Part 1 | Mayat Hidup

221 23 4
                                    

"Pa ... aku mau nikah."

Kepalaku menunduk setelah mengeluarkan kalimat tersebut. Malu sebenarnya, karena di usia 32 tahun, baru aku mau menikah. Itu juga tidak ada keberanian mengatakan langsung pada pujaan hati. Maka, aku ingin meminta tolong pada papa.

"Tiket ke mana?"

Aku mengeluarkan udara secara kasar dari hidung, agar semua kesal juga ikut keluar. Di usia 58 tahun ini, pendengaran papa semakin memburuk. Dampak dari masa mudanya yang sering menghabiskan waktu di kelab, yang notabene-nya penuh dengan suara keras.

"Nikah ... Papa!" Suaraku meninggi. Tepat setelah itu, papa menoleh padaku. Kacamata yang menghalangi pandangan kami bertemu secara langsung dia biarkan merosot di hidungnya.

"Calonnya mana?"

"Nah, makanya itu ...." Tengkuk yang tidak apa-apa, aku usap beberapa kali. "Papa lamar dia buat aku, ya?"

"Oke." Papa mencondongkan badannya ke depan untuk meraih biskuit dari dalam toples. "Papa juga udah nggak sabar peluk menantu."

"Apa?"

"Apa?" Papa balik bertanya.

"Papa bilang apa tadi?" Oh astaga, jangan sampai dia berpikir ingin memiliki calon istriku, atau aku akan membuat almarhum mama mengutuk papa saat itu juga!

"Apa?" Dia menjawab santai.

"Tadi Papa bilang mau peluk ... menantu"

"Peluk cucu, Diftan! Kamu masih muda udah budeg! Makanya kalau ada uang, beli cotton bud, bukan malah ngoleksi motor-motoran sama mobil-mobilan. Kamu itu udah tua, masih aja main anak-anak. Apa kamu nggak malu, anak kamu nanti ...."

Cerewetnya kambuh lagi.

"Besok Papa siap-siap, ya buat lihat calon istri aku."

Aku segera berdiri setelah mengatakan itu karena tidak ingin mendengarkan lagi semua ocehan Papa.

***

"Di mana, Diftan?"

"Papa tunggu di sini, nanti cewek yang aku sukai bakalan ke sini."

"Apa?"

Hela napas kasar keluar dari hidung. Pendengaran Papa semakin menjengkelkan saja.

"Papa tunggu di sini, oke?" ucapku dengan nada suara sedikit meninggi. Papa mengangguk sekali sebelum aku melanjutkan ucapan, "namanya Awalia. Dia bakalan ke sini buat nemuin Papa."

"Oke."

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Awalia mungkin belum datang, pikirku. Namun, di dekat sebuah kursi taman, aku melihat sepupu pujaan hatiku tengah berdiri. Amalia namanya. Dilihat dari jarak 30 meter, ia terlihat seperti mayat hidup, dengan pakaian serba cokelat. Aku akan menanyakan Awalia padanya.

"Assalamualaikum!" sapaku.

Terlihat ia sedikit kaget mendengar suaraku, lalu mundur selangkah. Kepalanya langsung menunduk memperhatikan rumput yang dipotong pendek.

"Wa alaikumussalam." Suara jernihnya keluar.

"Kamu lihat Awalia, nggak?" tanyaku langsung tanpa basa-basi.

"Tidak. Ini saya lagi nyari Awalia juga."

"Jadi, tadi dia udah ke sini?"

"Iya. Katanya mau cari kamu tadi ...."

"Oh astaga!" Kesal, aku hanya mengusap wajah dengan kasar. Ini semua akibat mengurus papa tadi, aku jadi telat.

"Mending cari Awalia saja. Dia nggak mungkin jauh-jauh."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jodoh Salah AlamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang