu juga. "Drama!" tawa Rose.

Dan gue, ikut ketawa. Iya, seorang Rena yang sekarang adalah orang yang mau ikutan mentertawakan dirinya sendiri. Beda dengan Rena yang dulu, yang bakal langsung menoyor kepala orang yang ngetawain dia.

Jahat ya gue?

"Beneran banget pengen tau siapa dia? Nggak mendingan kepo sama hidup mantan lo aja? Kali aja sekarang lagi kena karma." Rose berkomentar jahat sambil membalik buku menu.

"Kalo Tuhan mau kasih pertunjukan yang menyenangkan seperti itu, gue nggak akan nolak buat nyaksiin."

Sebelah tangan Rose terangkat dengan senyuman licik khasnya. "Ajak gue. Kali gue bisa bantu maki dia." Gue ketawa pelan karna ada waitress datang.

"Ini menu barunya enak nggak?" telunjuk Rose menunjuk salah satu tulisan di menu.

Gue jadi ikutan buka ulang buku menu gue setelah ngintip nama menu yang di tunjuk Rose. "Black Velvet" namanya. Ada di bagian depan. Lembar kedua. Bagian paling istimewa dari buku menu, karna aslinya itu cuma halaman kosong dengan judul "New Comers". Dimana menu baru di pasang dalam bentuk cetakan photo polaroid. Dan akan selalu berganti dalam waktu yang random. Suka - suka ownernya.

"Itu chessecake buatan owner sendiri, kak. Dari bahan - bahan fresh. Kalo kakak suka manis, ini cocok sama latte yang suka kakak pesan." jawaban ramah yang menunjukkan kalo si pegawai hapal betul siapa pelanggannya.

Setumpuk CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang