-3-

9 0 0
                                    





Aku terbangun dan retinaku langsung menyambut sosok Aiden yang masih tertidur lelap walau posisinya sudah hampir terjatuh dari kasurnya dan rambut yang benar-benar berantakan. Astaga, dia sangat lucu!

Dengan cepat aku mengambil handphone-ku yang berada di nakas dan mengabadikan fotonya. Duh, lucunya! Kalau aku terus melihatnya, bisa-bisa aku terkena diabetes.

Aku bangkit dari ranjangku dan keluar dari kamar setelah puas memandangi wajah lelaki bodoh yang kusukai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bangkit dari ranjangku dan keluar dari kamar setelah puas memandangi wajah lelaki bodoh yang kusukai. 

"Hehehe...Lucu banget siih. Kamu pacar siapa? Shania ya? Tapi kalau jodoh kamu itu aku, gimana?"Ucapku sambil memandangi foto Aiden dengan senyum merekah.

Tiba-Tiba tangan seseorang memegang pundakku. Aku terdiam sebentar, bersiap-siap untuk berteriak sebelum akhirnya aku mengetahui pelakunya.

Tak lain tak bukan, Aiden Kevlario.

"Lo ngomong sama siapa si, Ci?"Tanya Aiden dengan suara serak, khas bangun tidur.

"Gak ngomong sama siapa-siapa, tuh!"Dengan cepat aku langsung mematikan handphone-ku dan menaruhnya di sofa.

"Udah gila lo?"

"Iya, gila karena jadi sahabat lo!"Ucapku. Aiden, aku gila karena kita HANYA sebatas SAHABAT. Duh, kenapa sih Aiden gak peka banget? Pengen nampar sambil teriak 'sadar goblok! gue suka sama lo'.

"Lo siapa?"Tanya Aiden dan mengangkat kedua alis matanya.

"Lah? Lo kenapa? Anemia?"

"Amnesia, tolol. Tadi katanya lo gila jadi sahabat gue, yaudah kita pura-pura gak kenal aja. Biar lo gak gila lagi."Ucapnya dan tertawa terbahak-bahak. Duh, pengen nampol sih sebenernya. Tapi gimana ya? Gak tega, nanti mukanya gak ganteng lagi, gimana? 

Tiba-tiba bunyi ringtone dari handphone Aiden. Aku sedikit kepo dan melihat siapa penelpon-nya. Dan ternyata, Shania-lah yang menelpon Aiden.

Duh, hatiku.

nyat-nyit-nyut-nyat-nyit-nyut-nyat-nyit-nyut.

Aiden mengambil handphhone-nya. "bentar ya, Ci."

Aku hanya mengangguk pelan seakan pasrah melepas Aiden untuk mengangkat telepon dari Shania. 

Padahal dalam hati aku sudah menjerit-jerit dan ingin sekali menyabut rambut Shania satu-persatu dari kepalanya. 

Aiden masuk ke kamarku lagi untuk mengangkat teleponnya dan menutup pintunya. Dengan cepat aku langsung menempelkan telingaku di pintu. 

Mungkin dewi fortuna sedang mendukungku. Aiden men-loud speaker teleponnya dengan Shania. Jadi aku bisa dengan jelas mendengar apa yang mereka katakan.

"Kevlar, Bisa temenin aku gak ke mall?"Terdengar suara Shania yang sangat feminim. Aku menggeleng keras dan berharap Aiden segera menolak dan tetap bersamaku. "Eh? Gimana ya? Sebentar ya."

T  R  A  P  P  E  DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang