BATAL NIKAH
#ditinggal_pergi
Part 3
"Rasah rungokke omongane Bapak, kono mangkat kerjo wae!" kata ibunya Eko.
(Tidak usah didengar perkataan Bapak, sana berangkat kerja saja)Eko yang masih penasaran pun hanya bisa pergi dalam diamnya.
"Ko, Eko enteni, aku tak nunut tekan ratan yo, golek kopata arak bali." Teriak Mbak Par.
(Ko, Eko tunggu, saya numpang sampai jalan besar, cari angkot mau pulang)Eko yang kenal Mbak Par sebagai mantan tetangganya, karena sudah beda kampung pun mengiyakan permintaan Mbak Par.
"Dari mana to Mbak?" tanya Eko.
"Kuwi bar rewang nggon Pak Karjan kae, arak mantu sesani maneh, mau bengi bar bayar tukon."
(Itu habis membantu di rumah Pak Karjan, mau nikahin anaknya satu bulan lagi, semalam habis tunangan)Eko pun terdiam, kembali teringat pada Arum, dan pernikahan yang batal.
"Eh Ko, ngerti po ra kowe, mau esuk Arum bali lho, lagi tekan omah mau subuh kae numpak bis seko Jakarta." jelas Mbak Par.
(Ko, kamu tahu nggak kalau tadi pagi Arum pulang, subuh tadi tiba, naik bus dari jakarta)"Sakestu Mbak? mboten ngapusi kulo to?" tanya Eko setengah tidak percaya.
(Beneran Mbak? tidak bohong?)"Yo ora, kono parani nang omahe, nek kowe ra percoyo, sisan ngeterno aku bali."
(Tidak la, sana pergi ke rumahnya kalau tidak percaya, sekalian antar aku pulang)"Tapi kowe ojo kaget yo, sakiki Arum wis maleh, kae nganggo jilbab gedi-gedi kae, jenenge opo,Ko?" jelas Mbak Par lagi.
(Tapi kamu jangan kaget, sekarang Arum sudah berubah, dia memakai jilbab yang besar-besar itu, apa namanya?)Karena penasaran Eko pun berniat pergi ke rumah Arum. Nampak Bu Jeki dan Arum di depan rumah sedang jemur karpet.
"Assalamualaikum Rum," sapa Eko.
"Cah ra duwi isin, wis gawe wirang isih wani teko? Tak balang watu kowe, bali kono, opo tak laporke polisi!" teriak Bu Jeki.
(Anak tidak punya malu, sudah permalukan kami, masih berani datang? ku lempar batu nanti, pulang sana apa ku laporin polisi)"Waallaikumsalam." Suara Arum terdengar lembut, beda dengan dulu.
"Ibuk masuk saja, ada yang mau saya bicarakan dengan Eko." kata Arum.
Bu Jeki tentu saja tidak terima, apalagi Pak Tejo yang diberitahu tetangga pas lagi di toko pupuk, langsung lari pulang.
Tapi sekali lagi Arum menghalangi Pak Tejo yang mau memukul Eko, melihat kedua orang tuanya yang terlihat benar-benar marah, Arum pun bicara tegas.
"Bapak, Ibu, saya mohon, sebenarnya ini semua karena kesalahan saya, Eko hanya korban, jadi mohon jangan marah lagi."
"Tapi nduk!" teriak keduanya berbarengan.
"Pak rasa malu itu perlahan akan hilang, tapi memaafkan itu jaminannya kedamaian, ayolah Pak, Buk, Gusti Allah saja Maha Pemgampun, siapa kita mau mendendam?"
Akhirnya Pak Tejo dan Bu Jeki mengalah dan masuk ke rumah, tapi tetap mengawasi dari dalam.
Sementara itu di bawah pohon rambutan yang ada tempat duduknya, Arum mengajak Tejo duduk di situ.
Karena tidak mau ada omongan tetangga dan menghindari fitnah, Arum langsung bicara ke Eko, juga minta maaf kalau dia sudah memaksa Eko untuk menikahinya.
Eko pun minta maaf dan menceritakan keragu-raguannya, dan juga minta maaf sudah menjadi pengecut, yang membuat malu Arum dan keluarganya.
Arum hanya tersenyum, dia bilang dua tahun di jakarta dan hidup dalam kebohongan membuatnya tertekan.