Bagian IV

461 75 0
                                    

"Kau baik-baik saja?"

Hah, untunglah dia tidak terluka.

"Ya, tentu saja." Sakura terlihat gugup dan melangkah mundur menjauhiku.

Tadi nyaris saja.

Seharusnya aku memeluknya lebih lama.

Dengan canggung aku mendekati dua buket bunga yang tergeletak di aspal.

"Jalanan disini memang sempit, kamu harus hati-hati dengan motor yang lewat." dia berjongkok di sebelahku, ikut membantu. "Berbahaya, biar saya yang bawa ini ya," lanjutku tanpa menolehnya.

"Tidak, tidak apa-apa kok."

"Kalau begitu, kita bagi dua saja ya." kataku. Dan dia mengangguk kecil.

Kami berdua kembali melanjutkan perjalanan kami.

Jalan berdampingan dengannya.

Serasa di dalam mimpi.

****

Kami berdua tiba di Cafe sepuluh menit kemudian. Selama di perjalanan tidak banyak perbincangan diantara kita, aku benar-benar payah sekali.

"Aku sudah kembali."

Gaara yang sedang mengelap jendela menoleh ke arahku, "Kau sudah beli bunganya?" Lalu melirik ke arah Sakura, "Oh, kenapa kalian datang bersama-sama?" lanjutnya heran.

"Kami tidak sengaja bertemu di depan toko," jawabku seadanya.

Gaara hanya mengangguk dan kembali dengan tugasnya.

****

Seperti biasa setiap malam Cafe selalu dipenuhi para pengunjung. Gaara bahkan sempat mengeluh karena tidak sempat beristirahat semenit pun.

Sosok Sakura tidak terlihat ketika aku melirik ke arah mejanya. Dia sudah pulang ternyata.

Kemudian aku mendekati salah satu pengunjung sekadar bertanya basi-basi tentang pesanan mereka, setelah itu berjalan ke meja Sakura.

Disana sudah ada kelinci berwarna biru.

Lagi-lagi dia membuat ini.

Aku mengambil tisu berbentuk kelinci itu dan mengamatinya.

Ini pasti yang kedua puluh kan?

"Sasuke, tolong meja nomer 9!"

"Ah, ya sebentar!" jawabku cepat dan mengantongi kelinci di saku kemejaku.

.

.

"Hari ini pengunjung kita banyak sekali ya." Chef Sasori terlihat senang dan tersenyum lebar.

"Saatnya pulang!" seperti biasa Gaara selalu menunggu waktu pulang.

"Kau ini selalu saja seperti itu!" cibir Chef Sasori.

"Seperti apa?" timpal Gaara terlihat malas.

"Malas hidup, tapi mati enggan."

"Yak!" seru Gaara keras, mendelik kesal ke arah Chef Sasori.

Aku hanya tertawa melihat interaksi mereka berdua.

Sudah tua, tidak tau umur.

Bertengkar setiap hari.

Dengan langkah gontai aku berjalan ke loker pribadiku. Membukanya dan meletakkan kelinci itu di dalam kotak.

Ya, aku menyimpannya.

COFFEE SHOP[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang