Part 3

11.5K 279 5
                                    

"Kau masih berpacaran dengan si bodoh itu?" Amanda mengernyitkan dahinya heran. Itu kakak lelakinya yang baru saja tiba kembali di mansion keluarganya, Christian Muller. Setelah kurang lebih satu setengah tahun dirinya tak pernah bertemu dengan kakak laki – lakinya dikarenakan kakaknya itu yang terlalu sibuk mengurus perusahaannya yang terletak di dubai sana, mengapa kakaknya memilih untuk menanyakan hal unik seperti ini? Dari sekian ribu kata sapaan dan pertanyaan yang biasanya dipilih oleh orang normal, mengapa kakaknya itu justru menanyakan pertanyaan abnormal seperti ini?

"Seharusnya kau memelukku kemudian menanyakan kabarku terlebih dahulu kakak tersayangku." Cibir Amanda, kemudian memilih memeluk saudara lelakinya yang tengah duduk santai diatas sofa ruang tamu kediaman orang tuanya itu.

"Aku sudah mendengar kabarmu tiap harinya dari anak buahku yang kukirimkan langsung untuk mengawasi tiap gerak – gerikmu dear, lalu untuk apa aku berbasa – basi menanyakannya padamu?" pria yang usianya selisih 4 tahun darinya itu menariknya untuk duduk diatas pangkuannya, kemudian membalas pelukan Amanda dengan erat.

"Aku sudah benar – benar bosan untuk kembali merasa terkejut mendengar bahwa kau mengirimkan mata – mata untuk mengawasiku Christ." Amanda mendengus kesal membuat sang kakak tergelak. Benar, ia akan tetap mengirimkan anak buahnya untuk mengawasi tiap kegiatan yang Amanda lakukan meskipun ribuan kali juga adiknya itu menolak dan memprotes tingkahnya.

"Aku tau bahwa kau melakukannya karena khawatir padaku dan ingin melindungiku, but I'm 21 years old now. Aku bukan anak kecil lagi Christ, sudah berapa kali aku katakan?" pria yang tengah memangkunya itu hanya menggeleng tak setuju dengan statement yang keluar dari bibir adiknya itu.

"Dan sudah berapa kali pula aku katakan padamu bahwa kau tetap akan menjadi adik kecilku meskipun usiamu beranjak dewasa?" Amanda memutar bola matanya malas, benar – benar harus mengakui jika untuk kesekian kalinya ia akan kalah ketika berdebat dengan kakaknya itu.

"Jadi kembali pada pertanyaan pertamaku, kau masih berpacaran dengan si bodoh itu dear?" jemari itu menyisir lembut surai panjang milik adiknya yang akan selalu menjadi favoritnya itu.

"Eung, kau pasti tau jawabannya dari mata – mata yang kau sewa. Jika mereka tak memberimu jawaban dari pertanyaanmu barusan, maka kau harus berhenti memberinya gaji." Kini giliran si kakak yang memutar bola matanya malas.

"Kau semakin pandai membalikkan perkataanku hm? Siapa yang mengajarimu menjadi gadis nakal seperti ini? Si bodoh itu?" Amanda memejamkan matanya sejenak, menahan gemas pada manusia dihadapannya ini yang gemar sekali menggodanya.

"Manusia yang kau sebut si bodoh itu memiliki nama Christ, dan namanya adalah Daniel, Daniel Parker. Jadi panggil dia dengan baik, apakah terlalu lama menjadi manusia kaya membuatmu kesulitan menghafalkan nama seseorang?"

"Aku tak akan berhenti memanggilnya si bodoh sebelum rasa kesalku padanya menghilang dear. You know why." fikiran Amanda kembali menuju 3 tahun lalu, tepat ketika hari pertama kakaknya bertemu dengan Daniel dalam keadaan yang sialnya sama sekali tidak menguntungkan baginya. Awal mula sifat posesif kakaknya itu tumbuh semakin pesat.

Flashback

Sore itu Amanda pulang dari sekolahnya dalam keadaan yang dapat dikatakan tidak baik. Sejujurnya sejak pagi tadi kepalanya entah mengapa terasa pusing, badannya pun terasa panas dingin dan begitu letih. Biasanya ia akan mengabari kakak lelakinya ketika ia merasakan gejala – gejala demam seperti ini, tapi sekarang? Mana mungkin ia dapat semudah itu menyuruh kakaknya untuk datang ke apartement dan menginap, sementara ada seorang pria menyebalkan yang juga menumpang hidup selama beberapa saat disini? Bisa mati dia jika kakaknya mengetahui ada pria asing yang tinggal seatap dengannya. Ia hafal setengah mati bagaimana sifat posesif yang begitu lekat ada pada diri daddy maupun kakak lelakinya itu.

Saat itu, tepat setelah Amanda memasuki apartement-nya dengan langkah setengah diseret, gadis itu dikejutkan begitu saja dengan sebuah tangan kokoh yang menarik bahunya.

"Kau baik – baik saja? Kau terlihat pucat saat dikelas tadi, tapi aku tak yakin bahwa kau tak akan marah jika aku menanyai keadaanmu dihadapan teman sekelas kita. Apa kau sakit?" tanya Daniel yang ternyata lebih dulu sampai di apartement miliknya. Gadis itu menatap Daniel dengan sayu, jujur saja bahkan saat ini matanya terasa pedih hanya untuk terbuka. Ia benar – benar butuh gendongan kakaknya saat ini, salah satu kebiasaannya ketika sakit adalah menjadi lebih manja pada saudara satu – satunya yang ia miliki itu.

Tangan kokoh Daniel menyibak poni yang menutupi setengah wajahnya, kemudian mengernyit ketika merasakan bahwa kening gadis itu terasa lebih panas.

"Kau demam? Apa sejak pagi tadi kau merasa seperti ini? Kenapa tak bilang padaku saja? Kau bisa membolos jika kau sakit." Oke, Amanda benar – benar kesulitan untuk fokus mendengar kalimat yang terlontar dari bibir Daniel. Ia hanya dapat merasakan bahwa secara perlahan Daniel memapahnya untuk berjalan secara perlahan menuju kamarnya. Ah, lemas sekali rasanya.

"Gantilah bajumu segera, kurasa kau tak perlu mandi agar suhu tubuhmu tak semakin meningkat. Aku akan mengambilkan obat dan air minum sebentar, jadi segeralah ganti baju, oke?" setelahnya Daniel melesat keluar dari kamar itu. Dengan terhuyung – huyung Amanda meraih gagang pintu lemarinya, meraih setelan piyama secara asal, kemudian memakainya dengan begitu lambat. Setelah selesai mengenakan piyamanya, gadis itu tanpa membuang waktu segera merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Rasa pusing yang menyerang kepalanya benar – benar tak dapat ia tolerir lagi.

Pintu kamarnya kembali terbuka secara perlahan, sayup – sayup ia dapat mendengar langkah kaki yang mendekat kearahnya. Dan dalam keadaan setengah sadarnya, Amanda melihat Daniel yang nampak kerepotan membawa sebuah nampan berisi segelas air putih, obat, handuk kecil dan baskom berukuran sedang kemudian menaruhnya diatas nakas dekat ranjangnya.

"Kau sudah makan?" tanya pria itu yang hanya dapat ia angguki lemah. Dengan perlahan Daniel menaruh salah satu tangannya dibawah tengkuk Amanda dan satunya lagi dibawah pinggang gadis itu, kemudian membawanya untuk kembali duduk selama beberapa saat.

"Minumlah obatnya." Amanda hanya terdiam dan menerima sebutir obat yang diserahkan padanya beserta segelas air putih. Setelah gadis itu berhasil menelan obatnya, Daniel kembali membantu gadis itu untuk terbaring diatas ranjang. Membiarkannya mengistirahatkan diri, kemudian yang dilakukannya saat ini adalah mencelupkan handuk kecil yang dibawanya kedalam baskom berisi air hangat.

"Tidurlah, aku akan menjagamu disini." Bisik Daniel pada Amanda, membuat gadis itu semakin tak dapat menahan dirinya.

"Daniel..." panggil gadis itu lirih yang disahuti gumaman oleh Daniel.

"B-bisakah kau tidur disampingku kali ini saja? Aku... saat sakit begini, biasanya aku hanya bisa tidur jika dipeluk kakakku, dan... dan kurasa saat ini aku tak bisa tidur jika tidak dipeluk." Gumam gadis itu begitu lirih. Sejujurnya ini memalukan sekali baginya. Gadis itu benar – benar tak bisa tidur tanpa memeluk seseorang jika sakit begini. Efek samping terlalu dimanjakan oleh sang kakak sejak kecil sebenarnya.

Hening selama beberapa saat, Daniel masih sedikit terkejut mendengar permintaan Amanda yang biasanya hanya bersikap datar padanya kini nampak begitu manis karena malu – malu.

"K-kalau kau tak mau aku tid-" "Tidak, mana mungkin aku menolak. Aku tidak keberatan untuk tidur disampingmu." Dengan itu, pria itu beranjak dari duduknya ditepi ranjang untuk berpindah menuju sebelah gadis itu. Secara perlahan meraih bahu Amanda untuk menghadap kearahnya.

"Sekarang tidurlah, jangan banyak berfikir. Anggap aku kakakmu yang bisa dengan bebas kau peluk." Daniel tersenyum ketika secara ragu – ragu Amanda memeluknya, dengan gemaspun ia membalas pelukan gadis itu dengan erat, membuatnya berjengit terkejut.

"Sleep well Amanda..." tanpa diduga Daniel mendaratkan sebuah kecupan dipuncak kepala gadis itu, kemudian mengusapnya lembut. Mengantarkan gadis itu kedalam dunia mimpinya.


To be continued~


Hari ini 3 part dulu yaa update-nya. jangan lupa berikan vote serta saran untuk story terbaruku ini ya supaya aku  bisa semakin mengembangkan dan membuat cerita yang lebih baik.

see you guys~


24/07/2019

Rheinaya

Friend With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang