Sepulang sekolah, Aaron dan Jo langsung menuju lapangan basket. Jo adalah anggota tim basket, posisinya dalam tim sekolah sebagai Point Guard. Ia memiliki Ball Handling dan kemampuan Dribble paling baik di dalam tim.Ia ahli dalam menjaga tempo permainan, ia tahu kapan harus menyerang dan kapan harus menahan serangan.
Jonathan datang ke lapangan hanya untuk melatih dan memantau adik-adik kelasnya. Berhubung dia sudah kelas dua belas, dia sudah tidak diperbolehkan lagi mengikuti lomba apapun dan harus fokus untuk mempersiapkan ujian-ujian yang akan datang.
Jonathan termasuk populer di sekolah, dan Aaron bersyukur akan hal itu. Berhubung Aaron tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang lain, pesona Jonathan yang sangat kentara menguntungkan bagi Aaron yang selalu ada disampingnya, Jonathan seperti magnet yang selalu menjadi sorotan siswi-siswi di sekolah.
Tapi jangan salah, apabila tidak ada Jonathan, pesona Aaron akan lebih terlihat. Tidak bisa dipungkiri, wajah Aaron yang tampan, dengan hidung terpahat mancung, dan rahang yang kokoh serta tatapan mata yang tajam membuat para anggota cheerleader tak henti-henti memperhatikannya yang sedang duduk sendirian dipinggir lapangan basket menunggu Jo.
Bahkan ada satu-dua tim cheerleader yang berani menyapanya, yang hanya dibalas dengan ekspresi datar oleh Aaron.
Jo berlari kecil, menghampiri sahabatnya yang sedang duduk dipinggir lapangan.
"Gue balik duluan Jo," kata Aaron yang akan beranjak dari duduknya.
"Kok lo ninggalin gue sih?" Rengek Jo
"Emang kenapa?"
"Kan gue nebeng naik motor sama lo,"
Aaron mendecak, "minta jemput aja sama si Kaila, punya adek nggak dimanfaatin buat apa?"
"Dia lagi hangout sama temen-temennya,"
Cowok ganteng berhidung mancung itu mengangkat kedua bahunya, ia tak peduli.
"Lo tega kalo gue naek metro mini? Desek-desekan, panas, macet, kecampur bau-bau yang nggak diinginakan lagi. Lo tega?" Jonathan benar-benar mendramatisir keadaan, ia terus merengek. Dan hal itu membuat Aaron risih sebenarnya.
"Tega, nggak ada hubungannya sama gue ini,"
"Tega lo, nggak solideritas. Jahat sama sepupu sendiri. Ntar kalo ada tante-tante nyulik gue gimana? Dijadiin simpenan gimana? Siapa yang mau nemenin lo? Ntar lo sendirian kemana-mana, gimana?"
Aaron mendecak kesal, ia risih mendengar rengekan Jonathan.
"Badan keker, pemain basket, tapi kalo ngerengek lebih-lebih dari si Kaila yang asli cewek,"
"Jadi gimana? Lo mau ninggalin gue?"
"Bacot lo, yaudah iya gue tungguin, tapi lo yang isi bensin,"
"Siap zheyeng," kata Jonathan sambil memeluk Aaron dengan erat. Sedangkan yang dipeluk malah meronta-meronta karena tersiksa.
"Geli anjir, lepas nggak? Gue tinggalin juga nih,"
Ancaman yang sangat mempan untuk membuat cowok slengekan itu melepaskan pelukan Aaron.
"Badan lo bau, tau nggak?" sentak Aaron.
Jonathan nyengir, merasa tidak berdosa. Sepupunya itu memang sangat dingin kepada siapapun. Dia hanya dekat atau lebih tepatnya membiarkan Jonathan dekat dengannya, disekolah pun ia tidak berinteraksi dengan siapapun kecuali dalam keadaan mendesak.
Jonathan adalah sahabat sekaligus sepupu Aaron. Ia mengenal baik bagaimana Aaron. Luka masa kecil yang membuatnya trauma sampai seperti ini. Walaupun terkadang perkataan Aaron menyakiti perasaanya, ia tidak peduli. Karena Jo tahu sikap ceplas-ceplosnya Aaron adalah tameng untuk dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReturN [HIATUS]
Teen Fiction"Jika aku mencintaimu, jangan salahkan aku. Karena itu tidak termasuk dari rencanaku," Aaron, cowok paling dingin dan tidak pernah tersentuh oleh siapapun. Kecuali orang-orang tertentu yang ia kehendaki untuk lebih dekat dengannya. Yg tatapannya s...