-4

10 1 0
                                    


Ila nggak heran kalau ia bakal kena marah Mbak Hera hari ini. Vela, Sasha, dan Mira lagi latihan menari, Ila dan Ivi jalan takut-takut masuk ke ruang latihan. Begitu Mbak Hera menoleh, kaki Ila dan Ivi begitu lemas rasanya.

"La, posisi kamu mbak ganti ya."

Deg. Seolah jantung Ila berhenti, ia nggak bisa melanjutkan langkanya lagi. "Tapi kenapa mbak?" ucapnya tertunduk. Center, Ila sudah lama mengincar posisi itu yang sudah ia dapat susah payah. Kini dengan lapang dada Ila harus menyerahkannya pada orang lain.

"Karena kamu nggak komitmen, kamu setiap latihan selalu aja telat, kan kamu sendiri yang minta posis center La, artinya yang pertama kali penonton liat itu kamu, kalo kamu aja males-malesan latihan gimana kamu bias narik perhatian," Jelas mbak Hera yang terlihat capek dan kesal. "Cepet ganti, terus pemanasan, abis itu lari 10 kali."

"Iya mbak." Kali ini Ivi yang menjawab.

Ila nampak terpukul, ia sama sekali tidak bergerak sampai Ivi menariknya pergi. Di ruang ganti, Ila berusaha menahan air mata, yang ternyata percuma. Begitu Ivi bertanya keadaannya, pipi Ila sudah basah semua.

"Masih ada kesempatan lain kok, ya?" Ivi menepuk bahu Ila, lalu menarik tubuh Ila kedekapannya.

"Tapi Vi, gue mau ajak Mami sama Papi buat nonton, gue mau nunjukkin kalo apa yang gue lakuin sekarang ini bukan sia-sia."

"Ada banyak kesempatan lain La, dan orang keren kayak lo pasti bakal jadi pusat perhatian dimanapun posisi lo, em?" Ivi melepas pelukannya, menghapus air mata Ila yang terus mengalir. "Yuk latihan."

Ila dan Ivi sudah selesai pemanasan lari putar studio 10 kali. Langsung saja Ila masuk barisan yang ada untuknya.

"Ila salah, ulang!" Musik dimatikan mbak Hera, serempak semua orang mengambil posisi dari pertama. "Ila, salah kaki, ulang, fokus Ila, focus. Ila itu bukan tempat kamu, Ila ketukan kamu nggak serempak, terlalu lambat. ILA!" musik dimatikan lagi.

Semua orang mendesah berat, Ila jadi merasa bersalah. Latihan hari ini benar-benar kacau karena Ila nggak bisa menata dirinya dengan benar.

"Kamu yang bener dong La. Seharusnya kalian nggak nampilin hal kayak gini lagi ke saya, memang kalian anak baru? Kurang dari 2 minggu lagi kita tampil, kalo performa kamu makin jelek mending saya cara orang lain buat ganti kamu. Ngerti!"

Ila mengangguk perlahan, ia sama sekali nggak berani lihat mata mbak Hera yang penuh api kemarahan.

"Sekarang istirahat."

Waktu Ila mau ambil minum, tiba-tiba Mira menyahut, "Maaf ya La, gua nggak bermaksud sama sekali buat ambil posisi lo."

Dengan lemah Ila menjawab, "Iya nggak apa-apa Mir, emang salah gue juga." Kemarahan Ila ia pendam sendiri, karena memang ia marah sama diri sendiri.

---

Ata menghela napas berat, menggaruk rambutnya ke belakang lalu menariknya ke depan kepala saking kacaunya. Kenapa? Kenapa Ata bisa hafal ratusan bahkan ribuan kata tapi selalu lupa satu tugas kecil saja.

"Lo sendirian? Nama lo siapa?" cewek itu bertanya menghentikan aktivitas Ata. "Gue Beby" katanya sambil menjulurkan tangan.

Ata menerima tangan itu dengan canggung, "Arata Althara." Ata masih belum fokus, dia nggak tahu harus berkata apalagi setelah menyebut namanya. Ata juga bukan orang yang pandai basa-basi

"Nama lo bagus."

"Ya, hmm," jawabnya kikuk.

"Mau nunggu disana?" Beby menunjuk rerumputan hijau yang lapang nggak jauh dari tempat mereka berdiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LacunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang