DEKOSAN

11 1 0
                                    


Suara mereka riuh, meminta apa yang mereka mau, antrian panjang seperti ular belasan meter, terkadang mereka berkerumun jadi satu bagaikan menyerang musuh sekaligus. Ah....makanan itu mengundang  selera mereka. Rasanya menu ini spesial banget. Ikan tongkol, dengan taburan tomat dan cabai yang di iris-iris di atasnya, tahu masak kecap, kuah sop, sayur masam, telur masak Bali. Ternyata ini yang telah membuat mereka rela berdesak-desakan, ditambah nasinya yang masih mengepul. ”Wuuh.....akupun agelunyuk eber.”
“Mbak, saya mbak........”
“Mbak, guleh mbak.......”
“Mbak, kulo mbak........”
“Ah.....! semua bahasa rasanya ada.” Mereka para santri bilang lebih dulu hanya ingin diberi dulu menu-menunya, tapi aku pegang prinsip “Siapa yang cepat pasti kan dapat”
“Ya, kalau anaknya hanya diam saja, mau dikasih apa entar.” Terkadang ada anak yang ketika sudah sampai dihadapan talase mereka bingung mau pilih apa, semuanya dilihat mulai dari gorengan, sayuran, kuah sampai sambalpun jadi sorotan ekor matanya yang melihat kesana-sini, mungkin benaknya bilang “Pilih apa ya.....”
“Hai Dek.....mau menu apa? Kok bengong” eh, hanya dibalas dengan senyuman.
“Tahu Mbak......”
“Juko’ Mbak.......”
“Tempe Mbak.....”
“Sambal Mbak......”
“Iwak Mbak.....”
“Oseng-oseng Mbak.....” Begitu banyak menu bikin pusing saja.
“Tempe selimut Mbak.....”
Kami memberi sesuai dengan permintaan mereka. Berusaha untuk profesional. Anehnya lagi kok bisa ada tempe selimut, dari mana selimut itu di cantol-cantolkan sama tempe jadi lucu bukan. Tempe selimut itu tempe yang diiris tipis tapi bentukanya lebar dan dibungkus dengan tepung terigu terus digoreng. Akupun juga ketagihan nih sama yang namanya tempe selimut.
“Santri-santri ada-ada saja buat nama” Kataku suatu hari.
“Biar keren Mbak.......” Kata mereka yang kebetulan lagi ngantri. Jawaban itu bikin ketawa yang  mendengarnya.
“Samean iki Dek......”
“Santri nyebutin nama lauk pauk disini aneh-aneh, tempe selimut, piring terbang, tempe basah. Kok bisa ya Mbak?” tanyaku pada rekan-rekan ku waktu itu.
“Apa kata anak-anak sudah” jawab Nasyia enteng.
“Beh! itu kan nama yang keren-keren Mbak” timpal Cahya. Mendengar komentarnya aku dan Nasyia jadi ketawa juga.
***
Suatu hari seperti biasanya pada jam-jam yang sudah ditentukan, kami sudah siap untuk melayani santri yang mengantri.
“Mbak, ada tempe selimut?” tanya seorang santri.
“Dak ada Dek, masih digoreng didalam” Jawabku.
“Uhh! Kenapa dak ada tempe selimut sih Mbak? Dengan muka cemberut.
“Dak ada tempe selimut, tapi adanya dadar jagung” jawabku seraya menunjuk satu talam dadar jagung yang ada dihadapannya.
“Enggi pon, sebuh Mbak” sambil menyodorkan uangnya. Aku mengambil dua dadar jagung diberikan kepadanya, karena satu dadar jagung harganya lima ratus rupiah, murah kan.
“Terima kasih.....” kataku.
“Sama-sama Mbak” berlalu pergi keasramanya.
***
Bukanya Dekosan mulai dari jam 08:00sampai jam 11:00, sebelum jam delapan pas santri sudah siap ngantri dengan kotak makan dan kartu catering nya. Sesudah menu ada di kotaknya ada anak yang masih nambah menunya.
“Mbak, nambah ikan tongkol dua ribu”
“Nambah tahu satu Mbak” banyak anak-anak yang nambah menunya, bukan karena catering nya kurang, tapi mereka menginginkan menu-menu yang lainnya, dan tidak sedikit satu catering dimakan berdua. Kata mereka kalau satu catering di makan sendiri terkadang tidak dihabisin.
Itulah ala santri. Semua bisa memeriahkan hati, tapi terkadang ada juga yang membuat menjengkelkan dengan sikap dan tingkahnya, yah, itulah sifat seseorang, tidak semua memiliki figur yang sama, pasti ada perbedaan yang mencolok baik dari sisi tingkah dan bicaranya. Melayani santri memiliki suasana tersendiri terhadap diri sendiri. Minimal kita bisa saling tegur sapa, dan mengetahui mana santri yang baru dan yang sudah beberapa tahun menetap, bahkan bisa tahu mana yang ketua dan yang bukan.
***
“Mbak...”
“Mbak.....”
“Mbak....”
Sana sisin manggil Mbak, Mbak, sampai-sampai plempengen telingaku, kami bingung mau ditaning yang mana dulu. Akupun tak omes tiba-tiba dengan suara lantang.
“Stop!, diam!” suaraku walaupun agak kecil bisa juga lantang hehehe. Anak-anak yang ngantri diam, eh, ternyata hanya sesaat selang beberapa menit dari teguran itu riuh lagi. Aku hanya geleng-geleng kepala.
“Sabar....., sabar......tak boleh marah, tak boleh marah” lirih dalam hatiku. Jam 08:00 kami buka Dekosan kami berdiri sudah mulai melayani sampai jam sembilan lebih. Rasa lelah, payah terasa begitu sangat. Badan pegal-pegal, karena melihat ekspresi mereka sedikit mengurangi rasa yang begitu sangat melelahkan, lengan yang terasa mati rasa setelah bergerak sekian lamanya. Santri yang melihat menu kesukaannya, riangnya tidak terkira, tapi yang menunya masih dalam proses memurungkan wajahnya. Anak-anak tak pelak begitu doyan tempe selimut, bukannya dibuat menu makannya, tapi dibuat menu jajannya, sekali naruh satu keranjang kue, wah...sudah datang nih yang nyerbu.
“Guleh Mbak.....lemaebuh”
“Guleh Mbak sebuh”
“Duibuh Mbak” Untung saja tangan-tangan kami lihai, jadi cepat dalam melayani, itu disebabkan kebiasaan yang menjadi luar biasa sekaran. Tidak lain juga sudah memahami menu-menu yang diharapkan anak-anak.
“tak miloh lah” kata mereka yang mendapati hanya keranjangnya saja.
“Gik aguring dek.....nanti kesini” kata Nasyia.
“Enggi Mbak” kata mereka dan berlalu meninggalkannya.
“Mbak de’erreh?” ajak rekan kerja. Sieh rekan kerja katanya, hehehe. 
“Ngireng” tanda setuju.
“Mompong tadek sengantri, ayo kita isi bensin” celetuh Cahya. Ia langsung ambil talam, tuang nasi dan lauk pauknya, makan dengan memakai lima jari-jari tangan, terasa begitu nikmat. Ketika perut sudah keroncongan tidak ada yang tidak enak, semua kan terasa nikmatnya.
***
Melayani kebutuhan pokok santri, ternyata punya hikmah tersendiri, kami saling tegur sapa, guyonan, bisa tahu kesukaan mereka. Dan satu lagi ini juga termasuk dari ibadah jika diniatkan dengan ikhlas. Ketika mereka sedang melakukan kegiatan, tiba-tiba rasa lapar menyerang, jangan khawatir, tangan lihai kami siap memberi menu-menu sesuia permintaan, tapi ingat.....apabila itu pada jam-jam buka yang sudah ditentukan.
Melayani santri pasti tersimpan beribu-ribu barokah. Biarlah kami disini melayani dan melayani, jangan pernah menilai negatif tentang kami, karena kami yakin, diluar sana barokah akan menyapa kami. Didalam Pondok Pesantren barokah itu ada tiga.
1. Barokahnya Pondok Pesantren dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah ditentukan di Pesanren.
2. Barokahnya guru dengan mematuhi nasehat dan petuah-petuahnya.
3. Barokahnya teman dengan membari hak-haknya teman sebagai mana mestinya.
Inysa Allah tiga barokah ini semoga kami dapatkan. Amin......
“Untukmu santri, janganlah nyerombol dalam mengantri, itu juga yang tertera dalam kitab Sullam Taufiq, bersabarlah, karena kita lagi menempa untuk menjadi masa depan yang cerah kelak.” Amin.....

02 Maret 2019

Oleh: NQ
 

UNTAIAN PENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang