[3] do you hate me

916 119 16
                                    

Tiga minggu terasa seperti bertahun-tahun. Ketika Dazai mengatakan hal itu, Chuuya tidak merasakan apapun. Ia tidak mengira akan sesepi ini. Hanya suara tangis atau tertawaan Atsushi yang menemani hari.

Ia pergi mengunjungi makam Sakunosuke Oda selepas makan siang, menaruh satu ikat bunga di depan nisannya dan berdoa. Terkadang ia menghabiskan waktu merenung hingga sore. Kompleks makam itu sangat sepi. Tidak ada yang serajin mereka untuk mengunjungi seseorang setiap hari.

Ada banyak hal yang ingin Chuuya katakan kalau saja pria itu masih hidup. Pertama-tama tentunya terima kasih karena telah menyelamatkan hidupnya serta Atsushi. Kedua, menghantarkannya pada seseorang yang sedang ia rindukan.

Lelaki sinoper itu sejenak tertegu. Dazai tidak akan menganggapnya seseorang berharga tanpa sebab. Tapi jika Oda tidak berkorban nyawa untuk dirinya dan Atsushi, entah bagaimana Dazai akan memperlakukannya. Apakah akan sama atau berbeda?

Sejak sapaan dan janji pertama yang diucapkan Dazai di pemakaman, Chuuya sudah memasrahkan segalanya. Ia tidak memiliki tempat tinggal, juga memiliki tanggung jawab untuk membesarkan seorang bayi. Ia sangat membutuhkan kehadiran seorang penolong.

Lelaki brunette itu adalah segalanya, bagi dirinya juga Atsushi.

Sekarang Chuuya berharap penantiannya akan segera berakhir. Ia ingin melihat wajah penuh ekspresi serta mendengar suara yang menentramkan hatinya. Ia ingin segera bertemu dengan Dazai.

.

.

.

"Kunikida-kun, plester," minta Dazai di akhir misi mereka.

Dua orang itu juga anggota pasukan yang lain tengah berada di klinik. Misi mereka bisa dibilang setengah usai. Pemegang kunci kasus penjualan manusia itu kabur terlebih dahulu. Dazai gagal menjebak dan menangkapnya. Ia malah mendapat luka gores di pipi karena terlambat menghindari tembakan.

"Kita akan melakukan pencarian lagi mulai minggu depan. Tim C sedang mengusahakan pelacakan," lapor Kunikida.

Dazai mengangguk singkat seraya bangkit dari kursinya, "Apa agenda selanjutnya?"

"Istirahat," sahut lelaki berkacamata itu cepat, "Kau akan pergi ke tempat rehabilitasi?"

Sebuah senyum tipis terbentuk di bibir Dazai. "Tempat itu dekat dengan makam," alibinya.

"Rasanya seperti memiliki keluarga, bukan?"

Langkah lelaki brunette itu berhenti. Ia membalikkan badan, menoleh pada Kunikida. Rekan pasukannya tersenyum penuh arti, "Kau, lelaki itu, dan bayinya."

"Begitu," gumam Dazai. Perasaannya tertegun memikirkan perkataan Kunikida, "Aku tidak pernah memikirkan hal semacam itu." Ia kembali berbalik dan berjalan keluar klinik.

Dazai memang akan berjalan ke tempat rehabilitasi, mengunjungi Chuuya dan Atsushi. Namun sesuatu di tengah jalan membuatnya terhenti, sebuah toko bunga yang akan tutup.

Lelaki itu singgah sejenak dan membeli beberapa tangkai baby breath. Ia juga meminta pemiliknya untuk merangkaikan bunganya.

Sebuah senyum terbentuk di bibirnya, memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Chuuya di tempat rehabilitasi. Apakah ia sedang menjaga Atsushi? Atau apakah lelaki itu tengah menunggunya?

"Tuan," interupsi penjaga toko. Dazai menoleh dan mendapati buket bunganya. Ia menaruh beberapa mata uang di meja untuk membayar ongkos lalu segera pergi.

Langkahnya amat yakin dan bersemangat. Dazai memegang erat baby breath-nya, membayangkan bagaimana reaksi Chuuya saat menerima buket ini.

[√] kyrie eleison | soukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang